SUATU hari di Istana Kesultanan Utsmani di Istanbul, pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II.
Seorang pelayan istana terdekat sultan mengetuk pintu ruangan khusus bengkel junjungannya.
Sultan Abdul Hamid II terkenal sebagai sultan yang memiliki kesukaan bertukang atau membuat produk perabotan berbahan kayu.
Saat itu, sultan tampak sedang menghimpun lidi pelapah pohon kurma yang sudah kering.
“Maaf, Daulat Paduka sedang membuat apa?” tanya pelayan itu.
“Sapu,” jawab Sultan Abdul Hamid II datar, sambil tetap berkonsentrasi pada pekerjaannya.
“Sapu? Kenapa Daulat Paduka membuat sapu?” lanjut pelayan itu penasaran.
BACA JUGA: Sultan Abdul Hamid II, Lelaki yang Memengaruhi Satu Abad
Sultan Abdul Hamid II diam, tetap melanjutkan pekerjaannya.
“Kenapa Daulat Paduka tidak menyuruh pelayan istana lainnya untuk membuatkan sapu ini?” sambung si pelayan.
“Apakah engkau memandang remeh pekerjaan membuat sapu?” kata Sultan Abdul Hamid II balik bertanya.
“Mohon maaf atas kelancangan hamba, Daulat Paduka,” si pelayan segera meminta maaf.
https://www.youtube.com/watch?v=PDozSV9N7tg
“Tentu saja, jika Daulat Paduka yang membuat, sapu ini sangat istimewa,” lanjut si pelayan.
“Ya, saya membuat sapu ini untuk orang yang sangat istimewa, dan akan diantarkan ke tempat yang paling istimewa,” jawab sang Sultan.
“Kemanakah gerangan Daulat Paduka?”
“Ke Madinah Munawwarah, ke makam Nabi Muhammad, shallalllaahu ‘alaihi wa sallam,” jawab Sultan Abdul Hamid II lirih.
Si pelayan terperanjat bukan kepalang.
“Ini salah satu caraku mengungkapkan kecintaanku kepada Nabi Muhammad. Aku ingin menjadi pelayannya,” lanjut sang Sultan.
“Pasha, andai saja aku bisa memilih takdir, aku lebih memilih menjadi tukang sapu makam Nabi Muhammad daripada menjadi sultan.
BACA JUGA: Detik-detik Wafatnya Sultan Abdul Hamid II
“Aku merasa bahagia setiap hari bisa berada di dekat makam Beliau, membersihkan dan menyapu makam beliau, melakukan shalat dan ibadah lainnya di raudhah masjid Beliau.
“Tapi aku tak bisa. Karena itu, paling tidak, aku membuatkan sapu-sapu ini dengan tanganku sendiri.
“Sapu-sapu ini aku kirim ke Masjid Nabawi di Madinah, dan dipergunakan untuk membersihkan komplek makam Beliau dan juga masjid beliau.
“Aku ingin datang ke hadapan beliau sebagai ummat dan hamba beliau yang rendah, bukan sebagai sultan dengan segala kadigdayaan dan ketinggiannya,” pungkas Sultan Abdul Hamid II. []