JIKA tidak bisa melakukan seluruhnya, jangan meninggalkan seluruhnya. Maksudnya?
Seringkali seseorang meninggalkan sesuatu karena ingin sempurna, tapi ternyata tidak mampu. “Ah, sudahlah tidak jadi sholat sunnah, waktunya sudah mepet” . Padahal 2 rakaat pun mencukupi untuk dikerjakan. “Ah, nanti saja baca Al-Qur’annya karena belum punya wudhu”, padahal dengan baca Al-Qur’an terjemah, android pun sebenarnya bisa dilakukan.
Kaidah syara’ menyebutkan,
‘Jika tidak didapati seluruhnya, maka jangan tinggalkan seluruhnya (yang mampu dikerjakan).”
Atau redaksi lain,
“Jika bisa melakukan sebagian maka jangan tinggalkan semuanya”
Maksudnya jika kita tidak bisa menjalankan perbuatan secara sempurna, baik dari sisi kualitas, afdholiyah atau keutamaan maupun dari sisi kuantitas atau banyaknya amalan. Maka lakukan saja sesuai kemampuan atau sebagian saja. Asal tidak meninggalkan semuanya.
Terkadang dalam hal membaca Al-Qur’an sebagai salah satu amalan rutin yang tidak pernah ditinggalkan oleh sahabat Nabi, kita terlalu muluk-muluk menentukan target. Ingin mencapai target membaca Al-Qur’an 1 juz, harus mengamalkan seluruh adabnya yakni dengan mushaf, harus dalam kondisi berwudhu, dalam kondisi menutup aurat atau alasan lainnya.
BACA JUGA: Manusia yang Paling Buruk di Akhir Zaman
Namun akhirnya nihil karena kondisi tidak memungkinkan bisa melakukannya. Padahal membacanya bisa dalam kondisi apapun kecuali dalam kondisi dan tempat yang memang tidak diperbolehkan melakukanya.
Kita ingin menghafal Al-Qur’an harus sesuai target dan mesti begini atau begitu. Namun saat tidak mampu meraihnya akhirnya putus asa, berhenti total dan tidak lagi bersemangat menghafalkannya.
Jika Tidak Bisa Melakukan Seluruhnya, Jangan Meninggalkan Seluruhnya: Bukan karena Sempurnanya
Padahal dengan menghafal dan murojaah karena Allah, tidak berekspektasi besar bisa langsung lancar serta menanamkan bahwa Allah tidak menilai sempurnanya hafalan tapi yang penting bisa fokus dan setia membersamai AlQur’an maka tentu kita akan Istiqomah menjalankannya.
Kita gagal sholat sunnah karena ingin langsung seperti Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, sementara kapasitas dalam tahap belajar. Maka lakukanlah sesuai kemampuan saja, yang terpenting adalah Istiqomah. Bukankah ada sholat sunnah hanya 1 rakaat saja.
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan:
“Shalat witir minimalnya satu rakaat, tidak menghabiskan waktu seperempat jam, atau mungkin hanya 5 menit dalam kurun 24 jam, di samping itu merupakan perkara yang sangat ditekankan. Maka bagaimana seseorang meninggalkannya?! Hal ini tidak dilakukan kecuali orang yang meremehkan.”
(Syarh al-Ushul min Ilmil Ushul, hal. 52)
Jika Tidak Bisa Melakukan Seluruhnya, Jangan Meninggalkan Seluruhnya: Sesuai Passion Masing-masing
Tidak dipungkiri, seseorang dimudahkan beramal sesuai dengan passion masing-masing.
Ada yang dimudahkan mengajarkan ilmu tapi tidak untuk sholat tahajud atau sebaliknya. Walaupun demikian setidaknya kita tetap berikhtiar bisa melakukan amal-amal yang utama. Jika tak yakin bisa berinvestasi banyak dalam setiap amalan, minimal nama kita selalu ada dalam catatan amal.
BACA JUGA: 3 Pemuda Sahabat Nabi dan Bagaimana Nabi Memberdayakan Mereka
Allah Ta’ala berfirman,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Bertakwalah pada Allah semampu kalian.” (QS. At Taghabun: 16).
Untuk perkara duniawi saja kita bisa melakukannya dengan sempurna, kenapa untuk perkara akhirat kita berdalih dengan seribu alasan tidak bisa melakukannya. Lakukan semampunya agar tidak meninggalkan seluruhnya.
Wallahu a’lam bi showab. []