Oleh: DR. Abdullah Aidh al-Qarni
MENGENANG masa lalu, kemudian bersedih atas nestapa dan kegagalan di dalamnya merupakan tindakan bodoh. Sama artinya dengan membunuh semangat, memupuskan tekad, dan mengubur masa depan yang belum terjadi.
Bagi orang yang berpikir, bekas–bekas masa lalu akan dilipat dan tak pernah dilihat kembali. Cukup ditutup rapat-rapat, lalu disimpan dalam ‘ruang’ peenghapusan, diikat dengan tali yang kuat dalam ‘penjara’ pengacuhan selamanya. Kesedihan tak akan mampu mengembalikan lagi, keresahan tak akan sanggup memperbaikinya kembali. Kegundahan tidak akan mampu mengubahnya menjadi terang, dan kegalauan tidak akan dapat menghidupkanya kembali, karena ia memang sudah tidak ada.
Jangan pernah hidup dalam mimpi buruk masa lalu atau di bawah payung gelap masa silam. Selamatkan diri Anda dari bayangan masa lalu! Apakah Anda ingin mengembalikan air sungai ke hulu dan mengembalikan matahari ke tempatnya terbit? Ingatlah, keterikatan anda dengan masa lalu, keresahaan Anda atas apa yang telah terjadi padanya, keterbakaran emosi jiwa anda oleh api panasnya, dan kedekatan jiwa Anda pada pintunya, adalah kondisi yang sangat naif, ironis, memprihantikan, sekaligus menakutkan.
Membaca kembali lembaran masa lalu hanya akan memupuskan masa depan, mengendurkan semangat, dan menyia -nyiakan waktu yang sangat berharga. Dalam al-Quran setiap kali usai menerangkan kondisi suatu kaum dan apa saja yang telah mereka lakukan, Allah selalu mengatakan, “Itu adalah umat yang lalu.” Begitulah, ketika suatu perkara habis, maka selesai pula urusannya. Dan tak ada gunanya mengurai kembali bangkai zaman dan memutar kembali roda sejarah.
Orang yang berusaha kembali ke masa lalu tak ubahnya orang yang menumbuk tepung, atau orang yang menggergaji serbuk kayu.
Syahdan, nenek moyang kita dahulu selalu mengingatkan orang yang meratapi masa lalunya seperti demikian: “Janganlah engkau mengeluarkan mayat – mayat itu dari kuburnya.” dan konon, kata orang yang mengerti bahasa binatang, sekawanan binatang sering bertanya kepada seekor keledai, “Mengapa engkau tidak menarik gerobak?”
“Aku Benci khayalan,” jawab kedelai.
Adalah bencana besar, manakalah kita rela mengabaikan masa depan dan justru hanya disibukkan oleh masa lalu. Itu, sama halnya dengan kita mengabaikan istana–istana yang indah dengan sibuk meratapi puing-puing yang telah lapuk. Padahal, betapapun seluruh manusia dan jin bersatu untuk mengembalikan semua hal yang telah berlalu, niscaya mereka tidak akan pernah mampu. Sebab, yang demikian itu sudah mustahil pada asalnya.
Orang yang berpikiran jernih tidak akan pernah melihat dan sedikitpun menoleh ke belakang. Pasalnya, angin akan selalu berhembus ke depan, air akan senantiasa mengalir ke depan, setiap kafilah akan berjalan ke depan, dan segala sesuatu bergerak maju ke depan. Karena itu, janganlah pernah melawan sunah kehidupan! []