ADA keistimewaan dan keutamaan kota Mekkah. Memang, di antara tempat-tempat yang mempunyai kelebihan, sebagaimana telah Allah ta’ala lebihkan dari tempat lainnya ialah kota Makkah. Negeri yang menjamin keamanan bagi siapa saja yang memasukinya, negeri tempat turunnya wahyu pertama serta sumber risalah. Itulah negeri yang Allah ta’ala telah bersumpah dengannya, seperti ditegaskan dalam firman -Nya:
﴿ لَآ أُقۡسِمُ بِهَٰذَا ٱلۡبَلَدِ ١ وَأَنتَ حِلُّۢ بِهَٰذَا ٱلۡبَلَدِ ٢ ﴾ [ البلد: 1-2 ]
“Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah). Dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini”. (QS al-Balad: 1-2).
Al-Hafidh Ibnu Katsir menjelaskan: “Ini adalah sumpah dari Allah azza wa jalla dengan kota Makkah, Umul Quro, yang menjelaskan betapa agungnya kedudukan kota Makkah bagi penghuninya, pada saat mereka melakukan manasik dibanding dengan saat-saat tidak mengerjakan rangkaian manasik. Bahwa negeri ini adalah negeri yang aman sebagaimana dijelaskan dalam firman -Nya yang lain:
﴿ وَهَٰذَا ٱلۡبَلَدِ ٱلۡأَمِينِ ٣ ﴾ [ التين: 3 ]
“Dan demi kota (Mekah) ini yang aman”. (QS at-Tiin: 3).[1]
Ada sekian banyak nash yang menjelaskan tentang kelebihan serta haramnya kota Makkah, diantaranya yaitu:
Keutamaan Kota Mekkah yang Pertama: Disanalah berdiri rumah Allah Shubhanahu wa ta’alla, bangunan pertama untuk ibadah yang dibangun untuk manusia.
Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla sendiri yang menceritakan hal tersebut melalui firman -Nya:
﴿إِنَّ أَوَّلَ بَيۡتٖ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكٗا وَهُدٗى لِّلۡعَٰلَمِينَ ٩٦﴾ [ ال عمران: 96 ]
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia”. (QS al-Imran: 96).
Dalam sebuah hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ أَوَّلِ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِى الأَرْضِ. قَالَ : الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ . قُلْتُ: ثُمَّ أَىٌّ؟ قَالَ: الْمَسْجِدُ الأَقْصَى. قُلْتُ: كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: أَرْبَعُونَ عَامًا » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Aku pernah bertanya kepada Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang bangunan masjid pertama yang dibangun dimuka bumi. Beliau menjawab: “Masjidil Haram”. Aku bertanya lagi: “Kemudian mana lagi? Beliau mengatakan: “Masjid al-Aqsa”. Berapa jarak pembangunannya antara keduanya, tanyaku kembali. Beliau menjelaskan: “Jarak pembuatan antara keduanya selama empat puluh tahun”. HR Bukhari no: 3366. Muslim no: 520. [2]
Keutamaan Kota Mekkah yang Kedua: Allah ta’ala menjadikan kota Mekkah haram serta aman bagi penghuninya, tidak boleh menumpahkan darah di sana.
Tidak boleh pula menebang pepohonan serta tumbuh-tumbuhannya, membikin lari hewan buruan, dan memungut barang temuan untuk pribadinya, namun, dirinya boleh memungutnya hanya sebatas untuk diumumkan siapa pemiliknya.
BACA JUGA: Gua Hira Mekkah
Hal itu, sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Suraih radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ مَكَّةَ حَرَّمَهَا اللَّهُ وَلَمْ يُحَرِّمْهَا النَّاسُ فَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْفِكَ بِهَا دَمًا وَلَا يَعْضِدَ بِهَا شَجَرَةً فَإِنْ أَحَدٌ تَرَخَّصَ لِقِتَالِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا فَقُولُوا إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذِنَ لِرَسُولِهِ وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ وَإِنَّمَا أَذِنَ لِي فِيهَا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ ثُمَّ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ كَحُرْمَتِهَا بِالْأَمْسِ وَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Sesungguhnya Mekkah adalah negeri yang telah Allah haramkan, bukan manusia yang mengharamkannya. Maka tidak boleh bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah disana, tidak boleh untuk menebangi pepohonannya. Kalau sekiranya ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulallah diberi keringanan untuk melakukan peperangan didalam kota Mekkah, maka hendaknya kalian katakan padanya: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan pada Rasul -Nya, namun, tidak bagi kalian”. Hanya saja Allah mengizinkan untuk berperang padaku, hanya beberapa waktu saja. Kemudian keharamannya hari ini kembali lagi seperti kemarin, oleh karena itu, hendaknya orang yang hadir pada saat ini menyampaikan pada orang lain”. HR Bukhari no: 104. Muslim no: 1354.
Keutamaan Kota Mekkah yang Ketiga: Adanya nash yang menjelaskan tentang keutamaan sholat di masjidil Haram.
Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad didalam musnadnya dari haditsnya Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ » [أخرجه أحمد]
“Sholat yang dikerjakan dimasjdiku ini lebih utama dari seribu sholat dibanding sholat yang dikerjakan dimasjid-masjid lain kecuali masjidil Haram, karena sholat disana itu lebih baik daripada sholat dimasjid lainnya sebanyak seratus ribu sholat “. HR Ahmad 23/46 no: 14694.
Para ulama mencoba mencari kejelasan maksud dalam hadits ini, yaitu tentang kelebihan sholat, apakah ini berlaku bagi seluruh kota Mekkah atau khusus bagi masjidil Haram saja? Yang kedua apakah dilipat gandakan pahalanya ini berlaku untuk seluruh amal sholeh atau hanya sholat saja? Adapun masalah yang pertama maka telah diterangkan dalam hadits yang terdahulu, dimana Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ » [أخرجه أحمد]
“Sholat yang dikerjakan dimasjidil Haram itu lebih utama daripada sholat yang dikerjakan dimasjid lain sebanyak seratus ribu kali sholat” . HR Ahmad.
Kedua, bahwa nash-nash yang ada dalam al-Qur’an maupun hadits yang menyebutkan tentang Masjidil Haram maka yang dimaksud didalamnya adalah kawasan yang masuk dalam batas haram kota Mekkah secara keseluruhan. Seperti misalnya firman Allah tabaraka wa ta’ala:
﴿ ذَٰلِكَ لِمَن لَّمۡ يَكُنۡ أَهۡلُهُۥ حَاضِرِي ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ ١٩٦ ﴾ [ البقرة: 196 ]
“Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah)”. (QS al-Baqarah: 196).
Demikian pula seperti yang disinggung dalam firman -Nya:
﴿ سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ ١ ﴾ [ الإسراء: 1]
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba -Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram”. (QS al-Israa: 1).
Dan beliau melakukan perjalanan isra itu dari rumahnya Ummu Hani radhiyallahu ‘anha.
Diantara dalil sunah yang menjelaskan akan hal tersebut ialah, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah. Maka jika masuk sholat beliau masuk ke kawasan tanah Haram lalu beliau sholat disana. HR Ahmad 31/220 no: 1891.
Adapun masalah kedua. Ada beberapa atsar dari ulama salaf yang menjelaskan bahwa dilipat gandakannya pahala ini mencakup seluruh amal sholeh. Dan bagi siapa saja yang mau mencamkan makna firman Allah ta’ala akan mengetahui hal tersebut, yaitu:
﴿ وَمَن يُرِدۡ فِيهِ بِإِلۡحَادِۢ بِظُلۡمٖ نُّذِقۡهُ مِنۡ عَذَابٍ أَلِيمٖ ٢٥﴾ [ الحج: 25 ]
“Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih”. (QS al-Hajj: 25).
Dirinya akan merasa yakin bahwa mengagungkan keharaman Haram itu menunjukan akan keutamaannya. Dan masalah ini sangatlah panjang untuk disebutkan semua, oleh karenanya saya cukupkan disini hanya sekedar memberi isyarat saja.
BACA JUGA: Berhala, Bagaimana Pertama Kali Disembah di Mekkah?
Keutamaan Kota Mekkah yang Keempat: Allah ta’ala mengabarkan pada kita bahwa Mekkah adalah Umul Quro sebagaimana disebutkan dalam salah satu firman -Nya:
﴿ لِّتُنذِرَ أُمَّ ٱلۡقُرَىٰ وَمَنۡ حَوۡلَهَا ٧ ﴾ [ الشورى: 7 ]
“Supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya”. (QS asy-Syuura: 7).
Al-Qura seluruhnya mengikuti Mekkah serta yang ada disekilingnya.
Keutamaan Kota Mekkah yang Kelima: Dijadikan sebagai kiblat bagi penduduk bumi, maka tidak ada dimuka bumi ini tempat yang menjadi arah untuk mengerjakan sholat selain ke masjidil Haram.
Hal itu, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ta’ala:
﴿ وَمِنۡ حَيۡثُ خَرَجۡتَ فَوَلِّ وَجۡهَكَ شَطۡرَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ ١٥٠﴾[ البقرة: 150]
“Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram”. (QS al-Baqarah: 150).
Disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan: “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari Ka’bah lalu beliau melakukan sholat dua raka’at ke arah Ka’bah, kemudian seusai sholat beliau bersabda: “Inilah kiblat (kalian)”. HR Bukhari no: 398. Muslim no: 331.
Keutamaan Kota Mekkah yang Keenam: Adanya jaminan keamanan bagi siapa saja yang masuk ke dalamnya.
Seperti ditegaskan dalam salah satu firman -Nya:
﴿ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنٗاۗ ٩٧ ﴾ [ ال عمران: 97 ]
“Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia”. (QS al-Imran: 97).
Dan ayat ini bisa mempunyai maksud pemberitaan namun bermakna perintah, karena boleh dalam khabar yang Allah Shubhanahu wa ta’alla beritakan untuk berganti makna. Atau bisa bermakna kabar tentang syari’at dan agama -Nya yang Allah Shubhanahu wa ta’alla syari’atkan didalam tanah Haram. Dan makna yang ketiga bisa bermakna kabar tentang perkara paten yang senantiasa terus berlaku di tanah Haram semenjak zaman Jahiliyah hingga zamannya Islam. Sebagaimana ditegaskan dalam salah satu firman -Nya:
﴿ أَوَ لَمۡ يَرَوۡاْ أَنَّا جَعَلۡنَا حَرَمًا ءَامِنٗا وَيُتَخَطَّفُ ٱلنَّاسُ مِنۡ حَوۡلِهِمۡۚ أَفَبِٱلۡبَٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَةِ ٱللَّهِ يَكۡفُرُونَ ٦٧﴾ [ العنكبوت: 67 ]
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?. (QS al-Ankabut: 67).
Demikian juga dalam firman -Nya:
﴿ وَقَالُوٓاْ إِن نَّتَّبِعِ ٱلۡهُدَىٰ مَعَكَ نُتَخَطَّفۡ مِنۡ أَرۡضِنَآۚ أَوَ لَمۡ نُمَكِّن لَّهُمۡ حَرَمًا ءَامِنٗا يُجۡبَىٰٓ إِلَيۡهِ ثَمَرَٰتُ كُلِّ شَيۡءٖ ٥٧ ﴾ [ القصص: 57 ]
“Dan mereka berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami”. dan apakah kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah Haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh- tumbuhan)”. (QS al-Qashash: 57).[3]
BACA JUGA: Mush’ab bin Umair, Pemuda Mekkah yang Paling Harum
Keutamaan Kota Mekkah yang Ketujuh: Diharamkan menghadap serta membelakangi kiblat manakala sedang membuang hajat, berbeda dengan tempat-tempat lain maka tidak ada keharaman akan hal tersebut.
Hal itu, berdasarkan sabdanya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam shahih Bukhari dan Muslim dari haditsnya Abu Ayub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا بِبَوْلٍ وَلاَ غَائِطٍ وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Apabila kalian hendak buang hajat, maka janganlah menghadap ke arah kiblat jangan pula membelakanginya manakala buang air kecil maupun besar, namun menghadaplah ke arah timur atau ke barat”. HR Bukhari no: 294. Muslim no: 264. []
[1] . Tafsir Ibnu Katsir 14/353.
[2] . Berkata Ibnu Qoyim menjelaskan: “Ada sedikit ketidak jelasan akan hadits ini bagi orang yang tidak mengerti maksudnya. Mereka mengatakan: ‘Termasuk perkara yang telah diketahui bahwa yang membangun masjid Quds adalah Sulaiman bin Dawud, sedang jarak sejarah antara dirinya dengan Ibrahim itu kurang lebih ada seribu tahun, lantas bagaimana dikatakan jarak pembangunannya cuma empat puluh tahun?!”.
Ini adalah kejahilan orang yang mengucapkan, karena yang benar, bahwa Sulaiman hanya melakukan pemugaran masjid al-Qasha saja, dirinya tidak membangun untuk yang pertama kalinya. Karena yang meletakan batu pembangunan untuk pertama kalinya adalah Ya’qub bin Ishaq setelah pengerjaan Ibrahim membangun Ka’bah dengan jarak yang disebutkan dalam hadits ini”. Zaadul Ma’ad 1/50.
[3] . Zaadul Ma’ad 3/445.