CINTA tidak selalu menyatukan pemuda tampan dengan gadis cantik. Kurang apa dengan Pangeran Charles? Penguasa tahta kerajaan Inggris itu berwajah tampan, kaya raya, ningrat, juga terhormat.
Lalu Putri Diana, ia juga wanita terhormat, cerdas, dan cantik jelita.
Bila dilihat dengan kasat mata, mereka berdua cocok untuk bersanding dan membangun rumah tangga bersama. Tapi kenyataannya tidak demikian.
Memang mereka akhirnya menikah. Mereka berumah tangga, merajut renda kehidupan bersama, satu rumah dan bertemu secara fisik. Namun, mereka tidak cocok, jiwa tidak bertemu dengan jiwa. Hanya raga dengan raga yang bertemu, tapi tanpa keserasian jiwa, tanpa riak-riak rasa.
Butuh keserasian jiwa untuk bisa hidup bersama. Charles merasa tidak nyaman ketika hidup bersama Diana. Charles justru merasa cocok dan menikah dengan Camilla Parker. Padahal, usia Camilla jauh lebih tua dan parasnya pun terbilang biasa-biasa saja.
Tidak berartikah kecantikan Diana di mata Charles?
Bukan masalah cantik dan tidak cantik, tapi Charles menemukan tempat yang nyaman untuk berbagi, menumpahkan isi hati, dan saling mengisi ketika hidup bersama Camilla. Charles menemukan ketenangan bersamanya.
Cinta membutuhkan keserasian jiwa. Seorang pengusaha Muslim kelahiran Mesir, Dodi al-Fayed namanya, pernah mencoba merajut cinta bersama Putri Diana.
BACA JUGA: Hati-hati dengan Cinta-; Kata Bijak Buya Hamka
Gayung pun bersambut, cinta mereka mekar karena jiwa bertemu dengan jiwa. Namun tragis. Mereka tidak jadi merenda rumah tangga karena sebuah kejadian yang membuat mereka berdua meninggal dunia pada hari Minggu 31 Agustus 1997.
Terowongan Pont De l’Alma Paris, Prancis, adalah saksi bisu atas kejadian itu.
Lain lagi dengan kisah hidup Cristina Onassis. Ia seorang wanita yang cantik, dikagumi banyak orang, dan terkenal di kalangan selebritis.
Selain itu, ia juga memiliki kekayaan yang melimpah ruah. Memiliki deposito miliaran dollar, perusahaan real estate, pesawat terbang pribadi, kapal pesiar pribadi, dan memiliki danau. Bahkan ia memiliki pulau pribadi.
Ternyata semua yang dimilikinya tidak mengantarkan pada cinta yang bahagia, pernikahannya selalu gagal dan berakhir menyakitkan. Sampai akhirnya ia pun bunuh diri di Buenos Aires, Argentina.
Mengapa demikian?
Wallahu’alam bish-shawab.
Saya tidak tahu persis masalahnya.
Tapi, paling tidak ini merupakan gambaran cinta yang di dalamnya tidak ada keserasian jiwa.
Kenapa jiwa mereka tidak serasi?
Boleh jadi karena tujuannya yang keliru, misinya tidak jelas, ada ambisi dan hawa nafsu syaithani yang menggerayangi. Bisa jadi ini faktor yang menyebabkan dua jiwa tidak bisa bersatu. Tidak serasi.
Cinta membutuhkan keserasian jiwa. Membutuhkan kesamaan misi. Kesamaan akidah.
Lihatlah bagaimana usia Rasulullah dengan Khadijah yang terpaut 15 tahun, Umar bin Khaththab dengan Ummu Kultsum terpaut 40 tahun, dan Utsman bin Affan dengan Nailah terpaut 62 tahun.
Mereka hidup rukun, hidup bersama dalam cinta, padahal usia mereka terpaut sangat jauh. Jauh sekali. Beda generasi. Tapi mengapa mereka bersatu? Cocok dan klop? Apalagi kalau bukan keserasian jiwa.
Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda, “Jiwa-jiwa itu ibarat prajurit-prajurit yang dibariskan. Yang saling mengenal di antara mereka pasti akan saling melembut dan menyatu. Yang tidak saling mengenal di antara mereka pasti akan saling berbeda dan berpisah.” (H.r. Bukhari dan Muslim)
BACA JUGA: Hagia Sophia, Srebrenica, dan Al-Aqsha
Sesungguhnya yang jadi daya pikat antara yang satu dengan yang lain, selain faktor fisik adalah juga rasa dan jiwa. Ada kecocokan dalam banyak hal.
Kalau mengobrol, nyambung. Kalau bercanda, kena. Kalau curhat, nyaman. Tempat menyandarkan perasaan, mencurahkan isi hati, tempat bernaung, dan berlindung diri. Tenang dan tenteram.
Mari ingat kembali ungkapan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, “Cinta adalah kesamaan kehendak antara pihak yang dicintai dan pihak yang mencintai.” []