Oleh: Nurina P. Sari
saridwiyantoro@gmail.com
BEBERAPA bulan yang lalu, model senior Nadya Hutagalung lewat akun instagram pribadinya menarik perhatian publik lewat penampilan tak biasa. Dengan percaya diri ia memamerkan rambutnya yang memutih karena uban dan bare face nya yang menunjukkan flek dan garis kerutan khas perempuan usia paruh baya. Ia menuliskan bahwa dirinya berjuang untuk memilih antara harus mengikuti ekspektasi orang lain atau mengikuti perasaannya sendiri. Dan nyatanya, ia terlihat nyaman ‘menerima’ dirinya saat ini.
Sikap hidup Nadya Hutagalung, seorang ibu dengan tiga anak berbanding terbalik dengan pernyataan kontroversial dari Gita Savitri.
Hal ini berawal ketika Gitasav membalas pertanyaan netizen tentang rahasia awet mudanya, dia menjawab kalau rahasia awet mudanya karena tidak punya anak. “Not having kids is indeed natural anti aging. You can sleep for 8 hours every day, no stress hearing kids screaming. And when you finally got wrinkles, you have the money to pay for botox.”(“Tidak memiliki anak memang anti aging alami. Kamu bisa tidur selama 8 jam setiap hari. Tidak stres mendengar anak-anak berteriak dan ketika kamu akhirnya mulai keriput kamu punya uang untuk membayar botox.”). Tulisnya dalam akun instagram @gitasav pada Selasa, 7 Februari 2023.
Sontak saja jawaban Gita Savitri ini menuai reaksi keras di kalangan netizen. Meski berseloroh pernyataan itu ia tulis sebagai bentuk candaan, tetap saja netizen menimpali dengan serius mengingat sepak terjangnya yang seringkali melemparkan pernyataan demi pernyaataan kontroversial terkait dukungan terhadap LGBTQ tanpa rasa bersalah, childfree, stunting, dan terakhir tentang anti aging.
BACA JUGA: Atasi Masalah Penuaan dengan Puasa
Terlihat tua memang menjadi momok menakutkan kaum perempuan yang seringkali menilai diri dari penampilan. Perempuan juga sering sensitif kalau ditanya umur. Garis kerutan hingga penampakan uban membuat banyak perempuan kehilangaan kepercayaan diri bahkan membenci dirinya sendiri.
Tak heran, produk-produk skincare dengan tagline anti penuaan, cat rambut warna warni, berbagai jenis perawatan di klinik kecantikan, plastic surgery sampai ke Korea Selatan dan Thailand, hingga filter agar terlihat lebih muda dan baby face menjadi barang dagangan yang amat laku di pasaran.
Padahal di negeri-negeri Barat sana, tempat lahirnya peradaban yang menghambakan materi dan uang, sekaligus memprakarsai lahirnya kontes-kontes kecantikan,para perempuannya saja sedang gencar mengkampanyekan sudut pandang Aging Gracefully. Yakni sebuah persfektif baru yang menekankan agar seseorang mampu berpikir bahwa penuaan adalah sesuatu hal yang patut disyukuri dan diterima.
Dengan berpikir positif bahwa menjadi tua adalah sesuatu yang fitrah pada manusia, maka perempuan diharapkan akan lebih mencintai dirinya sendiri.
Perubahan pandangan ini belakangan sudah banyak terjadi di beberapa industri di negeri Barat dalam bidang kecantikan dan kesehatan. Brand-brand besar , seperti Dove, L’oreal, MAC Cosmetics, Neutrogena, dan masih banyak lagi mencoba sudah mengubah pandangan dan marketing brand tersebut mengenai penuaan, dari anti aging  menjadi aging gracefully untuk publikasi mereka.
Terbalik dengan pernyataan Gitasav yang justru menunjukkan cara berpikirnya yang rusak dengan berdalih dibalik kebebasan berpendapat. Selain rusaknya pemikiran, juga menunjukkan split personality dirinya. Dahulu ia berbusa-busa menyuarakan ekploitasi terhadap kecantikan perempuan, menentang keras terhadap opini body image yang seringkali di bangun oleh industri kapitalis, dan sebal ketika terjadi body shaming sesama perempuan.
Namun pernyataan terbarunya tentang anti aging justru menunjukkan kalau Gitasav sendiri menjadi korban dari pembentukan opini soal body image dan memprioritaskan fisik di atas segalanya tanpa ia sadari.
Gitasav hanyalah satu contoh perempuan muslimah urban yang menjadi korban sistem sekularisme kapitalis yang bukan hanya merusak cara berpikir perempuan,namun juga merusak fitrahnya sebagai seorang perempuan sekaligus ibu.
BACA JUGA: Ternyata Jilbab Perlambat Proses Penuaan!
Seorang perempuan yang sudah seharusnya di jaga,dilindungi, dididik dan bertumbuh dengan kasih sayang, justru ternodai noktah luka pengasuhan, tidak idealnya keluarga di masa lalu, minimnya peran ayah, hilangnya peran ibu,didikan keluarga yang jauh dari Islam, serta tuntutan keluarga yang hanya berorientasi pada materi dan duniawi turut membentuk karakter dan cara pandang seorang anak.
Perempuan jika sudah rusak fitrah keperempuanannya, bisa menghantarkan kepada trauma berkepanjangan bahkan membenci peran fitrahnya sebagai ummu wa robbatul bayt.
Jangankan menjadi ibu,mengurus rumah tangga saja jadi aib untuknya. Sehingga wajar jika banyak perempuan tak betah di dalam rumah. Mereka disibukkan diluar rumah membangun karir setinggi bintang, mengejar peran demi cuan dibanding harus menuruti fitrah keibuannya mendidik calon-calon pengisi peradaban.
Bukan salah mereka, bukan! Tapi salahkan kondisi kita saat ini yang hidup dalam sistem yang tidak manusiawi. Perempuan didorong untuk bergulat dalam penafkahan demi tujuan klise pemberdayaan ekonomi. Agar perempuan setara dengan laki-laki dan punya daya tawar tinggi. Padahal bullshit dengan semua itu.
Ide feminisme pun yang digadang-gadang mampu menyelamatkan perempuan, nyatanya justru menyebabkan perempuan jatuh terjerembab ke lubang yang dalam. Rumah tangga banyak hancur berantakan karena banyaknya istri tak mau dipimpin dan menolak taat pada suaminya, naluri keibuannya juga ikut merosot melihat anak-anak yang seharusnya menjadi penyejuk mata justru menjadi sumber stress orang tua.
Perempuan menjadi target empuk kapitalis, diperbudak dengan stigma kecantikan dan sentimen bentuk badan yang diciptakan oleh industri. Fitrah perempuan jadi rusak karena orientasinya yang berat pada kisaran polesan dan penampilan. Berlomba-lomba mereka menunjang tampilan fisik demi memenuhi standar kecantikan yang dibuat industri. Disinilah penyebab mereka takut punya anak, sebab badan aduhai dan payudara berisi hanya jadi mimpi. Tak sempat me time mereka pikir jadi sumber depresi.
BACA JUGA: Obat PenuaanÂ
‘Ala kulli hal. Mestinya perempuan semacam Gitasav yang sudah melalang buana ke penjuru dunia mampu berpikir global. Bukankah Jepang dan Korea saja sampai harus memberi tunjangan khusus demi menarik banyak pasangan agar mau menikah dan punya anak? Negara maju yang mengalami lost generation kebanyakan dibuat bingung karena jaminan sosial untuk lansia memberatkan APBN mereka akibat menurunnya produktivitas dan berkurangnya usia produktif.
Islam pun mengajarkan bahwa ketika manusia memasuki usia 40 tahun, Allah memerintahkan hambanya untuk banyak bersyukur (Lihat QS Al-Ahqaf ayat 15). Mensyukuri segala nikmat berupa nikmat iman dan nikmat jasad yang sudah Allah berikan di lebih dari separoh usia rata-rata manusia. Dan bentuk syukur itu adalah dengan memperbanyak ibadah kepada Allah ta’ala serta menyempurnakan ketaatan menjelang usia senja.
Maka, menua dengan rasa syukur dan bahagia, serta punya keturunan yang mampu melimpahkan perhatian dan kasih sayang di usia senja adalah keinginan fitrah setiap manusia. Tak ada insan yang mampu hidup sendiri di penghujung usia. Jika saja mampu, panti jompo sudah pasti kekurangan penghuninya. []
OPINI merupakan kiriman dari pembaca Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim OPINI Anda ke: redaksi@islampos.com atau islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.