Table of Contents
SAHABAT mulia Islampos, ada yang bertanya, “Apakah boleh melakukan puasa berturut-turut pada bulan Rajab sampai Ramadhan?”
Menyoroti pertanyaan ini, cendekiawan Muslim terkemuka dari Komite Al Azhar, Sheikh Atiyyah Saqr menjelaskan jawabannya.
1 Puasa Ramadhan
Puasa di bulan Ramadhan adalah wajib. Demikian pula puasa untuk memenuhi nazar, atau sebagai penebusan. Adapun jenis puasa lainnya, hanya dianjurkan saja. Nabi Muhammad ﷺ menganjurkan puasa sunah atau sukarela dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dalam dua sahih (Koleksi Otentik) dari Al-Bukhari dan Muslim.
Hadits tersebut berbunyi: “Sesungguhnya barang siapa yang berpuasa satu hari karena ridha Allah, Allah akan menjauhkan wajahnya dari api (neraka) selama (jarak yang ditempuh perjalanan) tujuh puluh tahun.”
Puasa Ramadhan sendiri memang dilakukan selama sebulan penuh.
BACA JUGA: Qadha Puasa Ramadhan, Sampai Kapan Waktunya?
2 Puasa Rajab dan Sya’ban
Selain puasa wajib, terdapat puasa sunah. Salah satu puasa sunah adalah puasa di bulan-bulan suci. Rajab adalah salah satunya, begitu juga Syaban. Akan tetapi, Ibnu Hajar meriwayatkan bahwa berpuasa di bulan Rajab dengan niat untuk membuatnya mirip dengan Ramadhan atau berpikir memiliki keistimewaan khusus yang berkaitan dengan bulan itu sendiri adalah tercela.
Ada hadits otentik tentang keutamaan puasa di bulan Syaban. Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah mengatakan bahwa Nabi biasa menjalankan puasa paling banyak di bulan Syaban; bahkan terlihat bahwa Nabi berpuasa sepanjang bulan itu.
Dalam sebuah riwayat tentang hal ini, diriwayatkan bahwa Nabi melakukan itu untuk merayakan mendekatnya bulan Ramadhan.
An-Nasa’i meriwayatkan bahwa Usamah ibn Zayd bertanya kepada Nabi, “Saya belum pernah melihat Anda menawarkan puasa dalam sebulan seperti yang Anda lakukan di Syaban.”
Nabi berkata, “Ini adalah bulan yang diabaikan orang-orang yaitu antara Rajab dan Ramadhan. Pada bulan itu amal dipersembahkan kepada Tuhan semesta alam, jadi saya suka amal saya disajikan saat saya berpuasa.”
Adapun puasa terus-menerus atau puasa di akhir Syaban dan menghubungkannya dengan Ramadhan, tidak dianjurkan berpuasa selama periode itu, karena dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, yang menjadi dasar pendapat Ash-Syafi`i, adalah dilarang berpuasa di dua hari sebelum Ramadhan.
Sekelompok perawi menceritakan sebuah hadits yang mengatakan Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak seorang pun dari kalian harus berpuasa satu atau dua hari sebelum bulan Ramadhan kecuali dia memiliki kebiasaan menjalankan puasa sunah (dan jika dia puasa bertepatan dengan hari itu), maka dia boleh berpuasa pada hari itu.”
Tidak ada hadits yang menjadikan puasa Rajab dan Syaban terus-menerus dan menghubungkannya dengan Ramadhan sebagai bid’ah yang tercela dalam agama.
BACA JUGA: Puasa Qadha Dicicil Senin-Kamis, Bolehkah?
Mengenai Sya’ban, Nabi biasa berpuasa di dalamnya. Namun demikian, ada anjuran bagi umat Islam untuk tidak membebani diri dengan berpuasa lebih dari yang dapat mereka tanggung.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, Aisyah meriwayatkan, Nabi tidak pernah berpuasa di bulan mana pun selain di bulan Shaban. Beliau biasa bersabda, “Lakukanlah amalan yang mudah kamu kerjakan, karena Allah tidak akan jemu (memberi pahala) sampai kamu jemu dan jemu (melakukan amal saleh).”
Selain itu, jika seseorang terus berpuasa dua bulan berturut-turut meskipun hal ini dapat mempengaruhi puasa di bulan Ramadhan, maka ia akan lalai terhadap hadits tersebut di atas.
Begitu juga dengan puasa karena nazar, karena akan membebani. Sedangkan puasa Rajab dan Sya’ban diperbolehkan bagi orang yang mampu berpuasa tanpa merasa lelah.
Selanjutnya, jika seorang istri ingin menjalankan puasa sunah, dia harus meminta izin suaminya. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim:
“Seorang wanita tidak boleh berpuasa (puasa opsional) kecuali dengan izin suaminya jika dia di rumah (tinggal bersamanya).” []
SUMBER: ABOUT ISLAM