SEKJEN DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan dengan tegas bahwa PDIP menolak adanya penundaan pemilu usai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Hasto mengatakan, PDIP menilai ada kekuatan besar yang menggunakan celah hukum untuk menunda pemilu.
“Karena itu kita tidak diam. Kita perjuangkan agar mekanisme demokrasi lima tahunan dapat dijalankan dengan tepat waktu, yakni 14 Februari 2024,” ungkap Hasto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (4/3/2023).
Penegasan Hasto ini terkait gugatan Partai Prima ke PN Jakarta Pusat yang kemudian dikabulkan untuk menunda pemilu yang jadwalnya pencoblosan pada 14 Februari 2024.
BACA JUGA: PN Jakpus Perintahkan Pemilu Ditunda, Ini Tanggapan Mahfud Md
Hasto menjelaskan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah mengingatkan dalam kehidupan tata pemerintahan negara, juga tata pemerintahan yang baik, harus kokoh dalam konstitusi dan UUD 1945, UU dan seluruh peraturan perundangan-undangan.
Pernyataan itu disampaikan Hasto usai Senam Cinta Tanah Air (SICITA) yang diadakan oleh DPD PDI Perjuangan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Hasto menyebut seluruh kader PDI Perjuangan percaya bahwa siapa pun yang ingin menabrak konstitusi dan berupaya menunda pemilu, akan mendapat perlawanan dari rakyat.
“Pihak manapun yang mencoba melakukan berbagai cara, termasuk mengunakan instrumen hukum untuk menunda pemilu akan berhadapan dengan kekuatan rakyat,” tegas Hasto.
Lebih jauh Hasto mengatakan bahwa alam pikir, alam gerak, dan alam rasa PDIP ini sejalan dengan seluruh gerak perjuangan sehari-hari. Termasuk dalam kegiatan senam SICITA yang dilakukan di DKI Jakarta.
Apa kaitannya senam SICITA dengan konstitusi? Hasto mengingatkan bahwa dalam konstitusi diatur adanya pemilu setiap lima tahun, terhitung per hari ini adalah H-346 sebelum 14 Februari 2024.
“Jadi perjuangan kita masih 346 hari, memerlukan energi yang besar. Memerlukan kedisplinan. Setiap tahapan-tahapan pemilu memerlukan satu keteguhan agar tak mudah loyo dalam mengikuti seluruh tahapan pemilu,” tandas Hasto.
“Maka senam SICITA mengajarkan kita suatu energi yang membangun endurance, membangun semangat, bahkan membangun kegembiraan kita untuk mengikuti seluruh tahapan pemilu yang melelahkan dan penuh kerja detail tersebut,” imbuh Hasto.
Terkait adanya gerakan menunda pemilu, Hasto menyebut ada kekuatan besar yang mencoba merombak tatanan demokrasi dan hukum di Indonesia. Kekuatan besar yang ditandai dengan putusan PN Jakarta Pusat ini pun perlu untuk diselidiki.
BACA JUGA: Hakim PN Jakpus Putuskan Tunda Pemilu, MA: Hakim Tidak Bisa Dipersalahkan
“Ada sebuah kekuatan besar yang mencoba menggunakan celah hukum, untuk melakukan suatu gerak yang pada dasarnya adalah inkontitusional untuk menunda pemilu,” jelas Hasto.
Padahal, kata Hasto, di situ bukanlah celah hukum. UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu mengajarkan bahwa setiap sengketa yang berkaitan dengan penetapan parpol peserta pemilu hanya bisa dilakukan melalui Bawaslu dan PTUN. Karena komisioner KPU adalah pejabat tata usaha negara.
“Karena itu menghadapi berbagai manuver-manuver dengan kekuatan yang harus kita selidiki, dari mana kekuatan itu yang mencoba menggunakan kekuatan hukum sebagai alat. Yang akan merombak seluruh tatanan demokratis yang diamanatkan oleh konstitusi bahwa pemilu harus diadakan setiap lima tahun sekali. Semuanya harus kita hadapi,” tegas Hasto. []
SUMBER: DETIK