INI adalah kisah pembunuhan terhadap salah satu sahabat terkasih Nabi, Ustman bin Affan.
Di tengah perjalanan menuju Mesir, rombongan melihat ada seorang pembawa surat yang bertingkah aneh. Sesekali ia menampakkan diri kepada rombongan, lalu pergi dan menghilang. Hal tersebut dilakukannya demi mencuri perhatian mereka, hingga rombongan Mesir pun menangkapnya.
Usai diinterogasi, diketahuilah bahwa orang tersebut pembawa surat khalifah Utsman bin Affan yang berstempel khalifah. Isi surat itu menyatakan seolah-olah khalifah memerintahkan gubernur Mesir agar membunuh seluruh rombongan yang kembali ke Mesir.
Mendengar hal ini, rombongan pun memilih mundur: memutuskan kembali ke Madinah. Dan anehnya, rombongan yang kembali ke Bashrah dan Kufah pun mendengar berita ini, mereka juga kembali ke Madinah.
BACA JUGA: Mushaf di Tangan Ustman bin Affan
Hingga Ali bin Abi Thalib akhirnya berkata, “Wahai penduduk Kufah dan Bashrah, bagaimana mungkin kalian mengetahui surat yang sampai pada rombongan Mesir. Kalian telah berjalan jauh, lalu kalian semua kembali pada kami. Sungguh, ini adalah perkara yang sudah kalian sepakati dari Madinah.”
Padahal sebelumnya beliau memiliki kesempatan untuk menghukumnya, tapi tak dilakukan. Adapun yang patut dicurigai pada saat itu ialah Khawarij -Hukaim bin Jabalah dan al-Asytar an-Nakha’i- tetap tinggal di Madinah setelah semua rombongan kembali ke negeri masing-masing.
Sementara yang lain menuduh Marwan bin al-Hakam (penulis dan pemegang stempel khalifah) berkhianat. Namun, jika seandainya memang iya, maka ia akan memerintahkan pembawa surat tuk pergi sejauh mungkin dari rombongan Mesir, bukan malah menampakkan batang hidung.
Lantas, sesampainya rombongan ke Madinah, mereka menunjukkannya kepada para sahabat Rasulullah yang ada di sana.
Setelah melihat surat tersebut, sebagian sahabat membawanya kehadapan Utsman dan bertanya padanya perihal surat tersebut di hadapan penduduk Mesir. Dan dengan nama Allah, Utsman bersumpah bahwa tidak melakukan hal demikian. Tapi pemberontak tak cukup sampai di situ.
BACA JUGA: Meneladani Sifat Utsman bin Affan RA
Mereka bertanya, “Bagaimana mungkin ada stempelmu di surat tersebut?”
Ustman bin Affan menjawab, “Bisa saja seseorang dipalsukan tulisan dan stempelnya.”
Mereka bertanya kembali, “Surat itu dibawa oleh budakmu dan ia menunggangi untamu?”
Ustman bin Affan menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengetahuinya sama sekali.”
Dan pemberontak memojokkan Ustman bin Affan (lagi) melalui perkataan yang menyakitkan. Padahal, seandainya surat itu ditulis tanpa sepengetahuan beliau, maka ini bukan berarti menunjukkan kelemahan beliau dalam pemimpin.
Mengingat Ustman bin Affan juga manusia yang dapat berbuat lalai, serta menjadi korban makar. Adapun surat ini juga bukanlah surat palsu pertama yang disebarkan para pemberontak.
BACA JUGA: Apa Apa di Antara Umar dan Ustman?
Diriwayatkan dari Masruq, Aisyah RA berkata ketika Ustman bin Affan terbunuh, “Kalian meninggalkannya bagaikan pakaian bersih dari noda, lalu kalian datang menyembelihnya seperti domba.”
Masruq berkata, “Ini sebab perbuatanmu. Engkau menulis surat pada masyarakat menyuruh mereka untuk memberontak padanya.”
Aisyah membantah, “Demi Allah, yang orang mukmin beriman pada-Nya dan orang kafir inkar pada-Nya. Aku tidak pernah menulis apa pun, hitam di atas putih sampai aku duduk di tempatku ini.” []
Sumber: Utsman Bin Affan: Tragedi Kematian Sang Khalifah/Abu Jannah/Pustaka Al-Inabah: Jakarta