BANYAK yang menyangka kalau Abu Lahab dengan Abu Jahal itu satu orang. Sebenarnya dua orang. Ada beberapa perbedaan Abu Lahab dan Abu Jahal. Persamaannya: keduanya memusuhi dakwah Nabi.
Abu Lahab itu paman Nabi Muhammad SAW, sedangkan Abu Jahal tidak ada hubungan darah dengan nabi. Nama Abu Lahab yang sebenarnya adalah Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, sedangkan nama Abu Jahal yang sebenarnya adalah Abdul Hakam bin Hisyam.
Perbedaan Abu Lahab dan Abu Jahal: Tentang Abu Lahab
Ia adalah tokoh kuffar Quraisy yang sangat membenci Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang dibawanya. Dialah yang mempermalukan Nabi di depan umatnya dengan ucapan yang hina, “Celaka engkau hai Muhammad! Apakah ini maksudmu mengundang kami kemari?” kata Abu Lahab dengan sangat marah saat nabi sedang berkhutbah di kaki bukit.
BACA JUGA: Kematian Abu Lahab yang Mengenaskan
Karena kelancangannya itulah, pada hari itu juga Allah mempermalukan Abu Lahab dengan turun Surat Al-Lahab : “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia! Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). Dan (begitu pula istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.” (QS. Al-Lahab : 1 – 4).
Abu Lahab ketika itu tidak sendiri, ada lagi kawan setianya Abu Jahal, Walid bin Mughirah Al-Makhzumi, ‘Ash bin Wail As-Sahmi, Amru bin Hisyam, Abdul Azza, Nadhar bin Harits, Uqbah bin Abi Mui’th, Ubay bin Khalaf, Umayyah bin Khalaf, dan lain-lain.
Perbedaan Abu Lahab dan Abu Jahal: Tentang Abu Jahal
Nama aslinya Abdul Hakam bin Hisyam. Sejak sama-sama remaja Abu Jahal senantiasa mengolok-olok Muhammad. Pernah juga keduanya berkelahi, Abu Jahal kalah dan terkilir lututnya. Ia sangat dendam kepada Muhammad.
Abu Jahal pernah melamar Khadijah binti Khuwailid, tetapi Khadijah menolak lamaran tersebut. Beberapa bulan kemudian, Muhammad meminang Khadijah dan langsung diterima. Hati Abu Jahal semakin dengki kepada Muhammad. Setelah orang-orang lemah masuk Islam, Abu Jahal memproklamirkan dirinya sebagai preman kota Makkah. Orang-orang dhuafa yang masuk Islam semua mendapat penyiksaan pedih dari Abu Jahal. Yasir dan irtirnya Sumiyyah mendapat siksa sampai syahid di tangan Abu Jahal.
Isra’ Mi’raj terjadi pada 27 Rajab, tahun ke-12 dari kenabian atau 2 tahun sebelum Hijriyah. Setelah Isra’ Mi’raj Rasulullah mengajak manusia supaya percaya kepada kisah perjalanan yang menakjubkan itu.
Banyak orang yang tidak percaya, termasuk Abu Jahal. “Bohong kau Muhammad, bagaimana mungkin dalam satu malam saja kamu bisa ke Baitul Maqdis? Kalau kau benar-benar sampai di sana, coba kau ceritakan apa yang kau lihat dalam perjalanan.” Muhammad bercerita sesuai dengan yang dilihatnya secara akurat. Orang ramai membenarkan kecuali segelintir para munafiq dan Abu Jahal. “Itu sihir yang nyata!”, teriak Abu Jahal.
Perbedaan Abu Lahab dan Abu Jahal: Sama Jahatnya pada Nabi
Kemudian Abu Jahal dan anak buahnya selalu menganggu orang-orang yang shalat. Mereka sering melemparkan orang-orang shalat dengan tahi unta, kotoran kambing, dan sebagainya. Mereka ramai dan sering mengejek orang-orang Islam dan Muhammad SAW, namun demikian, nabi dan pengikutnya tetap bersabar dan tidak melawan orang jahil yang berkelompok itu.
BACA JUGA: Kisah Abu Jahal dan Iblis
Suatu hari, Abu Jahal sendiri yang ingin membinasakan Nabi Muhammad SAW. Ketika nabi sedang sujud, Abu Jahal muncul mengendap-ngendap dengan batu besar di tangannya. Ia ingin menghantam kepala Nabi agar pecah.
Tiba-tiba ia melihat seekor unta raksasa yang ingin menelannya. Abu Jahal ketakutan sambil melepaskan batu dan lari terbirit-birit, sampai terkencing dan terberak dalam celana. Sampai di rumah ia pingsan beberapa saat.
Dasar orang jahil, Abu Jahal belum merasa jera, ia terus merongrong Muhammad, dan dia pula yang merancang siasat agar Muhammad dibunuh atau diusir dari Makkah. Ketika Muhammad telah hijrah, Abu Jahal berpesta pora. Ia merasa dirinya sudah menang dan merasa cukup. Allah berfirman tentang Abu Jahal ini, “Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-‘Alaq : 6 – 7). []
Sumber: Koran Serambi Indonesia, sekitar tahun 1990-an