ERIC Schrody memutuskan berislam justru saat dia berada di puncak kariernya. Raper asal AS ini mengenal Islam bermula saat ia menjalin percintaan dengan sang kekasih, asal Los Angeles Divine Styler, raper asal AS, yang ketika itu ternyata sedang mendalami agama ini. Scrhody masih ingat betul, peristiwa itu terjadi pada 1980-an.
Begitu sang kekasih bersyahadat, Schrody masih menanggapinya secara santai dan wajar. Bahkan ia sempat menemani pujaan hatinya itu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Setelah menyatakan berislam, kekasihnya tersebut memilih tinggal dengan keluarga sang guru, yaitu Abdullah Bashir. Schrody menganggap angin lalu ucapan syahadat yang diikrarkan oleh sang kekasih.
“Saya mendengar kalimat syahadat, lalu saya bertanya, ‘Apa ini? Saya orang kulit putih, dapatkah saya berada disini? Apakah Anda tahu di sini Amerika, Islam hanya untuk orang kulit hitam,” katanya.
Namun, celotehannya tersebut berujung pada jawaban yang justru menambahnya kian yakin, yaitu tak sedikit warga yang berkulit putih telah memeluk Islam di dunia ini.
Rasa penasaran di benak Schrody terhadap Islam semakin menguat. Terlebih begitu mendengar rekaman Warith Deen Muhammad, anak dari pendiri gerakan Nation of Islam, yaitu Elijah Muhammad. Seketika Schrody merasa kepalanya seperti dibom saat mendengar bahwa tuhan yang diyakininya selama ini ternyata adalah manusia.
Rekaman pidato Warith jelas menegaskan bahwa tuhan yang ia yakini selama ini, tak ubahnya seperti dirinya, manusia biasa. Seketika itu juga Schrody berikrar syahadat.
Schrody mulai berpikir, dengan segala yang dimilikinya, dia tetap tidak merasa bahagia. Setelah melakukan intropeksi diri, ternyata pria kelahiran New York 47 tahun lalu ini, menyadari masih menjalani hidupnya dengan tidak benar.
Kemudian ia shalat dan berbicara kepada seseorang bernama Abdullah. Ia pun kembali mengucapkan syahadat dan berniat melakukan yang terbaik dalam beribadah. Ia meneguhkan komitmen berubah. Berhenti memukuli diri sendiri akibat pengaruh alkohol dan tidak menggunjingkan keburukan orang lain.
Sejak saat itu, ia berani mengakui ketika ada orang bertanya padanya bahwa dirinya seorang Muslim. “Saya Muslim, tetapi saya masih penuh dengan dosa dan saya mencoba pelan-pelan menjauhi dosa tersebut,” kata Schrody.
Keputusannya menjadi Muslim bukan datang dari tekanan siapa pun. Menurut Shcrody, Islam memang pantas untuknya. Allah adalah Tuhan alam semesta. Islam merupakan hubungan antara seorang hamba dan Tuhannya. Sehingga, tidak ada yang bisa menekannya terkait agamanya.
Bahkan saat shalat di masjid, Scrody merasa seperti di rumah dan selalu disambut dengan hangat. Padahal, masjid bukan hanya miliknya. Ketika ia berkunjung ke masjid di beberapa negara pun ia merasa nyaman.
Seperti masjid di New York, masjid di sana besar dan banyak orang yang datang, sehingga tidak ada yang terlalu memerhatikannya. Begitu juga saat ia berkunjung ke Cina, Korea, dan Spanyol.
Meski terkadang saat berada di masjid ia satu-satunya jamaah yang berkulit putih, baginya tak masalah. Semua baik-baik saja. Awalnya, ia sempat berpikir akan ada perlakuan berbeda, apalagi ketika dia shalat Jumat untuk pertama kalinya.
Ia diajak temannya shalat Jumat di Brooklyn, New York. Ia justru merasa gugup ketika berada di lingkungan sekitar, bukan di masjid. Saya merasa senang, saya tidak merasa berbeda dari orang lain ketika di masjid, ujarnya.
Respons keluarga terhadap keputusan Schrody memeluk Islam sungguh di luar dugaan. Meski dibesarkan di lingkungan Katolik, tetapi ibunya ternyata berpikiran sangat terbuka. Ibunya menyambut bahagia karena anaknya memiliki Tuhan dalam hidupnya.
Sang ibu, pernah melihatnya sedang shalat. Ibunya pun sangat bersyukur, terutama kepada Styler yang mengenalkan Islam kepada anaknya tersebut, hingga menjadi orang yang paling dikaguminya. Ibunya merasa berkat temannya itu, Schrody menjadi lebih baik.
Berbeda saat masa anak-anak, mereka berdua terkenal sebagai bocah yang liar. Pergi pesta, bertengkar, dan melakukan apa pun sesuka mereka dengan sikap kasarnya. Namun, ternyata Islam mengubah Schrody menjadi sosok yang tenang.
Schrody mengatakan, banyak orang menertawakan hal yang sebenarnya mereka tidak mengerti atau jika mereka mengerti, keimanan mereka akan goyah. Masalahnya adalah tidak ada seorang pun yang bisa berpura-pura bahwa mereka sebenarnya tidak memahaminya termasuk dalam agamanya. Namun, ia tidak pernah menemukan hal sederhana kecuali pada Islam. []
Sumber: republikaÂ