SUKA berfoto? Atau, hobi fotografi? Ketahui dulu, bagaimana hukum fotografi dalam Islam.
Fotografi dapat menghasilkan gambar. Aktivitas ini berkembang pesat dari waktu ke waktu. Banyak orang yang melakoninya. Fotografer pun jadi profesi yang cukup menjanjikan.
Bukan hanya fotografer profesional, yang amatir pun berlomba-lomba menghasilkan karya yang indah dipandang mata, didukung dengan semakin canggihnya kamera di ponsel pintar.
Setiap orang yang memiliki ponsel pintar seolah tidak mau kalah dengan fotografer profesional dalam hal mengabadikan berbagai momen dan tampilan dalam bentuk gambar.
BACA JUGA: Hukum Shalat Pakai Pakaian Najis
Namun bagaimana hukum fotografi dalam Islam? Apakah pekerjaan tersebut boleh dilakukan atau justru diharamkan?
Hukum Fotografi dalam Islam: Jika Identik dengan Makhluk Hidup
Fotografi kan terkait erat dengan karya berupa foto yang identik dengan gambar makhluk hidup.
Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda:
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah tukang penggambar” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan, dari Abdullah bin Umar, dia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lantas, bagaimana hukum fotografi dalam Islam?
Sebelumnya, perlu diketahui beda melukis dengan mengambil foto. Melukis dan memotret itu berbeda. Memotret itu sama seperti asli (layaknya cermin). Melukis itu mesti mereka-mereka.
Sa’id bin Abil Hasan berkata, “Aku dahulu pernah berada di sisi Ibnu Abbas RA Ketika itu ada seseorang yang mendatangi beliau lantas ia berkata, “Wahai Abu Abbas, aku adalah manusia. Penghasilanku berasal dari hasil karya tanganku. Aku biasa membuat gambar seperti ini.”
Ibnu ‘Abbas kemudian berkata, “Tidaklah yang kusampaikan berikut ini selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah ﷺ. Aku pernah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan ruh tersebut selamanya.”
Wajah si pelukis tadi ternyata berubah menjadi kuning.
Kata Ibnu ‘Abbas, “Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh.” (HR. Bukhari)
Hukum Fotografi dalam Islam: Penjelasan dalam Hadist
Diantara dalilnya adalah hadits berikut:
وعَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي الحَسَنِ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا عَبَّاسٍ، إِنِّي إِنْسَانٌ إِنَّمَا مَعِيشَتِي مِنْ صَنْعَةِ يَدِي، وَإِنِّي أَصْنَعُ هَذِهِ التَّصَاوِيرَ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لاَ أُحَدِّثُكَ إِلَّا مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ سَمِعْتُهُ يَقُولُ مَنْ صَوَّرَ صُورَةً، فَإِنَّ اللَّهَ مُعَذِّبُهُ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا» فَرَبَا الرَّجُلُ رَبْوَةً شَدِيدَةً، وَاصْفَرَّ وَجْهُهُ، فَقَالَ وَيْحَكَ إِنْ أَبَيْتَ إِلَّا أَنْ تَصْنَعَ، فَعَلَيْكَ بِهَذَا الشَّجَرِ، كُلِّ شَيْءٍ لَيْسَ فِيهِ رُوحٌ
Dari Sa’id bin Abi Al Hasan berkata, Aku pernah bersama Ibnu ‘Abbas ketika datang seorang kepadanya seraya berkata; “Wahai Abu ‘Abbas, pekerjaanku adalah dengan keahlian tanganku yaitu membuat lukisan seperti ini”.
Maka Ibnu ‘Abbas berkata: “Yang aku akan sampaikan kepadamu adalah apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah ﷺ. Yaitu beliau bersabda: “Siapa saja yang membuat gambar ash-shurah, Allah akan menyiksanya hingga dia meniupkan ruh (nyawa) kepada gambarnya itu dan sekali-kali dian tidak akan bisa melakukannya selamanya”.
BACA JUGA: Hukum Jima di Kamar Mandi
Maka orang tersebut sangat ketakutan dengan wajah yang pucat pasi. Ibnu Abbas lalu berkata: “Celaka engkau, jika engkau tidak bisa meninggalkannya, maka gambarlah olehmu pepohonan dan setiap sesuatu yang tidak memiliki ruh (nyawa).” (HR. Bukhari)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini dibedakan antara gambar hewan (yang memiliki ruh, pen) dan bukan hewan. Hal ini mengandung pelajaran bahwa boleh saja menggambar pohon dan benda logam di baju atau kain, dan menggambar yang lain (yang tidak memiliki ruh, pen).” (Majmu’ah Al-Fatawa, 29:370)
Hukum Fotografi dalam Islam:
Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa hukum kebolehan foto tetap dengan syarat, yaitu objek foto tidak terbuka aurat, dan tidak menimbulkan syahwat.
Jika seseorang memiliki foto yang auratnya tidak tertutup penuh, Ali Jum’ah menyarankan agar orang tersebut berusaha hanya mahramnya yang melihat foto tersebut.
Jika ia sudah berusaha maksimal, kemudian ada orang lain yang bukan mahramnya melihatnya, menurut Ali Jum’ah, hal tersebut tidak dihitung sebagai perbuatan maksiat.
Sehingga, pada era modern seperti saat ini dengan fenomena selfie, orang-orang wajib berhati-hati. Agar foto-foto yang dihasilkan terbebaskan dari foto yang mengumbar aurat atau menimbulkan syahwat.
Berikut dua hukum fotografi dalam Islam:
Hukum Fotografi dalam Islam: Haram
Pendapat yang pertama, diharamkan memotret dan hasil fotonya, kecuali untuk suatu yang penting seperti paspor, KTP, ijazah, dan dokumen penting lainnya. Alasannya, karena memotret sama dengan menggambar.
BACA JUGA: 2 Hukum Muslim Tidak Bisa Baca Al-Quran
Hukum Fotografi dalam Islam: Boleh
Pendapat yang kedua, fotografi itu hukumnya dibolehkan selagi memenuhi kaidah berikut:
Hukum Fotografi dalam Islam: Bukan foto pria atau wanita yang membuka aurat
Tidak mengandung unsur yang melanggar syariat baik dalam proses pengambilan gambar maupun penggunaan foto tersebut.
Hukum asalnya, memotret itu boleh. Menjual hasil pemotretan juga boleh, selama memperhatikan kaidah umum syariat Islam dalam pemotretan. []
SUMBER: RUMAYSHO