WAKIL Ketua MPR-RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menanggapi persoalan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, di Indramayu, Jawa Barat yang masih bergulir. Menurutnya sesuai UU Pesantren, ponpes yang didirikan oleh Syeikh Abdussalam Panji Gumilang itu memungkinkan untuk dilakukan pembubaran atau pencabutan izinnya oleh Kementerian Agama (Kemenag) berdasarkan ketentuan hukum.
“Indonesia adalah negara hukum, siapa pun tanpa kecuali harus melaksanakan dan mengikutinya dengan benar. UU Pesantren memberikan hak untuk mengizinkan berdirinya pesantren atau mencabut izin pesantren kepada Kemenag. Kemenag sudah pernah mencabut izin pesantren di Bandung (Pesantren Manarul Huda) dan pesantren di OKU Sumsel (Pesantren Darul Ulum) karena kejahatan moral yang dilakukan pimpinan pesantren, itu sudah dibuktikan kesalahannya secara hukum,” ucap Hidayat dalam keterangannya, Selasa (5/7/2023).
Hidayat mengatakan ponpes yang berdiri sejak tahun 1999 tersebut tengah menghadapi perkara hukum di Bareskrim, masalah administrasi di Kemenag, dan sikap dari MUI Indramayu dan PWNU Jawa Barat yang mengharamkan pengiriman santri. Selain itu, tim investigasi Pemprov Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat, dan MUI Jawa Barat juga merekomendasikan agar Ponpes Al-Zaytun dibubarkan.
BACA JUGA:Â Bareskrim Panggil Pimpinan Ponpes Al-Zaytun Panji Gumilang Hari Ini
Dia juga mengingatkan masalah kontroversi pimpinan Ponpes Al-Zaytun sudah lama meresahkan dan menjadi perhatian masyarakat. Adapun kontroversi yang meresahkan di antaranya adalah Panji Gumilang menyebut Al-Quran bukan kalam Allah, tapi kalam nabi karena Allah tidak berbahasa Arab.
Hidayat menilai hal itu masalah mendasar karena iman kepada kitab-kitab Allah termasuk Al-Quran adalah bagian dari rukun Iman. Bila dinyatakan bahwa Al-Quran bukan kalam Allah tapi kalam Nabi yang juga makhluk, maka itu menurunkan tingkatan Al-Quran, dan menyamakannya dengan kreasi makhluk yang lain. Itu sudah keluar dari akidah ahlussunnah wal jamaah yang berlaku di pesantren-pesantren mu’tabar di Indonesia.
Tak hanya itu, Panji Gumilang juga dikabarkan menyuarakan bahwa ibadah haji, salah satu rukun Islam, tidak harus dilakukan ke Makkah. Sebab ibadah haji bisa dilakukan di Indonesia. Panji menilai karena Indonesia juga tanah suci.
Pandangan tersebut dinilai tidak benar dan menyimpang dari ajaran Rasulullah, ulama-ulama Islam, serta kitab-kitab mu’tabar (standar) yang diajarkan di semua pesantren di Indonesia. Karena itu, Hidayat bersimpati pada para santri bila terkait dengan rukun iman dan rukun Islam saja diajarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip ajaran agama Islam yang berlaku.
Belum usai, berbagai kontroversi bermasalah dari ajaran Panji Gumilang juga dapat dilihat dengan melaksanakan salat Idul Fitri secara bercampur pria dan wanita di shaf pertama yang juga dihadiri nonmuslim. Kemudian salat dibuat berjarak dengan alasan bau badan, cara melantunkan azan, pendapatnya soal masjid, salam dengan bahasa Ibrani (Yahudi) serta pernyataannya soal ‘Madzhab Soekarno’.
“Semakin lama Panji Gumilang malah makin berani mendemonstrasikan sikap dan tindakan beliau yang tidak sesuai dengan arus utama pesantren dan sikap beragama umat Islam di Indonesia umumnya. Panji Gumilang tidak mengambil ibrah (pelajaran) bahwa selama ini tidak ditindak oleh hukum atas berbagai kontroversi yang terjadi sebelumnya. Padahal Panji Gumilang sebagaimana diakuinya sendiri, pernah dikurung ditahan selama 10 bulan dipenjara, itu pada tahun 2015 karena kasus ‘pemalsuan’ dokumen Yayasan Pendidikan Islam (YPI),” ungkap Hidayat.
“Kalau tidak ada koreksi seperti ada pembenaran atas berbagai penyimpangan ajarannya,” imbuhnya.
Atas hal itu, HNW mendukung langkah kepolisian, Kemenag, MUI (Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat dan MUI Pusat), juga Pemprov dan Gubernur Jawa Barat untuk menangani kasus Panji Gumilang dengan serius. Termasuk mengambil tindakan hukum yang tegas sesuai prinsip Indonesia sebagai negara hukum.
“Saya apresiasi langkah hukum yang dilakukan oleh Kepolisian. Apalagi otoritas keagamaan (MUI dari kabupaten, provinsi dan pusat) juga sudah menyampaikan sikapnya. Sekarang bahkan Bareskrim sudah memanggil dan memeriksa Panji Gumilang, dan sudah menaikkan ke tingkat penyidikan. Artinya proses hukum dijalankan. Dan begitulah yang semestinya dahulu juga dilakukan terhadap HTI dan kemudian FPI. Karena Indonesia adalah negara hukum yang mengakui pentingnya keadilan hukum dengan segala prosesnya. Hal yang sangat perlu dilakukan dan dibuktikan oleh penegak hukum termasuk dari kepolisian,” ujar HNW.
BACA JUGA:Â Panji Gumilang Ogah Jawab Tim Investigasi dan Tolak Bertemu MUI
HNW menambahkan tindak tegas juga dilakukan untuk mengoreksi kontroversi ajaran yang dinyatakan oleh Panji Gumilang pimpinan Al-Zaytun.
“Apabila Panji Gumilang terbukti bersalah secara hukum, dan kembali terkena sanksi hukum, maka tugas Kemenag untuk memberlakukan kewenangannya bersama Pemprov Jawa Barat, dan MUI serta para Ulama/Ormas Islam agar mempersiapkan langkah-langkah terkait kelanjutan pendidikan agama dan nasib santri dan pesantren Al Zaytun sebagai pesantren. Yaitu lembaga pendidikan agama Islam agar tak lagi mengajarkan hal-hal yang kontroversial, tidak baku di pesantren, dan menimbulkan kegaduhan di tengah umat,” kata HNW
“Pesantren mestinya hanya mengajarkan kepada para santrinya hal-hal yang sesuai dengan ajaran dan spirit pesantren dalam berbagai jenisnya yang diakui oleh UU Pesantren, dalam rangka meningkatkan keimanan, ketakwaan, ilmu serta akhlak mulia. Hal tersebut dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai ketentuan UUD NKRI tahun 1945,” pungkasnya. []
SUMBER: DETIK