APA hukum cerai dalam kondisi marah?
Talaq atau cerai merupakan perkara yang halal tapi dibenci Allah swt. karena itu sepatutnya berhati-hati dalam mengeluarkan kata cerai atau sejenisnya yang mengakibatkan jatuh talaq. Terlebih bila mengingat bagaimana pernikahan itu terjadi dengan mengikat diri dalam prosesi suci atas nama Allah swt.
Karena itu Rasulullah saw mengecam bercanda dalam perceraian, karena bermakna jatuh talaq. Rasulullah saw bersabda, “Tiga perkara, seriusnya dihukumi serius dan candanya tetap dihukumi serius, yaitu; nikah, perceraian, dan rujuk.” (HR. Abu Daud)
Hukum Cerai dalam Kondisi Marah: Pendapat Ulama
Para ulama berpendapat, bahwa jika talaq dijatuhkanan saat terjadi pertengkaran yang hebat, memuncak hingga dapat menghilangkan kendali diri (di luar batas kesadaran), yang mengakibatkan suami tidak sadar apa yang ia katakan dan tanpa proses berpikir, maka belum jatuh talaq.
BACA JUGA: Perlu Diketahui, 4 Alasan Allah SWT Benci Perceraian
Hal ini berlandaskan sabda Rasulullah ﷺ, “Talaq tidak jatuh pada saat ighlaq.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Ighlaq diartikan ulama sebagai kondisi kemarahan yang tinggi, memuncak. Sehingga mengakibatkan hilang kendali diri dan membuat seseorang mengatakan perkataan yang tidak diinginkannya.
Sejalan dengan hadits tersebut, Dr. Yusuf Qadhawi berpendapat, bahwa level marah yang mengakibatkan tidak jatuhnya thalaq adalah pada posisi puncak, tidak sebagaimana biasanya.
Namun jika kondisi marah tidak sampai puncak, atau pertengkaran yang masih bisa mencerna yang dikatakan dan ada proses berpikir, maka talaq itu jatuh.
Hukum Cerai dalam Kondisi Marah: Mengenai Rujuk
Adapun mengenai rujuk (dalam talaq raj’i), rujuk menjadi hak suami sebagaimana difirmankan Allah swt, “Suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka itu menghendaki islah.” (al-Baqarah: 228)
Rujuk menjadi hak suami, tapi perlu digarisbawahi harus ada kesepakatan untuk islah (ada upaya perbaikan) atas permasalahan yang mengakibatkan terjadinya talaq.
Dalam rujuk, syariat tidak mensyaratkan adanya saksi sebagaimana halnya dalam talaq. Sementara ayat yang berbunyi, “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujuklah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik. Persakisikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kami tegakkan persaksian itu karena Allah.” (ath-Thalaq: 2)
BACA JUGA: 7 Tipe Istri yang Sering Diceraikan Suami
Para ulama memahami dengan hanya menghukumi sunnah adanya saksi dalam rujuk. Sunnah, karena saksi menjadi penting agar terhindar dari pengingkaran salah satu dari mereka di kemudian hari. Artinya, suami cukup dengan mengatakan kepada istrinya bahwa ia rujuk, dan istri menerimanya.
Hukum Cerai dalam Kondisi Marah: Jika Suami Menggauli pada Masa Rujuk
Bahkan ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa jika suami menggauli istri pada masa rujuk, maka hal ini termasuk bagian dari rujuk. Termasuk kategori rujuk amali (rujuk dengan adanya perbuatan).
Karena bentuk menggauli sebagai makna melegitimasi suami merujuk istrinya. Namun, dengan adanya perkataan tentu lebih utama secara syari’i, dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Wallahu’lam. []