BADAN Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusulkan untuk membahas opsi penundaan Pilkada 2024 yang sudah dijadwalkan digelar pada November 2024. Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang menegaskan Bawaslu mengada-ada.
“Usul Bawaslu menyangkut penundaan Pilkada Serentak 27 November 2024 dengan alasan Presiden baru dilantik dan masalah keamanan menurut saya mengada-ada dan bukan ranah bawaslu,” kata Junimart saat dihubungi, Kamis (13/7/2023).
Junimart juga menyoroti sikap Bawaslu yang tiba-tiba berubah menjadi tidak mendukung Pilkada diadakan 2024. Menurutnya, selama rapat kerja hingga rapat dengar pendapat di Komisi II DPR, Bawaslu tidak pernah keberatan.
BACA JUGA: Cerita Prabowo Kurang Puas Hasil Pemilu 2014-2019, Tapi Gak Mau Dongkol Terus
“Beberapa kali Raker dan RDP dengan penyelenggara Pemilu (termasuk Bawaslu) pembahasan tentang penentuan jadwal Pilkada Serentak 2024 di Komisi II DPR-RI tidak pernah berkeberatan,” ucapnya.
“Kenapa harus sekarang Bawaslu membuat statement begini? Sebaiknya Bawaslu profesional fokus kerja saja sesuai aturan untuk persiapan tahapan Pilpres dan Pileg,” lanjutnya.
Tak hanya itu, Junimart juga menilai keamanan bukanlah ranah Bawaslu. Dia menegaskan itu ranah penegak hukum.
“Masalah keamanan urusan penegak hukum bukan Bawaslu. Bawaslu hanya mengawasi pelaksanaan, penyelenggara, peserta Pemilu,” tegasnya.
Pernyataan Bawaslu
Sebelumnya, Bawaslu mengusulkan untuk membahas opsi penundaan Pilkada 2024 yang sudah dijadwalkan digelar pada November 2024. Apa alasannya?
Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Rabu (13/7/2023). Bagja mengungkap sejumlah kekhawatirannya jika Pilkada digelar November 2024.
“Kami khawatir sebenarnya Pemilihan 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti,” kata Bagja keterangannya, Kamis (13/7).
“Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak,” sambungnya.
Dia juga menyinggung sejumlah potensi gangguan jika Pilkada 2024 digelar bersamaan. Salah satunya, kata Bagja, ialah masalah keamanan.
BACA JUGA: Anis Matta: Putusan Pemilu Terbuka Memperkokoh Keberadaan MK sebagai Penjaga Demokrasi
“Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan kemanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa,” ujar dia.
Bagja juga menyebut ada beberapa masalah lain seperti pemutakhiran data pemilih, pengadaan dan distribusi logistik Pilkada seperti surat suara, dan beban kerja penyelenggara Pemilu yang terlalu tinggi. Selain itu, dia juga menyinggung belum optimalnya sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait Peraturan KPU (PKPU) dan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu).
“Data pemilih ini banyak sekali masalah, sampai-sampai satu keluarga beda TPS (tempat pemungutan suara) saja malah sampai marah-marah. Begitu juga surat suara, itu banyak permasalahannya misalnya kekurangan surat suara dari TPS A ke TPS B itu juga bisa menimbulkan masalah,” ungkapnya. []
SUMBER: DETIK