ANIES Baswedan mengungkapkan kritikan soal ketimpangan di Indonesia yang masih sangat besar. Bakal calon Presiden Koalisi Perubahan itu menilai ketimpangan akan sangat terlihat bila melihat Indonesia secara keseluruhan di malam hari.
Menurutnya, perekonomian suatu daerah bisa dilihat dari gelap atau terangnya daerah tersebut di malam hari. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, dirinya ingin melihat Indonesia terlihat menyala terang dari udara secara merata.
“Jadi visi yang kita ingin tawarkan ke depan, kita ingin di malam hari seluruh kota di Republik Indonesia terlihat menyala terang dari udara. Jadi jangan sampai kota-kota ini gelap, kalau gelap perekonomiannya rendah, kontribusinya rendah. Dan tentu saja PLN harus siapkan suplainya,” katanya saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVI Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Makassar, Kamis (13/7/2023).
BACA JUGA:Â Kritik Sistem Pendidikan RI, Anies Sebut Kesejahteraan Guru Harus Diperhatikan
Anies mengatakan, penampakan Indonesia dari udara di malam hari adalah gagasan awalnya dalam perencanaan Indonesia ke depannya. Dia sempat memperlihatkan bagaimana kondisi kota-kota di Indonesia pada malam hari.
Kondisinya, Pulau Jawa menjadi daerah yang paling terang sendiri dibandingkan daerah lain. Di Sumatera hanya ada titik kecil yang terang, sementara di Pulau Kalimantan menurutnya yang paling terang justru di Serawak yang merupakan wilayah negara tetangga Malaysia.
Dalam kritiknya itu, Anies menyinggung keras soal ketersambungan listrik yang belum merata. Apakah klaim Anies benar? Begini datanya.
Adapun untuk mengukur tingkat ketersambungan listrik dapat diukur dengan rasio elektrifikasi. Rasio elektrifikasi adalah perbandingan jumlah pelanggan rumah tangga yang memiliki sumber penerangan baik dari listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun listrik non-PLN dengan jumlah rumah tangga.
Sejauh ini, berdasarkan data Kementerian ESDM, dikutip Sabtu (15/7/2023), pencapaian Rasio Elektrifikasi 2022 di seluruh Indonesia sebesar 99,63%. Jumlahnya, meningkat 1,8% dari 2021 yaitu 99,45%.
Artinya, sejauh ini bila bicara soal tingkat ketersambungan listrik sebetulnya di sudah hampir 100% wilayah di Indonesia yang dialiri listrik. Hanya bersisa 0,57% wilayah saja yang belum dialiri listrik.
Namun, menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, permodelan yang dilakukan Anies untuk mengukur ketimpangan dari ketersambungan listrik memang sudah sering digunakan oleh banyak pihak.
“Ketimpangan kelistrikan ini juga bisa menggambarkan bagaimana ketimpangan antar wilayah dan di beberapa paper ini digunakan untuk misalnya melihat bagaimana ketimpangan antara dua negara ataupun suatu negara dengan beberapa kota di dalamnya,” terang Yusuf Rendy kepada detikcom, Sabtu (15/7/2023).
Artinya, ketimpangan yang digambarkan Anies lewat kata gelap dan terang memang benar adanya. Sejalan dengan itu, Yusuf Rendy pun mengatakan ketimpangan antar wilayah memang relatif sangat tinggi saat ini.
“Menganalisis ketimpangan melalui ukuran satelit pencahayaan listrik dan juga penghitungan ukuran ketimpangan wilayah sebenarnya hasilnya linear. Artinya seperti Indonesia sudah dijelaskan di atas bahwa ukuran ketimpangan wilayah itu memang relatif masih tinggi,” ungkap Yusuf Rendy.
Melihat ketimpangan di Indonesia bisa dilihat dari gini ratio. Gini ratio mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk yang dihitung dengan skala 0 sampai 1. Bila angka gini ratio mendekati 1 berarti semakin timpang, sementara bila angka gini ratio mendekati 0 maka ekonomi semakin merata.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat gini ratio di Indonesia terakhir pada September 2022 sebesar 0,381, turun 0,003 poin dari Maret 2022 0,384.
Nyatanya masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang gini ratio-nya berada di atas level rata-rata nasional. Paling tinggi adalah DI Yogyakarta yang mencapai angka 0,459, kemudian Gorontalo dengan angka 0,423, lalu DKI Jakarta dan Jawa Barat berada di level 0,412.
Menurut Yusuf Rendy Manilet untuk menanggulangi masalah ketimpangan ini cara yang harus dilakukan adalah melakukan penciptaan lapangan kerja secara lebih merata.
BACA JUGA:Â Respons Anies soal Nama Yenny Wahid Masuk di Bursa Cawapresnya
“Salah satu upaya yang kemudian perlu dilakukan dalam menanggulangi ketimpangan ialah bagaimana penciptaan lapangan kerja itu bisa kita secara merata. Baik itu di kota maupun di desa,” sebut Yusuf Rendy.
“Di level pusat kebijakan penanggulangan kemiskinan dan juga pencipta lapangan kerja merupakan beberapa hal yang dilakukan,” lanjutnya.
Dia juga mengatakan pemerintah daerah juga harus ikut andil untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi. Misalnya saja dengan cara mempercepat realisasi investasi ke suatu daerah sehingga lapangan kerja bisa lebih merata.
“Di level daerah perlu diperhatikan bagaimana efektivitas daerah dalam menggunakan kebijakan fiskal untuk menangani kemiskinan di daerah dan juga bagaimana merancang insentif investasi untuk masuknya investasi di suatu daerah. Menurut saya hal ini akan ikut menentukan bagaimana mengurangi ketimpangan di suatu wilayah atau daerah,” papar Rendy. []
SUMBER: DETIK