MENGUTIP berita dari beberapa media online Menko PMK Prof. Dr. Muhajir Effenndy, M.A.P. mewacanakan agar pemerintah mulai mengkaji larangan haji lebih dari satu kali.
Jika melihat kepada sirah Nabi Muhammad ﷺ, Nabi tidaklah berhaji kecuali hanya sekali, yaitu pada haji wada atau haji perpisahan, tepat tiga bulan sebelum Rasulullah ﷺ wafat. Padahal ibadah haji sudah diwajibkan sejak 6 H. Namun dikarenakan Makkah masih dikuasai kaum kafir Quraisy, dan baru ditaklukan pada peristiwa Fath Makkah, pada 12 Ramadhan 8 H, maka Nabi Muhammad ﷺ tidak dapat langsung mengerjakan ibadah haji.
Dan ketika sudah ada kesempatan pun, Nabi Muhammad ﷺ tidak langsung berhaji. Padahal Nabi bisa melakukannya tiga kali, namun Nabi hanya melakukannya sekali yaitu pada 10 H. Nabi Muhammad ﷺ juga dapat melaksanakan ibadah umroh ribuan kali, namun Nabi hanya melakukan umrah sunnah tiga kali dan umrah wajib bersama haji sekali.
BACA JUGA: Soal Wacana Larangan Haji Lebih dari Sekali, Ini Pandangan PBNU
Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal, Alm Prof KH Ali Mustafa Yaqub, menulis karya berjudul Haji Pengabdi Setan. Gelar haji pengabdi setan ini dinisbatkan oleh Kiai Ali kepada orang-orang yang beribadah haji namun bukan karena Allah SWT, melainkan karena patuh kepada perintah setan, kemarukkan, dan hawa nafsunya melaksanakan haji berkali-kali.
Di saat masih banyak anak yatim telantar, puluhan ribu orang kelaparan, tidak hanya satu atau dua tetangga bahkan kerabat yang masih berkekurangan, dan banyak rumah Allah SWT roboh serta bangunan pesantren yang terbengkalai, banyak dari kita lalu pergi haji kedua atau ketiga kalinya bahkan berkali-kali.
Komnas Haji memahami semangat dan konteks yang melatarbelakangi gagasan tersebut. Akan tetapi jika kebijakannya nanti dalam bentuk larangan secara eksplisit, maka perlu ada kajian komprehensif dari aspek syariah maupun perundang-undangan. Karena keduanya saling terkait seperti dua sisi mata uang.
Dari perspektif syariat Islam tidak ada riwayat larangan haji lebih dari satu kali. Bahwa Rasulullah ﷺ selama hidupnya haji hanya sekali itu benar, namun tidak ada riwayat yang tegas (sharih) melarang umat Islam haji lebih dari sekali.
Dari aspek hukum positif, lanjutnya, pelarangan berhaji lebih dari satu kali berpotensi melanggar HAM dan konstitusi. Hak beribadah menurutnya adalah bagian hak yang paling asasi bagi setiap warga negara. Pada saat yang sama negara bisa dianggap terlalu jauh mencampuri urusan privat sehingga kebijakan ini nantinya bisa menciptakan resistensi.
Komnas Haji mengusulkan jalan tengah yang lebih logis dan moderat yakni haji lebih dari satu kali tidak perlu secara eksplisit dilarang. Akan tetapi harus ada aturan tegas jeda waktu panjang bagi yang sudah berhaji untuk pergi ke tanah suci lagi yang baru diperbolehkan minimal setelah 20 atau 30 tahun, hal ini untuk memberikan keadilan dan kesempatan kepada masyarakat lain yang belum pernah haji.
Melihat dari aspek syariat dan hukum positif, penulis setuju dengan apa yang diwacanakan Menko PMK, karena banyak ibadah lain yang jika kita lihat dari segi maslahat lebih banyak maslahatnya dalam Maqashid Syariah “Sesungguhnya syariah bertujuan untuk mewujudkan kemashlahatan dunia dan akhirat” ar-Risuni berpendapat bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh syariat agar kemashlahatan manusia bisa terwujud.
BACA JUGA: Menko PMK Sebut Haji Lebih dari Sekali Hambat Orang Lain, Bisa Dosa
Secara umum, memiliki tujuan untuk kebaikan atau kemashlahatan umat manusia. Tujuan ini sejalan dengan tujuan dari hukum Allah yaitu kebaikan.
Sekarang jika orang berhaji berkali-kali sedangkan di lingkungannya masih ada sekolah yang rusak, masih bayak pakir masikin apakah ibadah hajinya mendatangkan maslahat ? Tentu pertanyaan ini bisa kita jawab sendiri, lebih bermanfaat ongkos naik haji diperuntukan untuk menyekolahkan anak yatim dan ibadah sosial lainnya yang lebih berdampak positif.
Jika Prof KH Ali Mustafa Yaqub menyebut Haji Pengabdi Setan, penulis menyebut haji tersebut haji penyembah Ka’bah, karena lebih menuruti syahwatnya berkali-kali naik haji hanya mau beribadah depan kabah, karena itu kesalehan sosial juga penting harus seimbang antara ibadah yang bersifat pribadi dan sosial. []
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.