Oleh: Nazwar S., Fil. I., M. Phil.
Penulis Lepas Yogyakarta
naz.nazwar@yahoo.co.id
MESIN pencari dalam komputer, penerjemahan bahasa teks maupun audio, serta alat visualisasi elektronik merupakan bentuk tercanggih perkembangan kecerdasan buatan atau “Artificial Intelligence” (AI), hingga saat ini kemampuan AI oleh berbagai perusahaan pengembang terus meningkatkan kualitas performa. Persaingan antar pengembang semakin meningkat.
Agama dan budaya menjadi dua sendi yang membentuk kehidupan manusia. Meski bukan hubungan yang identik, namun keduanya tidak anti dengan apa yang disebut dengan kemajuan teknologi. Teknologi tidak menjadikan keduanya tergantikan sama sekali. Namun disadari atau tidak, terdapat berbagai fenomena di lingkaran budaya juga agama yang nampak jelas terdapat pengaruh teknologi di dalamnya, berupa pemaksimalan.
BACA JUGA: Perisai Diri dengan Dzikir Sore
Budaya Indonesia menjadi identitas bangsa dengan karakteristik kemajemukan adalah suatu tindakan arbitrer dan jauh dari kebijaksanaan. Semangat gotong royong, kesederhanaan serta sopan santun sebagai tata krama jika harus diseragamkan hanya atas nama kemajuan dalam hal ini perkembangan teknologi, tentu hal yang tidak bisa ditolerir.
Perkembangan teknologi atau apa pun jenis kebudayaan lain tidak bisa menghilangkan nilai-nilai yang sejak dahulu kala menjadi identitas bangsa tersebut.
Perlu diingat, di antara latar pengembangan teknologi adalah terdapat mereka yang bebas dalam menjalankan usaha dan perdagangan. Persaingan antar para pengembang misalnya, selain unsur kepentingan politik, di antaranya pengaruh pengadaan barang teknologi, faktor pendorongnya tidak lain adalah kemanfaatan dan ekonomi.
Mark Zuckerberg selaku pengembang perusahaan Meta misalnya dalam penghadiran AI model terbaru (model AI SeamlessM4T) mengatakan tujuannya adalah penggunaan publik tanpa tujuan komersial.
Maka jelas kiranya peringatan Allah berikut: “jangan lah kamu sekali-kali terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.” Sebagai keindahan ataupun bentuk kemudahan akses kehidupan dunia juga dalam rupa dan cara apa pun yang melalaikan dan tidak berkesesuaian dengan perintah Allah, tidak lepas dari ancaman neraka jahannam sebagai tempat kembali sesungguhnya bagi orang-orang kafir.
Tentu tidak bisa sekonyong-konyong koder untuk menuding bahwa pengembangan teknologi tidak lepas dari usaha yang termaksud tersebut namun fenomena dewasa ini. Atau menganggap usaha mereka adalah untuk mengelabui namun fakta mengarah demikian. Sebagai contoh, manusia mulai lupa dengan peranannya sebagai makhluk tuhan dengan menjadikan mesin sebagai alat gantinya. Bukan peranan seperti layaknya peragaan, namun tugas manusia dijalankan oleh mesin berkecerdasan buatan. Formalitas sebagai dalih agar diterima sebagai bukti usaha tersebut.
Budaya sendiri terdapat akar kuat yang senantiasa dalam sejarah bangsa untuk dijaga sebagai warisan pendahulu bangsa. Maka, kesadaran akan identitas diri serta filterisasi pengaruh budaya luar perlu untuk disadarkan. Kebudayaan yang dengan unsur tradisional menjadi warna tersendiri dalam pengembangan teknologi, khususnya diharapkan dalam 0ertembangannya di negeri Indonesia ini.
BACA JUGA: “DemiMu, ya Allah!”, Sekelumit Catatan Perjalanan Seorang Sufi Pemula
Esensi AI menjelma alat penggunaan tidak menjadikannya penggerus kebudayaan. Dengan bimbingan dan kebijakan penuh kebijaksanaan tidak menjadikannya suatu beban namun tantangan untuk mendukung pengembangan diri bangsa dalam berbagai sektornya.
Maka, fenomena khutbah dengan video yang diperankan animasi oleh tokoh agama di Eropa, serta membudayanya saintisme yang menggeser kebudayaan lokal, tidak akan terjadi Indonesia. Teknologi dipahami sebagai nilai fungsi tidak lebih sebagai pilihan alat, artinya kebebasan sepenuhnya tetap dimiliki untuk memanfaatkannya atau tidak menggunakannya. Sehingga prestisius bukan suatu tuntutan yang melalaikan manusia dalam fitrahnya sebagai hamba Tuhan. []
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.