Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Balad (90) ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْ كَبَدٍۗ
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.”
Penjelasan Ayat
Allah bersumpah dengan empat hal pada tiga ayat sebelum ayat ini untuk menegaskan bahwa manusia itu tercipta dalam kesulitan dan kepayahan. Allah ingin membantah prasangka sebagian orang-orang bahwa dunia ini merupakan sesuatu yang menyenangkan tanpa adanya kesulitan.
Padahal, Allah menjadikan manusia dalam keadaan sulit dan payah sepanjang hidupnya, bahkan sejak kelahirannya. Inilah yang dijelaskan oleh Imam Al-Qurthubi bahwa seorang anak sudah mengalami kepayahan sejak lahir. Beberapa bentuk kepayahan itu antara lain sebagai berikut:
1- Pada saat dilahirkan, pusarnya dipotong. Kemudian, ia harus menyusu kepada ibunya dan air susu ibunya sering tidak lancar;
BACA JUGA: Tafsir Surat An-Naba 1-5
2- Ketika giginya mulai tumbuh, ia merasa kesakitan dan badannya panas;
3- Setelah ia tumbuh dewasa, ia harus menghadapi kehidupannya;
4- Setelah menikah, ia harus menafkahi istrinya dan anak-anaknya;
5- Pada masa tua, badannya pun mulai lemah. Ia terus-menerus mengalami kepayahan hingga akhirnya meninggal dunia;
6- Di dalam kubur, ia akan ditanyai oleh para malaikat;
7- Kemudian, ia dibangkitkan lagi dalam keadaan payah.
Semua hal itu menunjukkan keberadaan Tuhan yang mengatur dirinya. Seandainya tidak ada yang mengatur, dia tentu tidak akan memiliki kesulitan tersebut. Oleh sebab itu, sudah seharusnya ia tunduk kepada Tuhan yang mengatur segala urusannya. Ia harus berusaha untuk beramal saleh sehingga dapat menyelamatkannya dari kesulitan di akhirat. Dengan demikian, manusia dapat beristirahat dari kepayahan ketika ia masuk surga.
Pada suatu hari, ada seseorang yang datang dari Khurasan untuk menemui Imam Ahmad. Orang itu berkata: “Wahai, Abu Abdillah (Imam Ahmad), aku menemuimu dari Khurasan untuk bertanya kepadamu tentang satu permasalahan.” Imam Ahmad menjawab, “Sal” (tanyakanlah!). Orang itu berkata, “Kapan seseorang hamba merasakan nikmatnya istirahat?” Imam Ahmad berkata, “Ketika ia pertama kali menginjakkan kakinya di surga.”
Ada dua pendapat ahli tafsir tentang manusia yang akan merasakan kepayahan seperti yang dimaksudkan dalam ayat ini.
Pertama, maksudnya adalah manusia secara umum. Pada kenyataannya, semua manusia mengalami kepayahan: baik Muslim maupun kafir, laki-laki atau perempuan, tua atau muda, bahkan kaya atau miskin. Semua manusia akan diuji, khususnya orang-orang beriman. Bahkan, Allah berjanji untuk menguji mereka: makin tinggi iman seseorang, makin berat ujiannya.
Dalam sebuah hadis dari Mushab bin Said—seorang tabi’in—dari ayahnya. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, “Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Jika agamanya kuat (kokoh), maka berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa mendapatkan cobaan hingga ia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.”
Kedua, yang dimaksudkan adalah orang-orang kafir. Hal ini seperti pada tafsir surah sebelumnya bahwa seluruh kata—yang terdapat dalam surah Makkiyah—ditujukan untuk orang-orang kafir karena surah tersebut turun dalam rangka mencela dan mengajak orang-orang kafir untuk berpikir. Jadi, mereka yang mengalami kepayahan—dalam ayat ini—adalah orang-orang kafir. Hal itu karena semua Mukmin—meskipun menghadapi kepayahan—selalu merasa tenteram karena dalam hatinya ada keimanan.
Allah berfirman dalam Quran Surah Ar-Ra’d (13) ayat 28:
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.
BACA JUGA: AL-Qur’an Surat Al-Fatihah Terjemah dan Tafsir
Hati orang-orang Mukmin tetap tenang meskipun mereka diuji oleh Allah. Inilah yang membedakan mereka dengan orang-orang kafir yang tidak bahagia karena kekosongan iman—meskipun di luarnya mereka terlihat dalam kesenangan. Mereka hanya merasakan kelezatan jasmani, tetapi tidak merasakan kebahagiaan hati. Allah berfirman dalam Quran Surah Thaha (20) ayat 124:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit. dan Kami akan mengumpulkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.”
Sumber: Tafsir Juz Amma, karya Firanda Andirja | Pusat Studi Quran