Oleh: Abdullah al-Mustofa
Anggota Bidang Kajian Palestina dan Al-Aqsha, Baitul Maqdis Institute
abdullahalmustofa@gmail.com
ALLAH Subhanallahu wa ta’ala berfirman:
اَللّٰهُ نُوْرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ مَثَلُ نُوْرِهٖ كَمِشْكٰوةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌۗ اَلْمِصْبَاحُ فِيْ زُجَاجَةٍۗ اَلزُّجَاجَةُ كَاَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُّوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبٰرَكَةٍ زَيْتُوْنَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَّلَا غَرْبِيَّةٍۙ يَّكَادُ زَيْتُهَا يُضِيْۤءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌۗ نُوْرٌ عَلٰى نُوْرٍۗ يَهْدِى اللّٰهُ لِنُوْرِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَيَضْرِبُ اللّٰهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ۙ
Artinya:
Allah (pemberi) cahaya (pada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya seperti sebuah lubang (pada dinding) yang tidak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang (yang berkilauan seperti) mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Allah memberi petunjuk menuju cahaya-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nūr [24]: 35)
BACA JUGA: Air Mata Palestina, Air Mata Kita
Mukadimah
Di dalam ayat yang mulia tersebut di atas, ada satu kata kunci yang menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini, yaitu zaituha (minyaknya, yaitu minyak zaitun) yang termaktub di dalam penggalan ayat yang berbunyi “yakadu zaituha yudhiu walau lam tamsashu narun”.
Tafsir ayat
Ketika menafsirkan penggalan ayat tersebut, syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di di dalam kitab tafsirnya menyebutkan fitrah orang beriman dianalogikan dengan minyak zaitun yang jernih. Beliau menulis, yang artinya: “Fitrah orang beriman itu yang mana Dia diciptakan dalam bentuknya adalah seperti kedudukan minyak (zaitun) yang jernih. Fitrah orang beriman itu jernih, telah siap untuk menerima ajaran-ajaran Ilahi dan amal yang disyariatkan.”
Ayat yang mulia itu juga menjelaskan sifat minyak zaitun. Minyak zaitun hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api, sebab kejernihannya. Dengan kata lain, kejernihannya menjadikannya hampir bersinar dengan sendirinya tanpa harus dinyalakan dengan api. Demikian pula fitrah jernih yang ada di dalam diri orang beriman, kejernihannya menjadikannya hampir bersinar dengan sendirinya sebelum menerima cahaya lainnya berupa ilmu.
Berdasarkan keterangan beberapa kitab tafsir ketika menafsirkan ayat itu, minyak zaitun merupakan minyak terbaik dan yang paling berkualitas di antara minyak lainnya. Minyak zaitun adalah minyak yang jernih, murni dan berkilau. Minyak zaitun cahayanya merupakan cahaya yang paling cemerlang.
Ayat yang mulia itu juga menyatakan, minyak zaitun berasal dari pohon yang diberkahi, yaitu pohon zaitun. Mengenai keberkahannya, ketika menafsirkan penggalan ayat “min syajarotin mubarokatin“ kitab Zubdah at-Tafsir Min Fath al-Qadir karya Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman al- Asyqar menyebutkan bahwa terdapat pendapat mengatakan sebagian dari keberkahan pohon ini adalah buahnya dapat digunakan sebagai lauk, minyak, penyamakan kulit, dan bahan bakar, dan tidak ada satu bagian pohon zaitun pun yang tidak memiliki manfaat.
Ahmad Muhammad Qasim Madzkur dalam artikelnya berjudul “Tafsir Qouluhu Taala Zaitunah La Syarqiyyah Wa La Ghorbiyyah Dirosah Tafsiriyyah Muqoronah” (“Interpretation of God Almighty’s Saying “Olive is Neither Eastern Nor Western “ An-Nur 35: An Explanatory Comparative Study”), yang dimuat di majalah Adz-Dzakhurah li al-Buhuts wa ad-Dirasaat al-Islamiyyah (Volume 4, no. 1, hal. 29-59), menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pohon yang diberkahi di dalam ayat itu adalah pohon zaitun di bumi Syam, karena bumi Syam adalah tempat yang suci dan diberkahi di bumi (lihat QS. 17: 1), yang merupakan pusat bumi dan iklimnya cocok untuk pohon ini, serta menghasilkan zaitun berkualitas tinggi dan murni.
BACA JUGA: MUI: Aksi Bela Palestina Bentuk Kepedulian Sesama Muslim
Mengenai keberkahan bumi Syam, syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di di dalam kitab tafsirnya ketika menafsirkan penggalan ayat “alladzi barokna haulahu” dalam surah Al-Isra’ ayat kesatu menjelaskan bahwa di antara keberkahannya berupa pepohonan yang banyak, sungai-sungai dan kesuburan yang langgeng.
Senada dengan penjelasan Ahmad Muhammad Qasim Madzkur di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ketika menafsirkan penggalan ayat “la syarqiyyatin wa la ghorbiyyatin” menulis yang artinya: “Bila dua kondisi tersebut tidak ada, maka ia berada di tengah dari bumi, seperti zaitun di bumi Syam, yang terpapar sinar matahari pada permulaan siang dan penghujungnya, sehingga menghasilkan minyak yang berkualitas bagus, enak rasanya dan lebih jernih.”
Pelajaran dari ayat dan aplikasinya
Aksi pembelaan terhadap Palestina –yang wilayahnya merupakan bagian dari bumi Syam, dan Baitul Maqdis berada di dalamnya– termasuk bagian dari ajaran Ilahi dan amal yang disyariatkan. Aksi pembelaan terhadap Palestina merupakan perwujudan dari fitrah yang jernih dan pembuktian iman.
Merespon genosida di Jalur Gaza khususnya, dan penindasan yang dialami rakyat Palestina pada umumnya, jutaan orang Islam –bersama dengan anggota masyarakat dari berbagai agama– mewujudkan fitrah mereka yang jernih dan membuktikan iman mereka dengan memboikot produk-produk yang mendukung penjajah ‘israel’. Selain itu, juga dengan bergabung dalam aksi protes dan demonstrasi menyerukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian bagi Palestina. Mereka juga memenuhi media sosial dengan tagar dan pesan dukungan untuk Palestina, serta ajakan untuk memboikot produk-produk yang mendukung penjajah ‘israel’.
Tak terkecuali sejumlah umat Islam Indonesia yang tergabung dalam Aliansi Rakyat –yang terdiri dari elemen masyarakat lintas agama, lintas ormas, dan lintas golongan– yang mengikuti Aksi Akbar Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina yang berlangsung di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat pada Ahad (5/11/2023).
BACA JUGA: Mengapa Semangka Jadi Simbol Perlawanan Palestina?
Penutup
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa,
pertama, memperjuangkan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian bagi Palestina yang terjajah adalah bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam. Selain itu, juga bagian tak terpisahkan dari fitrah dan iman.
Kedua, umat Islam yang mengambil bagian dalam perjuangan demi terwujudnya ketiga hal itu bagi Palestina memiliki fitrah yang jernih atau lebih jernih. Selain itu, tidak perlu diragukan lagi keimanan mereka.
Ketiga, umat Islam yang mengambil bagian tersebut, dengan izin Allah Subhanallahu wa ta’ala, akan meraih keberkahan Baitul Maqdis dan bumi Syam. Wallahu a’lam. []
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.