SETELAH sebelumnya pedagang Inggris tidak bisa melakukan kegiatan ekonomi karena dilarang oleh Spanyol. Pada tahun 1580-an Ratu Elizabeth menandatangani kesepakatan dagang dengan kekaisaran Ottoman. Lantas, kekaisaran Islam ini pun memberikan para pedagang Inggris akses perdagangan gratis ke tanah Ottoman.
Tidak lama, ratu Elizabeth mulai menulis surat pada rekan Muslimnya, memuji keuntungan perdagangan antar kedua belah pihak. Dia menyebut Murad “pemimpin paling perkasa di kerajaan Turki, tunggal dan di atas semua, dan kerajaan paling berdaulat di Kekaisaran Timur.
Karena kerjasama dengan Ottoman berhasil, hal itu membuat ribuan pedagang Inggris menyeberang ke wilayah yang saat ini tidak dapat dikunjungi, seperti Aleppo di Suriah, dan Mosul di Irak. Perjalanan mereka jauh lebih aman dibandingkan perjalanan melalui wilayah Katolik Eropa, di mana mereka terancam tertangkap oleh Inkuisisi.
Pihak berwenang Ottoman melihat kemampuan mereka dalam menyerap orang-orang dari semua agama sebagai sebuah tanda kekuatan, bukan kelemahan, dan tidak mengerti alasan terjadinya konflik Protestan-Katolik. Beberapa pedagang Inggris bahkan masuk Islam. Diantaranya seperti Samson Rowlie, seorang pedagang Norfolk yang merubah namanya menjadi Hassan Aga. Tak sedikit yang masuk Islam melakukannya atas kemauan mereka sendiri, mungkin memandang Islam sebagai pertaruhan yang lebih baik daripada keyakinan baru Protestan.
Aristokrat Inggris sangat gembira karena kain sutra dan rempah-rempah dari timur, tetapi bangsa Turki dan Moroko pastinya kurang tertarik dengan kain wol Inggris. Apa yang mereka butuhkan saat itu ialah senjata. Demi memenuhi kebutuhan tersebut, ratu Elizabeth melucuti besi-besi yang terpasang pada gereja-gereja Katolik dan meleburkan bel-bel mereka untuk dijadikan perlengkapan militer yang kemudian dikirim melalui kapal ke TurkI. Ratu Inggris juga melakukan kesepakatan yang sama dengan Moroko, menjual senjata-senjata dan membeli salpeter, unsur penting dalam bubuk mesiu, dan gula.
Gula, kain sutra, karpet dan rempah-rempah mengubah apa yang orang Inggris makan, bagaimana mereka mendekorasi rumah mereka dan bagaimana mereka berpakaian. Kata-kata seperti “candy” dan “turquoise” (berasal dari “Turkish stone”) menjadi hal yang biasa. Bahkan Shakespeare pernah kedapatan, menulis “Othello” tidak lama setelah kunjungan enam bulan duta besar pertama Moroko.
Meskipun perdagangan dari perusahaan saham gabungan berhasil, ekonomi Inggris tidak dapat mempertahankan ketergantungannya pada perdagangan jarak jauh. Segera setelah kematian Elizabeth pada tahun 1603, raja baru, James I, menandatangani perjanjian perdamaian dengan Spanyol, mengakhiri pengasingan Inggris.
Kebijakan Islam Elizabeth menghentikan invasi Katolik, mengubah rasa Inggris dan membangun sebuah contoh baru bagi investasi saham gabungan yang nantinya akan mendanai Virginia Company, yang mendirikan koloni permanen pertama Amerika Utara.
Hal itu membuktikan bahwa Islam, dalam semua manifestasi – kekaisaran, militer dan perdagangan – memainkan sebuah bagian penting dalam kisah Inggris. []
Sumber utama : The Sultan and the Queen: The Untold Story of Elizabeth and Islam/Jerry Brotton
Dikutip juga dari: pesantrentahfidzmataqu.com