IMAMTahanawi menjelaskan: “Ghibah ialah engkau menyebut-yebut saudaramu dengan perkara yang ia benci kalau seandainya berita tersebut sampai padanya, baik engkau menyebut tentang kekurangan yang ada pada tubuh atau pada lisannya. Demikian pula tatkala engkau menyebut tentang kekurangan yang ada pada postur tubuh, kelakuanya, ucapan, agama, harta, anak, pakaian, rumah atau kendaraanya. Jadi, ghibah itu tidak khusus hanya terpaku pada ucapan saja, namun, ghibah juga bisa berlaku pada perbuatan, yaitu dengan menirukan gerakan tubuhnya atau menggunakan isyarat maupun dengan tulisan.” [Kasyaaf Isthilahaat al-Funun 3/1091]
Dalam hadits disebutkan,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” [HR. Muslim no. 2589]
BACA JUGA: Cara Hindari Ghibah
Motivasi ghibah sangatlah banyak, diantaranya seperti yang Ibnu Qudamah al-Maqdisy tulis dalam kitabnya: “Minhajul Qashidin Menggapai Kebahagiaan hidup Dunia dan Akhirat” yaitu:
Pertama: Sebagai pelampiasan kemarahan, yaitu seseorang yang haknya dilanggar orang lain dan membuatnya marah, lalu dia melampiaskan dengan cara mengghibah saudaranya.
Kedua: Sebagai pembelaan atau membantu teman, karena ingin mempertahankan keharmonisan. Apabila mereka mengusik kehormatan seseorang, lalu ia berpendapat bahwa jika ia mengingkari perbuatan atau memotong perkataan mereka, tentu mereka berat menerima dan bahkan menjauhinya, maka membantu mereka, lalu ia menyangka bahwa hal itu termasuk cara menjalin hubungan yang baik antar sesama.
Ketiga: Keinginan mengangkat dirinya sendiri dengan cara merendahkan orang lain, dan berkata: “Si Fulan adalah seorang yang bodoh dan pemahamannya dangkal,” diucapkan guna merendahkan orang lain dan mengangkat wibawa dirinya sendiri serta memperlihatkan dirinya lebih tahu dari orang lain. Demikian pula tindakannya yang dipicu rasa dengki, yaitu ketika seseorang dipuji dan dicintai oleh banyak orang, lalu dia mencelanya dengan tujuan menjatuhkan (nama baik)nya.
Keempat: Untuk canda dan lawakan. Dia menyebutkan seseorang dengan maksud untuk membuat orang-orang tertawa. Bahkan banyak orang yang mencari penghidupan dengan cara ini.
Adapun cara terapi penyakit ghibah adalah hendaknya orang yang berbuat ghibah menyadari bahwa perbuatannya –pada hakekatnya– mengundang murka dan kebencian Allah. Segala kebaikan yang pernah dilakukannya berpindah kepada orang yang dighibahi. Namun, jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka keburukan pihak yang dighibahi dialihkan kepada dirinya. Barangsiapa yang sadar (akan hal ini), maka dia tidak akan memfungsikan lisannya untuk berghibah.
Sebarusnya, yang dibangun adalah sikap otokritik (self criticism), dengan cara melihat aib diri dan sibuk dengan koreksi pada diri sendiri, sehingga ia pun malu jika mengungkapkan aib orang lain, karena dirinya penuh dengan aib, sebagaimana sebagian orang berkata,
“Jika kau cela orang yang pada dirinya ada cela itu pula lalu bagaimana dengan celaan orang yang lebih tercela?
Jika kau cela seseorang di mana cela itu tidak ada padanya, akibatnya sangat besar di sisi Allah dan juga di sisi manusia.”
BACA JUGA: 6 Kondisi Diperbolehkan Ghibah
Jika dia yakin bahwa dirinya terhindar dari aib, maka semestinya dia sibuk mensyukuri apa yang Allah anugerahkan kepadanya, buka justru mengotori diri dengan aib yang lebih buruk lagi, yaitu berghibah.
Sebagaimana dirinya tidak ridha apabila orang lain mengghibahnya, maka seyogyanya dia juga tidak merelakan jika dirinya mengghibah orang lain. Kemudian, dia juga harus melihat sebab yang memotivasi (mendorong) dilakukannya ghibah, dan bersungguh-sungguh dalam memutusnya.
Model terapi suatu penyakit adalah dengan memutus penyebabnya. Dan kami telah menyebutkan sebagian sebabnya. Adapun terapi amarah, maka akan dipaparkan dalam Kitab Al-Ghadhab (amarah).
Menjaga pergaulan dengan teman-teman yang suka mengghibah dapat diobati dengan cara memberi tahu bahwa Allah marah kepada siapa pun yang mencari keridhaan setiap makhluk Allah dengan cara membuat-Nya murka. Cara terapi penyakit-penyakit yang lain juga tak jauh berbeda dengan cara seperti ini. []
SUMBER: RISALAH NET