RASULULLAH ﷺ pernah diberitahu waktu lailatul qadar oleh Allah dalam sebuah hadis yang shahih, Rasulullah ﷺ keluar pada malam lailatul qadar. Ketika ada dua orang sahabat yang tengah berdebat, beliau bersabda: “Aku keluar untuk mengabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar. Namun, ada dua orang berdebat sehingga tidak dapat lagi diketahui kapannya. Mungkin ini lebih baik bagi kalian. Carilah di 9 (malam 9 terakhir, yakni malam ke-21), 7 (maksudnya malam ke-23), dan 5 ( malam ke-25).”
Akibat perdebatan itu,, tidak diketahui lagi waktu datangnya malam Lailatul Qadar. Hadis ini juga menjadi dalil bahwa rahmat Allah dapat terangkat gara-gara pertengkaran. Padahal, Nabi sebelumnya telah mengetahui Lailatul Qadar. Namun, setelah terjadinya pertengkaran, beliau menjadi lupa. Akhirnya, tidak diketahui kapan tepatnya Lailatul Qadar.
Terangkatnya lailatul qadar merupakan musibah. Akan tetapi, Nabi berkata: “Bisa jadi itu lebih baik bagi kalian”. Salah satu hikmah Allah menyembunyikan waktu Lailatul Qadar adalah agar kaum Muslimin beribadah kepada Allah pada seluruh 10 hari terakhir.
BACA JUGA: Lailatul Qadar Pertama
Hal ini karena seandainya lailatul qadar diketahui secara pasti, kebanyakan orang hanya bersemangat untuk beribadah pada malam tersebut saja. Padahal, banyaknya pahala bukan hanya pada malam lailatul qadar, melainkan seluruh malam pada bulan Ramadan, terutama 10 hari terakhir. Oleh karenanya, jika ada kabar bahwa malam ini atau malam itu adalah Lailatul Qadar, hal ini bertentangan dengan hikmah yang dikehendaki oleh Allah.
Nabi mengatakan: “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari 10 malam terakhir pada bulan Ramadhan.”
Kepastian datangnya lailatul qadar pada malam ganjil yang ke berapa masih menimbulkan tanda tanya. Sebagian sahabat seperti Ubay bin Ka’ab pernah bersumpah tentang waktu malam Lailatul Qadar secara pasti.
Dari Ubay Bin Ka’ab, ia berkata mengenai malam Lailatul Qadar, “Demi Allah, aku sungguh mengetahui malam tersebut. Malam itu adalah malam yang Allah memerintahkan untuk menghidupkannya dengan salat malam, yaitu malam ke-27 dari bulan Ramadhan.”
Dalam hadis yang lain dari ‘Abdah dan Ashim Abi An-Nujud, mereka mendengar Zirr bin Hubaisy berkata, “Aku pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab, aku berkata, sesungguhnya saudaramu Ibnu Mas’ud berkata, barang siapa mendirikan shalat malam selama setahun pasti akan mendapatkan Lailatul Qadar”, Ubay bin Ka’ab berkata, “Semoga Allah merahmatinya, beliau bermaksud agar orang-orang tidak bersandar (pada malam tertentu untuk mendapatkan Lailatul Qadar), walaupun beliau (Ibnu Mas’ud) sudah tahu bahwa malam Lailatul Qadar itu di bulan Ramadan, dan terdapat pada 10 malam terakhir, dan pada malam yang ke-27”. Kemudian Ubay bin Ka’ab bersumpah tanpa menyebutkan kata Insya Allah setelahnya, dan yakni bahwa malam itu adalah makna yang ke-27. Aku ( Zirr) berkata, “Dengan apa (sehingga) engkau berkata demikian, wahai Abul Munzir?” Beliau berkata, “Dengan tanda yang pernah Rasulullah ﷺ kabarkan kepada kami, yaitu malam terbit pada pagi harinya tanpa sinar yang terik.”
Ada riwayat-riwayat lain mengenai terjadinya malam Lailatul Qadar selain malam ke-27 Ramadhan. Salah satunya dalam hadis Abu Sa’id Al-Khudri bahwa malam Lailatul Qadar pernah terjadi di zaman Nabi pada malam ke-21.
Saat itu, Nabi berkata, “Dan sungguh aku telah diperlihatkan malam ini kapan Lailatul Qadar, lalu aku dilupakan. Maka, carilah lailatul qadar pada 10 malam terakhir dan carilah di setiap malam ganjil. Dan sungguh aku telah melihat (tatkala Lailatul Qadar) aku sujud di atas air dan becek.”
Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “Maka muncullah tanda-tanda mau hujan di malam tersebut. Lalu, turunlah hujan. Lalu, hujan masuk melalui sela-sela atap masjid pada malam ke-21. Kemudian, aku melihat Rasulullah ﷺ dan melihat beliau selesai shalat Subuh. Wajah beliau penuh air dan becek.”
Inilah dalil bahwa lailatul qadar pernah terjadi pada malam ke-21 dan turun hujan ketika itu. Oleh karenanya, para ulama berbeda pendapat tentang waktu terjadinya Lailatul Qadar. Ulama Syafi’iyah berselisih menjadi dua pendapat.
BACA JUGA: Tanda-tanda Lailatul Qadar
Imam Syafi’i berpendapat bahwa lailatul qadar terdapat pada malam tertentu, yaitu di antara malam-malam ganjil pada 10 malam terakhir. Malam tersebut tidak pernah berpindah-pindah. Namun, sangat diharapkan bahwa malam tersebut adalah malam ke-21 atau ke-23. Adapun Al-Muzani (yang merupakan murid langsung Imam Syafi’i) berpendapat bahwa malam Lailatul Qadar berpindah-pindah dari satu tahun ke tahun yang lain. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh An-Nawawi.
Pendapat kedua lebih kuat berdasarkan hadis-hadis, yaitu bahwa pada zaman Nabi pernah terjadi lailatul qadar pada malam ke-21 dan juga malam ke-27. Menurut An-Nawawi, pendapat inilah satu-satunya cara yang bisa mengompromikan hadis-hadis tersebut. Wallahu a’lam bis shawab.[]
SUMBER: PUSAT STUDI QURAN