KAMI telah menyebutkan bahwa kisah tentang dua malaikat, yakni Harut dan Marut, adalah cerita israiliyat dan tidak ada sedikit pun dalam cerita tersebut yang dinukil berdasarkan sanad sahih dari Rasulullah ï·º. Ulama-ulama peneliti menolak kisah itu dan menganggapnya batil dari sisi sanad dan maknanya.
Setelah menolak riwayat israiliyat tersebut, Ibnu Katsir berkata, “Kisah Harut dan Marut ini telah diriwayatkan banyak orang dari kalangan tabi’in, seperti Mujahid As-Sudai, Hasan Al-Bashri, Qatadah, Ubay Az-Zuhri, Ar-Rabi bin Anas, Muqatil bin Hayyan, dan lain-lain. Selain itu, ada juga sekelompok imam dari kalangan ahli tafsir (mufassir) terdahulu dan kontemporer yang ikut menceritakannya.
Hasilnya adalah ternyata perincian kisah israiliyat tersebut bersumber dari berita-berita keturunan Yahudi yang tidak ada satu pun di dalamnya memuat hadis marfu dan sahih yang bersambung sanad-nya pada Rasulullah ï·º.
BACA JUGA:Â Kisah Harut dan Marut dalam Al-Quran
Hal yang dapat kita lihat dari susunan cerita dalam Al-Quran adalah cerita umum tanpa keterangan lebih lanjut dan tanpa hiperbolis cerita. Kita beriman pada apa yang diturunkan dalam Al-Quran, pada apa yang diinginkan Allah, dan hanya Allah-lah yang lebih mengetahui hakikat keadaannya,”
Dalam kitab tarikh karangannya, Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu Katsir menulis ringkasan cerita Harut dan Marut dengan versi israiliyat tersebut. Kemudian, dia mengaitkannya dengan perkataannya, “Apa yang banyak disebutkan para ahli tafsir (mufassir) dalam kisah Harut dan Marut, yakni bahwa Az-Zahrah adalah seorang perempuan yang dirayu dua malaikat itu dan dia menolak mereka, kecuali jika mereka mau mengajarinya ismul azham.
Mereka pun mengajarinya lalu dia mengucapkannya dan dia dinaikkan ke langit menjadi bintang. Aku perhatikan bahwa semua ini hanyalah karangan orang-orang Yahudi. Kalaupun Ka’ab bin Al-Ahbar menuliskannya (dalam beberapa bukunya) serta beberapa kelompok salaf lainnya belajar darinya tentang hal ini, mereka mengemukakannya dengan cara menghikayatkan saja dan mengatakan bahwa cerita itu bersumber dari Bani Israil.”
Ibnu Katsir berkata, “Jika berbaik sangka, mungkin kita (dapat) mengatakan bahwa ini adalah sebagian dari kabar Bani Israil, seperti riwayat Ibnu Umar dan Ka’ab bin Al-Ahbar terdahulu, dan mungkin dari khurafat mereka yang tidak mereka percayai.”
Seorang imam pengamat, Ahmad Muhammad Syakir, memberi penjelasan tentang versi israiliyat tersebut sebagai berikut:
Pertama, dalam penegasan Ahmad Muhammad Syakir terhadap banyaknya riwayat yang dikemukakan Ath-Thabari, dia berkata, “Berita-berita dalam kisah Harut dan Marut serta cerita bahwa sesungguhnya ada seorang perempuan yang kemudian diubah rupanya menjadi bintang adalah berita-berita yang dillat-kan ahli ilmu dengan hadis.” Kemudian, dia menyebutkan pendapat Ibnu Katsir dalam buku Tafsir dan buku Tarikh-nya sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelumnya.
Kedua, dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (dalam buku) berjudul Umdah At-Tafsir ‘an al-Hafizh Ibnu Katsir, Ahmad Muhammad Syakir mengaitkan sanad riwayat-riwayat yang dikemukakan Ibnu Katsir dengan apa yang termaktub dalam kisah tersebut.
Dalam hal ini, dia mengaitkan sanad riwayat yang disebutkan Ibnu Katsir, dengan menukil (mengutip) dari Ibnu Abi Hatim, dalam perkataannya, “Isnad-nya yang dikutip Ibnu Katsir—dan aku menghapusnya—adalah isnad yang sahih. Ini bersumber pada perkataan Ibnu Abbas. Aku berhenti sampai di sini dan tidak mengatakan apa pun. Sementara itu, Ibnu Katsir memperpanjang pengutipan kabar-kabar dengan makna seperti ini. Semoga Allah merahmatinya dan juga aku serta mengampuni kita semua.”
Ahmad Muhammad Syakir juga menunjukkan sebab-sebab pengutipannya terhadap versi Yahudi yang batil tersebut dalam bukunya, Umdah At-Tafsir, “Aku pernah berkeinginan membuang hadis tersebut dari buku Umdah At-Tafsir seperti apa yang telah aku syaratkan dalam pendahuluan (mukadimah).
“Namun, aku melihat bahwa makna hadis tersebut telah berimbas pada cerita banyak orang dan apa yang mereka tulis sehingga semua itu harus dijelaskan. Oleh karena itu, aku melakukan apa yang terbaik. Aku tidak mengutip (mengambil) apa-apa (keterangan) yang telah diperpanjang Ibnu Katsir walaupun aku tidak memperpendek (meringkas) keterangan tentang cacatnya. Semoga Allah merahmatinya.”
BACA JUGA:Â Â Mengenal Sekilas Harut dan Marut, 2 Malaikat yang Disebutkan Al-Quran
Ketiga, dalam penjelasan dan pengamatan Ahmad Muhammad Syakir terhadap buku Musnad karya Imam Ahmad bin Hanbal, dalam sanad-nya (ada) sebuah hadis marfu dari Umar r.a. dan itulah yang menyebabkan sebagian dari mereka (para ulama) menganggapnya benar.
Dia memberikan penjelasan yang panjang tentang hadis tersebut, yakni hadis nomor 6178, dari sanad-nya. Dia menjelaskan celaan ulama terhadap rijalus sanad dan sanad-sanad lainnya yang serupa, seperti apa yang pernah dia katakan tentang hadis tersebut dari sisi arti dan keasingannya serta dari sisi kemungkarannya.
Ahmad Muhammad Syakir juga mengemukakan perkataan (pendapat) ulama-ulama pengamat—terkait kelemahan hadis tersebut dan kemungkarannya dalam versi aslinya, yakni versi Yahudi—di antaranya perkataan Ibnu Katsir dan Muhammad Rasyid Ridha. []
SUMBER: PUSAT STUDI QURAN