SEBUAH kisah mengenai tukang sepatu yang mendapat predikat haji mabrur, padahal ia tidak berangkat ke Baitullah di Makkah begitu membuat haru. Tapi bagaimana mungkin seseorang yang tidak pergi ke Meka tapi bisa mendapatkan pahala haji mabrur? Simak kisahnya berikut ini.
Mengutip buku Panduan Doa dan Dzikir Haji dan Umrah yang Dicontohkan Rasulullah dan Para Ulama karya Deden Hafid Usman dkk, keutamaan haji mabrur dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW, “Haji mabrur pahalanya tiada lain kecuali surga.” (HR Ahmad dan Thabrani)
Selain itu, diriwayatkan pula bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya seorang laki-laki, “Amal apakah yang paling baik?” Rasulullah SAW menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Lelaki itu pun bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Rasulullah SAW menjawab, “Jihad di jalan Allah.”
Lagi, lelaki tersebut bertanya, “Kemudian apa lagi?” Rasulullah SAW menjawab, “Haji mabrur.” (HR Ahmad)
BACA JUGA:Â 35 Ucapan Doa untuk Kerabat yang akan Berangkat Haji agar Mabrur
Kisah Tukang Sepatu yang Haji Mabrur
Menukil buku 198 Kisah Haji Wali-wali Allah karya Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny, kisah ini diriwayatkan Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al-Marwazi, seorang ulama ahli hadits terkemuka. Ia hijrah dan menetap di Baghdad. Dari Baghdad, ia pergi ke Makkah kemudian ke Merv, berangkat lagi ke Hijaz lalu menetap untuk kedua kalinya di Makkah.
Abdullah bin al-Mubarak terkenal gemar pergi haji dan berjihad di jalan Allah SWT. Bila pada tahun ini ia naik haji, tahun berikutnya ia akan pergi berjihad. Ia juga banyak berbagi dari hasil keuntungannya berdagang di Makkah.
Suatu ketika, tibalah waktu musim haji bagi Abdullah bin al-Mubarak. Ia pun berangkat menunaikannya. Setelah selesai menunaikan haji, Abdullah bin al-Mubarak tertidur dan bermimpi melihat dua malaikat tengah berdialog.
Salah satu malaikat bertanya kepada malaikat lainnya, “Berapa orangkah yang haji tahun ini?”
Temannya menjawab, “Enam ratus ribu orang.”
Malaikat pertama pun menimpali, “Berapa banyakkah di antara mereka yang ibadah hajinya diterima?”
“Tidak ada satu pun,” jawab malaikat kedua.
Malaikat pertama pun terheran-heran, “Apa? Bagaimana dengan orang-orang yang telah datang dari belahan bumi yang jauh dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan? Berkelana menyusuri padang pasir yang luas dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?”
“Hanya ada seorang tukang sepatu di Damaskus bernama Ali bin al-Muwaffaq. Ia tidak datang menunaikan haji, tetapi hajinya diterima dan seluruh dosanya diampuni,” jelas malaikat kedua.
Terbangunlah Abdullah bin al-Mubarak dari tidurnya. Ia gemetar dan menangis, lalu segera bergegas menuju Damaskus untuk mencari orang bernama Ali bin al-Muwaffaq tersebut. Ia telusuri seantero kota hingga menemui rumah tukang sepatu yang dimaksud.
Abdullah bin al-Mubarak pun mengetuk pintu rumah tersebut hingga keluarlah seorang lelaki.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!” sapa Abdullah bin al-Mubarak kepada lelaki tersebut, “Siapakah namamu dan pekerjaan apakah yang engkau lakukan?”
“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, aku Ali bin al-Muwaffaq, seorang penjual sepatu. Siapakah engkau?” jawab lelaki tersebut.
Abdullah bin al-Mubarak pun menerangkan jati diri dan maksud kedatangannya. Tidak disangka, Ali bin al-Muwaffaq menangis dan jatuh pingsan mendengar cerita Abdullah bin al-Mubarak.
Setelah terbangun, Ali bin al-Muwwafaq bercerita kepada Abdullah bin al-Mubarak.
“Selama 40 tahun, aku rindu untuk pergi haji. Aku telah menyisihkan 350 dirham dari hasil berdagang sepatu. Tahun ini aku memutuskan untuk berangkat haji sedangkan istriku tengah mengandung.
BACA JUGA:Â Pengingat dari Buya Yahya bagi yang Baru Pulang Haji, Jangan Marah Jika Hal Ini Terjadi pada Anda
Pada suatu hari, istriku mencium aroma makanan yang sedang dimasak tetangga sebelah. Istriku pun memohon kepadaku agar ia bisa mencicipi makanan tersebut. Aku pergi menuju tetangga sebelah, mengetuk pintunya, dan menjelaskan keinginan istriku.
Mendadak tetangga tersebut menangis dan berkata, ‘Sudah tiga hari ini anakku tidak makan apa-apa. Hari ini kulihat ada seekor keledai mati tergeletak, maka kami mengambilnya, memotongnya, dan memasaknya untuk mereka. Ini bukanlah makanan yang halal bagimu.’
Hatiku pun terasa terbakar mendengar kisahnya. Aku segera mengambil 350 dirhamku dan memberikannya kepada tetanggaku sembari berkata, ‘Belanjakanlah ini untuk anakmu,’ demikianlah perjalanan hajiku,” ucap Ali bin al-Muwwafaq.
Mendengar cerita tersebut, Abdullah bin al-Mubarak pun membenarkan mimpinya, “Malaikat berbicara dengan nyata dalam mimpiku dan Allah SWT adalah benar dalam keputusan-Nya.”
Wallahu a’lam. []
SUMBER: DETIK