TANYA: Jika ada seseorang yang dulunya taat beribadah, namun di akhir hidupnya dia menjadi gila, bagaimana nasibnya kelak di akhirat?
Jawab: Alhamdulillah, shalawat dan salam atas Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya . Amma Ba’du.
Aturan dan kewajiban dalam agama Islam berlaku atas seorang yang disebut sebagai “mukallaf” atau orang yang mendapatkan beban kewajiban beragama. Seseorang disebut mukallaf jika dia berakal dan telah mencapai waktu baligh.
BACA JUGA: Saat Mereka Bersepakat Menyebut Rasulullah sebagai Orang Gila
Maka, seseorang yang gila atau hilang akalnya adalah orang yang tidak mendapatkan kewajiban dalam syariat Islam. Dia pun tidak dihisab atas amal perbuatannya, karena hilangnya akal untuk memahami syariat.
Kalau seorang gila tidak dihisab atas perbuatannya bagaimana keadaannya di akhirat?
Kita mendapatkan keadaan orang gila, ada yang gila dari kecil sebelum baligh bahkan sejak lahir, dan ada yang gila setelah dia aqil baligh.
Yang gila sebelum baligh tidak mukallaf sama sekali, dan yang gila setelah dia dewasa mendapatkan kewajiban syariat pada saat dia masih waras dan dia dihisab amalannya pada saat waras tersebut.
Orang gila sejak kecil jika orang tuanya atau salah satu dari orang tuanya adalah muslim, dia di akhirat akan dimasukkan kedalam Surga sebagaimana anak-anak dari orang tua yang muslim, karena anak diikutkan kepada orang tuanya.
Orang gila sejak kecil dari orang tua yang kafir, dia akan diuji di akhirat, apabila taat terhadap perintah dan lulus ujian, maka dia akan masuk Surga, dan apabila tidak lulus ujian maka akan masuk ke dalam Neraka. Keadaannya sama seperti orang yang mati sebelum datangnya Islam, yang disebut dengan ahlul fatrah, atau orang yang tidak mendengarkan ajaran Islam sama sekali.
Adapun orang yang gila setelah baligh, maka keadaan dia di akhirat adalah berdasarkan keadaan dia ketika sehat. Jika dia orang yang taat saat baligh, maka ia akan mendapatkan balasan atas ketaannya, namun jika dia orang yang bermaksiat maka dia akan dihisab atas dosa yang dilakukannya.
Apabila dia gila kemudian waras dan gila lagi lalu waras lagi, dan kondisinya seperti itu, maka dihitung amalannya ketika dia waras dan diangkat atasnya pena catatan amal saat hilang akal.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
Diangkat (pena catatan amal) dari tiga orang: Seorang yang tidur sampai dia bangun, seorang anak sampai dia besar (baligh), seorang gila sampai kembali akalnya. (HR. Abu Dawud No.4399 dan An Nasai No.3432, dan dishohihkan oleh al Albani).
Dari penjelasan di atas dapat kita memahami bahwa seorang yang waras kemudian dia gila saat dia telah dewasa, dia memiliki dua keadaan. Saat dia waras dan berakal maka amalannya dihitung dan saat dia gila amalannya tidak dihitung.
Jadi keadaan orang yang ditanyakan tentang keadaan dia diakhirat adalah berdasarkan keadaan dia saat sehat akalnya, dan disebutkan bahwa dia adalah orang yang taat, semoga amalannya saat waras tersebut memasukkannya kedalam Surga Allah Taala. Amin.
Wallahu a’lam.
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH