HARI itu Abdullah bin Rawahah mendatangi rumah Abu Darda. Mereka adalah dua orang sahabat karib. Persahabatan mereka telah terbina sejak lama. Mereka tetap bersahabat meski kemudian Abdullah bin Rawahah telah masuk Islam, sementara Abu Darda tetap memeluk agama nenek moyangnya.
“Ke mana perginya Abu Darda?” tanya Abdullah kepada istri Abu Darda ketika tak menjumpai sahabatnya itu di rumah Abu Darda.
“la ke toko, tetapi tidak lama lagi ia akan pulang,” jawab istri Abu Darda.
BACA JUGA: Abu Darda Redam Hawa Nafsu hingga Memperoleh Mutiara Batin
Abdullah bin Rawahah kemudian meminta izin untuk masuk ke ruangan tempat Abu Darda menyimpan patung-patung sembahannya. Ummu Darda pun memperbolehkan karena selama ini Abdullah bin Rawahah terbiasa ke sana.
Sementara itu, Ummu Darda kembali mengerjakan tugasnya di dalam rumah. Namun, alangkah terkejutnya Ummu Darda ketika mendapati ruangan yang tadi didatangi Abdullah kini dalam keadaan berantakan. Patung-patung sudah tidak berada di tempatnya semula. Semuanya kini hancur berkeping-keping. Sementara, Abdullah telah pergi dari tempat itu.
“Celaka engkau, wahai Abdullah. Apa yang telah engkau lakukan?” ratap Ummu Darda melihat kekacauan yang terjadi. Padahal, patung-patung itu baru saja diberi pakaian mahal dan juga wewangian. Ia pun merasa takut jika suaminya pulang dan mendapati patung sembahannya telah hancur.
Rupanya Abdullah bin Rawahah yang hari itu baru pulang dari Perang Badar memang sengaja mendatangi Abu Darda. Ia ingin mengajak sahabatnya itu keluar dari kemusyrikan. Oleh karena itu, ia kemudian menghancurkan patung-patung sembahan sahabatnya itu.
la ingin Abu Darda menyadari kebodohannya selama ini. Tentu saja Abu Darda sangat marah ketika pulang dan mendapati patung-patung sembahannya telah dihancurkan oleh sahabatnya sendiri. la pun berniat mencari Abdullah bin Rawahah. Ia ingin mencari tahu apa maksud perbuatan sahabatnya itu.
BACA JUGA: Salman Al-Farisi dan Abu Darda, Sekelumit Kisah Cinta dan Persahabatan
Akal sehat Abu Darda kembali menyadarkannya. Setelah kemarahannya mereda, ia mencoba merenung kembali apa yang telah terjadi. Dilihatnya kembali serpihan patung yang sebelumnya adalah sembahannya. Semestinya, jika benar patung-patung itu adalah Tuhan, maka hendaknya dapat membela dirinya sendiri bukan hancur berantakan seperti sekarang.
Atas karunia Allah, akhirnya Abu Darda bisa merasakan nikmatnya hidayah Islam dan semuanya berkat persahabatannya dengan Abdullah bin Rawahah. Abu Darda pun kembali pada niat awalnya. Mencari Abdullah Rawahah. Kali ini ia mencari sahabatnya itu bukan untuk membalas dendam, namun ia ingin mengikuti jejak Abdullah bin Rawahah. Abu Darda ingin memeluk Islam. []
SUMBER: PUSAT STUDI ISLAM