MASYARAKAT Indonesia gemar pergi ke berbagai tempat wisata terlebih saat waktu liburan sekolah. Namun yang harus diingat, urusan plesir saat liburan jangan sampai meninggalkan ibadah shalat lima waktu. Terlebih, sudah banyak tempat wisata yang menyediakan fasilitas masjid atau musala untuk melakukan shalat.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda mengatakan, shalat merupakan ibadah badaniyah (gerak badan) yang tak tergantikan oleh orang lain. Itu berarti, kewajibannya tidak gugur dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
Shalat dinilai tetap menjadi kewajiban sesibuk apapun seorang manusia, dalam keadaan apapun. Meski demikian, seketat apapun aturan syariat agama Islam, di sana ada ruang kemudahan dan keleluasaan di saat ada kesulitan.
BACA JUGA: Syarat Shalat Jamak Taqdim dan Takhir
“Dalam istilah fikih dinamakan rukhshah, karena pada prinsipnya agama itu adalah mudah (Yusr) tapi tidak boleh dimudah-mudahkan,” ujar KH Miftahul saat dihubungi Republika, beberapa waktu lalu.
Salah satu bentuk ‘fasilitas’ kemudahan dalam shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW yaitu men-jamak (mengumpulkan dua waktu shalat dalam satu waktu) dan meng-qashar (meringkas rakaat salat dari empat menjadi dua) karena ada uzur syari. Di antara uzur itu adalah perjalanan (safar).
Lalu, apakah berwisata dapat dikategorikan uzur syar’i untuk jamak dan qashar shalat? Kiai Miftahul Huda menegaskan, perlu dilihat kasusnya. Jika tempat wisatanya jauh dengan jarak yang diperbolehkan untuk jamak atau qashar shalat, maka dimungkinkan.
“Jika tempat wisata dekat, maka tidak diperbolehkan untuk jamak dan qashar shalat. Dan perlu diingat juga, bahwa diperbolehkan jamak dan qashar itu ‘illatnya adalah adanya safar (bepergian) bukan karena wisatanya,” papar KH Miftahul.
Dalam buku Risalah Tuntunan Shalat karya Drs Moh Rifaie disebutkan jarak perjalanan sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau dua marhalah yaitu sama dengan 16 farsah – 138 km. (Menurut Abd. Rahman Al—Jazairi dalam Kitabul Fiqih ‘ala! Madzahibil arba’ah, dinyatakan 16 farsah = 81 km).
Syarat lainnya, dalam perjalanan wisata dan selama berwisata tidak boleh ada kemaksiatan yang dilakukan. Jika ada kemaksiatan yang dilakukan maka hukum bolehnya men-jamak dan meng-qashar shalat gugur.
“Meskipun sempit, maka oleh karena itu perlu perencanaan yang matang, berangkat jam berapa, shalat di mana, makan dan minum di mana,” ucap dia lagi.
BACA JUGA: Kamu Wajib Tahu 7 Syarat Diperbolehkannya Shalat Qashar Ini
Di mana pun berada, KH Miftahul mengatakan, salat adalah kewajiban dan tidak boleh sampai lalai. Ini dijelaskan dalam QS Al-Maun ayat 4 dan 5, ‘Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya’.
“Hadis riwayat Thabari juga menyebut, ‘Pemisah antara keimanan dan kekufuran adalah shalat, apabila seseorang meninggalkan shalat, maka dia telah melakukan kesyirikan’,” ujar KH Miftahul. []
SUMBER: REPUBLIKA