“MELAKUKAN kebiasaan tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau lainnya, hukumnya adalah HARAM berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Sunnah, serta penelitian yang benar.
Dalam Al-Qur’an dinyatakan, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [QS. Al-Mu’minun: 5 – 7]
BACA JUGA: Sering Onani hingga Tinggalkan Shalat, Bagaimana Cara Melepasnya?
Siapa saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada istrinya atau budaknya, maka ia telah “Mencari yang di balik itu”, dan berarti ia melanggar batas berdasarkan ayat di atas.
Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian para pemuda. Barang siapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan, hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barang siapa yang belum mampu, hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya.” (HR. Al-Bukhari: 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas’ud].
Pada hadis ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak mampu menikah agar berpuasa. Kalau sekiranya melakukan onani itu boleh, tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya. Oleh karena beliau tidak menganjurkannya, padahal mudah dilakukan, maka secara pasti dapat diketahui bahwa melakukan onani itu tidak boleh.
BACA JUGA: Jika Terpasung Kebiasaan Onani
Penelitian yang benar pun telah membuktikan, banyak bahaya yang timbul akibat kebiasaan tersembunyi itu, sebagaimana telah dijelaskan oleh para dokter.
Ada bahayanya yang kembali kepada tubuh dan kepada system reproduksi, kepada pikiran dan juga kepada sikap. Bahkan dapat menghambat pernikahan yang sesungguhnya. Sebab apabila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya dengan cara seperti itu, maka boleh jadi ia tidak menghiraukan pernikahan.
[As-ilah Muhimmah Ajaba ‘Alaiha Ibnu Utsaimin, hal. 9]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq] | Al-Manhaj