TANYA: Saya telah menceraikan istri saya dengan talak yang bersyarat, akan tetapi saya pada awalnya menyangka –setelah saya membaca tentang talak yang bersyarat di internet- bahwa yang demikian itu hanya dianggap sebagai sumpah untuk talak yang mengharuskan membayar kafarat atasnya semata tanpa jatuhnya talak, dan saya merasa tenang dan melakukan jima atau menggauli istri saya karena tidak dianggap jatuh talak.
Akan tetapi saya mengetahui setelah berakhirnya masa idah bahwa ternyata benar-benar telah jatuh talak, maka apakah jimak saya dengan istri saya pada masa idah bisa dianggap rujuk dengan jimak ? karena saya tidak tahu kalau ternyata telah jatuh talak, pada saat saya berjimak dengannya saya merasa dia masih menjadi istri saya yang sah tidak ada niatan berzina dan mewujudkan kenikmatan hubungan intim. Kalau jima tersebut tidak dianggap sebagai bentuk rujuk, maka apa yang harus saya perbuat?
JAWAB: Alhamdulillah.
Pertama:
Yang nampak dari pertanyaan anda bahwa anda telah menggantungkan terjadinya talak pada syarat tertentu, dan syarat tersebut telah dilalui dan anda memastikan telah jatuh talak, oleh karena itu kami tidak akan membicarakan dari sisi ini.
BACA JUGA: Pentingnya Jima Menurut Ulama
Para ulama telah bersepakat bahwa rujuk bisa dilakukan dengan perkataan, seperti halnya jika seorang suami berkata kepada istrinya yang ditalak dan masih dalam masa idah: “Saya telah merujukmu atau masih mempertahankanmu atau redaksi yang lainnya”.
Mereka berbeda pendapat apakah rujuk bisa dilakukan dengan perbuatan, seperti dengan jimak. Pendapat yang difatwakan dalam website ini bahwa rujuk dibolehkan dengan jimak dengan syarat suami tersebut berniat untuk merujuknya.
Telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban soal nomor: 23269.
Namun demikian nampaknya kondisi anda berbeda; karena pendapat yang memberi syarat adanya niat dalam rujuk bisa diterima jika seorang suami mengetahui bahwa telah jatuh talak. Adapun jika dia tidak mengetahui terjadinya talak, maka pendapat yang memberi syarat adanya niatan rujuk adalah perintah yang tidak bisa dilaksanakan; karena niat itu ada setelah dia mengetahui statusnya, jika dia tidak mengetahui maka tidak mungkin ada niat”. (Majmu’ Fatawa: 22/289)
Yang nampak jelas (bagi kami) bahwa rujuk anda dengan jima pada kondisi seperti itu adalah sah, sebagaimana sebagian ulama telah berpendapat akan sahnya rujuk dengan jimak baik dengan niat rujuk atau tidak.
Disebutkan dalam “Mushannaf Ibnu Syaibah”: 17787 dari Hasan al Bashri, bahwa beliau telah ditanya tentang seorang laki-laki yang berkata: “Jika kamu memasuki rumah fulan, maka jatuh talak satu bagimu”, lalu tanpa sadar dia memasukinya dan suaminya tidak merasa dan tidak mengetahui. Maka beliau menjawab: “Jika dia menggaulinya pada masa idah, maka hal itu dianggap rujuk, kalau tidak maka tetap jatuh talak satu”.
Disebutkan juga dalam ‘Bada’i Shanai’ fi Tartib Syarai’ (3/182): “Permulaan dalil dalam masalah tersebut adalah firman Alloh:
(وبعولتهن أحق بردهن) [البقرة: 228]
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu”. (QS. Al Baqarah: 228)
Rujuk disebut dengan “radd” (mengembalikan), kata “radd” tidak hanya khusus dengan perkataan, seperti mengembalikan barang curian dan mengembalikan barang titipan, dan Nabi –sallallahu ‘alaihi wa sallam- :
(على اليد ما أخذت حتى ترده)
“Bagi sebuah tangan tanggungan (hukuman) sesuai dengan apa yang diambilnya sampai dikembalikan”.
Dan firman Alloh –Ta’ala-:
(فأمسكوهن بمعروف) [الطلاق: 2]
“maka rujukilah mereka dengan baik”. (QS. ath Thalaq: 2)
BACA JUGA: Ini Adab Setelah Jima
Firman Alloh yang lain:
)فإمساك بمعروف) [البقرة: 229]
“Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma`ruf”. (QS. Al Baqarah: 229)
Rujuk juga dikatakan dengan “imsak” (mempertahankan), dan mempertahankan yang sebenarnya adalah dengan tindakan.
Wallahu a’lam. []
SUMBER: ISLAMQA