APA hukum suami tidak punya syahwat kepada istri?
Yang wajib dilakukan oleh suami terhadap istrinya adalah mempergaulinya dengan baik, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
) وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ (سوة النساء: 19
“Dan pergaulilah mereka secara patut.” (QS An Nisa: 19)
Di antara bentuk mempergauli secara baik salah satunya adalah berjimak. Hal itu wajib dilakukan oleh suami terhadap istrinya sesuai kadar kecukupannya. Jumhur Ulama telah menentukan batas waktu bahwa seorang suami tidak halal meninggalkan jimak selama lebih dari empat bulan. Sebenarnya hal tersebut tidak dibatasi dengan ketentuan waktu, bahkan wajib atas suami menyetubuhinya sampai istri merasa cukup untuk itu, selama jimak tersebut tidak membahayakan badannya atau menyibukkannya dari pekerjaannya.
BACA JUGA: Jima Suami Istri dalam Islam, Benarkah Bebas dan Boleh Apa Saja?
Akan tetapi banyak para suami melalaikan hak istri dalam hal ini, yaitu masalah jimak dan menyalurkan hasrat biologisnya. Kebanyakan itu semua berkembang karena acuh tak acuh atau masa bodoh dengan kondisi istri itu sendiri atau perbedaan intensitas kebutuhannya dengan para suami. Keterbukaan, keterus-terangan, berupaya untuk memberikan terapi dan membaca buku-buku khusus tentang masalah ini, sangat memiliki peranan yang besar dalam memperbaiki – insya Allah – .
Hukum Suami Tidak Punya Syahwat kepada Istri: Bisa Jadi Haram
Haram hukumnya seorang perempuan atau istri melakukan masturbasi dengan tangan atau yang lainnya. Karena sesungguhnya seorang istri yang sudah terbiasa melakukan masturbasi maka dia akan mengenyampingkan suaminya secara total bahkan setelah itu dia tidak lagi punya hasrat atau keinginan untuk melakukan jimak.
Apa yang dilakukan oleh suami anda terhadap anda, yaitu mengabaikan hak-hak anda, meninggalkan anda dalam jangka waktu yang lama dengan tidak mendekati dan menyentuh anda, tidak diragukan lagi hal itu bentuk kedzaliman kepada anda. Hendaknya anda memberitahunya akan hal tersebut agar dia menunaikan hak anda. Itu merupakan konsekwensi ilmu yang sedang dia tuntut dan menyerukan hal tersebut.
Diriwayatkan dari Bukhari, no. 1968 dari Abu Juhaifah Radliyallahu Anhu ia berkata :
آخَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ سَلْمَانَ ، وَأَبِي الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً [تاركة لباس الزينة] ، فَقَالَ لَهَا : مَا شَأْنُكِ ؟ قَالَتْ : أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِي الدُّنْيَا ، فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا ، فَقَالَ : كُلْ ؟ قَالَ : فَإِنِّي صَائِمٌ ، قَالَ : مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ ، قَالَ : فَأَكَلَ ، فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ ، قَالَ : نَمْ ، فَنَامَ ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ فَقَالَ : نَمْ ، فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ : سَلْمَانُ قُمِ الآنَ ، فَصَلَّيَا فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ : إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّ, ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَدَقَ سَلْمَانُ
“Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda. Lalu Salman berkunjung ke rumah Abu Darda dan dia melihat Ummu Darda’ berpakaian ala kadarnya tanpa bersolek. Kemudian Salman bertanya kepadanya, ‘Apa yang terjadi denganmu? dia menjawab, “Saudaramu Abu Darda tidak mempunyai keinginan terhadap dunia sedikitpun.’ Kemudian datanglah Abu Darda, lalu Salman membuatkan makanan untuknya, dan mengatakan, ‘Makanlah,’ Abu Darda’ menjawab, ‘Sungguh saya sedang berpuasa.’ Salman berkata, ‘Saya tidak akan makan sebelum engkau makan.’
Abu Juhaifah berkata, “Lalu dia pun makan. Ketika hari telah beranjak malam, Abu Darda tetap terjaga tidak tidur, Salman berkata, ‘Tidurlah,’ lalu diapun tidur. kemudian dia kembali bangun, dan Salman berkata, ‘Tidurlah.’. Ketika malam mulai sampai dipenghujungnya, Salman berkata, ‘Bangunlah sekarang.’ Kemudian keduanya mendirikan shalat. Lalu Salman berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya bagi Tuhanmu ada hak atasmu, bagi jiwa ragamu ada hak atasmu, bagi keluargamu ada hak atasmu. Maka berikanlah setiap yang memiliki hak, hak-haknya. Kemudian Abu Darda datang menemui Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan menyebutkan yang demikian tadi kepada beliau. Lalu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Salman benar.”
Dalam riwayat yang lain pada kitab Ilalud Daaruquthni, 8/128, sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda kepada Abu Darda, “Salman lebih pandai dari anda.”
Al Aini berkata dalam kitab “Umdatul Qaari” (11/82), “Di dalamnya disebutkan tentang dibolehkannya melarang hal-hal yang sunah apabila khawatir yang demikian itu akan mengakibatkan kebosanan, keputus asaan dan mengabaikan hak-hak yang semestinya ditunaikan, baik hal itu wajib maupun mandub, yang lebih utama untuk dikerjakan daripada melakukan yang sunah tadi.”
Hukum Suami Tidak Punya Syahwat kepada Istri: Harus Memaksakan Diri
Kalau memang dipastikan bahwa suami anda tidak mempunyai syahwat, maka dia bisa memaksakan dirinya untuk melakukan jimak demi berupaya memenuhi hak dan menyalurkan hasrat anda, serta menginginkan keturunan yang shalih. Hal inilah yang dilakukan oleh suami yang shalih pada kondisi dia tidak sedang berselera jimak, sebagaimana ungkapan Umar Radliyallahu Anhu :
وَاللَّهِ إِنِّي لأُكْرِهُ نَفْسِى عَلَى الْجِمَاعِ رَجَاءَ أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنِّى نَسَمَةً تُسَبِّحُ
“Demi Allah sesungguhnya aku akan memaksa diriku untuk melakukan jima guna mengharap semoga Allah menurunkan dariku keturunan yang senantiasa bertasbih.” (HR. Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra, 7/79).
Kemudian sesungguhnya dibolehkan bagi suami anda untuk menyalurkan syahwat anda dengan perantara tangannya jika memang dia sedang tidak ingin menyetubuhi anda, dan dalil akan hal tersebut firman Allah Ta’ala :
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ * إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (سورة المؤمنون: 5-6
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (QS Al Mukminun : 5-6)
BACA JUGA: Waktu dan Hari yang Baik untuk Jima Suami Istri, Adakah dalam Islam?
Maka – – upaya-upaya yang halal masih sangat banyak. Maka, tidak boleh memilih apalagi beralih kepada perilaku yang haram selama masih sangat banyak jalan yang halal. Oleh sebab itu haruslah mengutamakan keterbukaan. Anda berhak menuntut perceraian jika memang suami anda masih tetap pada prinsipnya (tidak menjimak).
Kami memohon kepada Allah Ta’ala agar senantiasa memperbaiki urusan anda, memberikan petunjuk kepada suami anda dan menghimpun anda dalam kebaikan.
Wallahu A’lam. []
SUMBER: ISLAMQA