YANGON– Masyarakat Muslim di Kota Yangon, Myanmar melakukan aksi unjuk rasa guna memprotes penutupan dua madrasah oleh pemerintah. Aksi protes pecah karena madrasah tersebut juga digunakan sebagai tempat ibadah.
Menurut penuturan warga Mulim, selain digunakan sebagai tempat belajar madrasah tersebut juga kerap dipakai untuk tempat beribadah. Akibat penutupan ini, Muslim setempat mengaku kesulitan mendapatkan akses untuk sekolah maupun beribadah. Khususnya, di bulan suci Ramadhan. Seperti dilansir dari Anadolu pada Rabu (31/05/2017) kemarin.
Dalam aksi protes ini, sekitar 100 Muslim berkumpul di depan salah satu dari dua madrasah tersebut. Dalam aksinya, massa melakukan doa dan memprotes kebijakan tersebut karena menyalahi kesepakatan yang hanya ditutup sementara.
Kepala Madrasah, Tin Shwe mengatakan bahwa pihak berwenang juga melarang shalat berjamaah di enam sekolah lain di Kotapraja Thakayta tanpa memberikan alasan yang tepat.
“Kami meminta mereka untuk mengizinkan kami beribadah di sekolah-sekolah ini selama bulan Ramadhan. Tetapi mereka terus diam,” ujarnya
Dia menambahkan bahwa umat Islam setempat terpaksa melakukan sholat di tempat masing-masing seperti di rumah dan toko sejak adanya larangan tersebut.
“Padahal, ini bukanlah cara kita untuk melakukan sholat di rumah masing-masing, terutama di bulan Ramadhan,” ungkapnya.
Min Naung, seorang warga Muslim berusia 32 tahun dari Thakayta yang ikut dalam demonstrasi mengatakan bahwa madrasah-madrasah tersebut memang menjadi inisiatif untuk tempat beribadah sejak ia masih kecil. Mengingat, sulitnya izin pembukaan tempat beribadah dan kegiatan-kegiatan keagamaan.
“Ini adalah pertama kalinya kami tidak bisa berkumpul selama bulan Ramadhan. Larangan itu membuat kami kaget,” katanya.
Perlu diketahui, gerakan anti-Muslim di Myanmar yang mayoritas penduduknya Buddha telah meningkat sejak terjadi wabah kekerasan komunal di negara bagian Rakhine barat pada tahun 2012.[]