ULAMA bersepakat bahwa air yang bisa digunakan untuk bersuci adalah air yang bersih, suci, dan mensucikan. Namun, terkait keadaan beberapa air, ulama berbeda pendapat.
Imam Maliki berpendapat bahwa air yang terkena najis pun suci, baik sedikit maupun banyak selama air itu tidak berubah sifatnya (rasa, bau, dan warnanya).
Akan tetapi Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid menuliskan bahwa terdapat tiga pendapat Imam Maliki mengenai air yang jumlahnya sedikit dan terkena najis, yakni:
1- Dihukumi najis yang merusak air
2- Najis yang tidak merusak air, kecuali apabila salah satu sifat air telah berubah.
BACA JUGA: Sulit Air saat Banjir, Bolehkah Berwudhu dengan Air Banjir?
3- Air tersebut hukumnya makruh.
Sedangkan Imam Syafi’i dan Imam Hanafi berpendapat jika air tersebut sedikit maka air tersebut hukumya najis. Namun, jika air tersebut banyak, maka hukumnya tidak najis dan dapat digunakan untuk bersuci.
Kendati demikian, terdapat perbedaan pula antara Imam Syafi’i dan Imam Hanafi. Ini terkait dengan banyaknya air.
Imam Hanafi berpendapat bahwa air yang banyak itu adalah air yang jika digerakkan (dialirkan) dari satu tepi, maka gerakan air tersebut tidak sampai ke tepi yang lain.
Sementara menurut Imam Syafi’i, yang dimaksud dengan air banyak tersebut adalah sebanyak dua qullah. Dua qullah tersebut setara dengan 500 rithl atau setara 216 liter. Jika berbentuk bak 2 qullah tersebut setara dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi 60 cm. Akan tetapi Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al Fiqihu al Islam wa Addilatuhu, mengatakan bahwa dua qullah itu setara dengan 270 liter.
Adapun dalil yang dijadikan sandaran terkait permasalahan air terkena najis ini adalah hadis Nabi ﷺ yang diriwayatkan dari Abu Hurairah.
“Janganlah sekali-kali seseorang diantara kamu kencing di dalam air yang diam, kemudian mandi dari air tersebut.” (HR Bukhari)
Zahir dari hadis tersebut menunjukkan bahwa najis dalam jumlah sedikit dapat menjadikan air yang sedikit itu dihukumi najis. Sama halnya dengan adanya larangan orang yang mandi janabat dengan air sedikit yang tidak mengalir.
BACA JUGA: 2 Kulah Air untuk Bersuci, Berapa Ukurannya?
Hadis lainnya dari Anas. Ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya ada seorang Arab Badui pergi ke suatu penjuru (pojok) masjid, lalu ia kencing di sana. Kemudian orang-orang berkata dengan melihat perbuatan tersebut. Rasulullah ﷺ menjawab, “Biarkan lah ia!”Kemudian setelah selesai, Rasulullah ﷺ meminta satu ember air, lalu beliau menyiram air kencing Arab Badui tersebut.” (HR Muslim)
Zahir dari hadis tersebut memberikan pemahaman bahwa najis tidak merusak kesucian air yang jumlahnya sedikit. Hal tersebut dapat diketahui dari kenyataan hadis tersebut yang menyebutkan bahwa tempat yang terkena air kencing itu dapat dianggap suci setelah disiram air satu ember. []
Referensi: Fiqih 4 Mazhab/Karya: Imam Pamungkas dan Maman Surahman/Penerbit: Al Makmur/Tahun: 2015