APAKAH benar makruh jika seorang suami melakukan jima dengan istrinya selama perjalanan umrah, bukan untuk tujuan bersenang-senang, akan tetapi mengharap kepada Allah agar diberi rizeki anak yang sholeh?
Pertama:
Diharamkan bagi seorang suami mensetubuhi istrinya jika keduanya telah berihram untuk haji dan umrah, termasuk diharamkan juga bagi istrinya mengajak dan merayunya untuk melakukan hal itu.
Telah disebutkan sebelumnya pada jawaban soal nomor: 119134 penjelasan tentang hal itu.
BACA JUGA: Hukum Pernikahan tanpa Ada Jima
Kedua:
Jika dia mensetubuhinya sebelum memulai umrah atau setelah menyelesaikannya maka tidak masalah, meskipun hubungan intim tersebut dilakukan di Makkah, jikalau keduanya menginginkan untuk memulai manasik lagi, setelah keduanya bertahallul dan berhubungan intim, baik manasik tersebut adalah manasik haji atau umrah; karena yang dilarang adalah berhubungan intim setelah memulai ihram dan sebelum bertahallul. Adapun sebelum memulai ihram atau setelah selesai berihram maka tidak dilarang.
Ulama Lajnah Daimah berkata:
“Jika seorang suami telah mensetubuhi istrinya setelah bertahallul di antara umrah dan haji, maksudnya setelah menyelesaikan amaliyah umrah dan belum berihram untuk haji maka tidak apa-apa”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/187)
Ketiga:
Tidak masalah bagi seorang suami untuk mensetubuhi istrinya untuk melepaskan syahwat dan keinginannya, dan jika dia berniat untuk menjaga diri dan istrinya maka akan mendapatkan pahala.
Baca juga jawaban soal nomor: 4649 dan 4536
Jika dia mensetubuhi istrinya karena berharap akan dikaruniai keturunan yang sholih maka pahalanya lebih besar, baik hal itu dilakukan sebelum berihram untuk haji dan umrah atau setelah menyelesaikan keduanya, atau kapan pun selama tidak ada larangan syari’at.
Abu Daud (2050) telah meriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
وصححه الألباني في صحيح أبي داود
“Menikahlah kalian dengan (wanita) yang penyayang dan subur, karena saya akan bangga disebabkan oleh kalian”. (Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Abu Daud)
BACA JUGA: Mengulang Jima, Disarankan untuk Wudhu
Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:
“Sebaiknya bagi umat Islam untuk memperbanyak keturunan sesuai dengan kemampuannya untuk merealisasikan keinginan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan agar umat Islam tidak membutuhkan selain dari mereka, dan agar menjadi berwibawa di hadapan dunia, setiap kali umat ini bertambah banyak maka akan lebih berwibawa di hadapan musuh-musuhnya dan akan lebih mampu mencukupi diri mereka sendiri (dan tidak bertumpu kepada) selain mereka”. (Fatawa Nuur ‘Ala Darb: 2/21) sesuai dengan halaman Maktabah Syamilah.
Akan tetapi kami mengingatkan bahwa keutamaan perbuatan tersebut (hubungan intim) tidak ada kaitannya dengan perjalanan haji dan umrah, bahkan selama ia mubah maka tetap dalam hukum mubah tersebut, baik dilakukan dalam perjalanan atau di daerahnya, dan selama hukumnya sunnah maka akan tetap pada hukum tersebut, tidak ada keutamaan khusus jika hal itu dilakukan dalam perjalanan haji dan umrah.
Wallahu A’lam. []
SUMBER: ISLAMQA