NIKAH merupakan salah satu ibadah dalam agama Islam. Dalam pernikahan, dua insan mengikat janji secara sah menurut agama, hukum, sosial, dan negara. Pernikahan yang sakral itu diharapkan memberikan kehidupan yang sakinah (tenang dan damai), mawaddah (saling mencintai penuh kasih sayang ), dan warahmah (kehidupaan yang di rahmati).
Tujuan utama pernikahan yang tak kalah penting adalah memperoleh kebahagiaan dunia maupun di akhirat. Lantas, bagaimana dengan pernikahan dini dalam Islam?
Pernikahan dini sebenarnya tidak diperkenankan menurut UU Perkawinan. Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan menyebut, “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.”
BACA JUGA: Pernikahan Dini yang Terlarang
Meski begitu, pernikahan dini bukanlah satu-satunya solusi. Pernikahan dini yang dilakukan anak di bawah umur yang minim pengetahuan dan ilmu agama justru bisa menimbulkan beberapa masalah.
Risiko kekerasan seksual meningkat
Studi menunjukkan bahwa perempuan yang menikah pada usia di bawah 18 tahun lebih cenderung mengalami kekerasan dari pasangannya. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan pendidikan, seorang perempuan di usia muda akan lebih sulit dan cenderung tidak berdaya menolak hubungan seks.
Meski awalnya pernikahan dini dimaksudkan untuk melindungi diri dari kekerasan seksual, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Risiko kekerasan semakin tinggi, terutama jika jarak usia antara suami dan istri semakin jauh.
Risiko mengalami masalah psikologis
Tidak hanya dampak fisik, gangguan mental dan psikologis juga berisiko lebih tinggi terjadi pada wanita yang menikah di usia remaja.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin muda usia wanita saat menikah, maka semakin tinggi risikonya terkena gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, gangguan mood, dan depresi, di kemudian hari.
Risiko memiliki tingkat sosial dan ekonomi yang rendah
Karena hanya berpikir menyalurkan kebutuhan biologis tanpa ilmu pengetahuan dalam berikhtiar dalam mencari rezeki, pernikahan dini juga bisa membuat keadaan finansial menjadi lebih buruk. Hal ini biasanya terjadi pada remaja pria yang pikirannya belum cukup dewasa. Secara psikologis dia belum siap menanggung nafkah dan berperan sebagai suami dan ayah.
Di sisi lain, pernikahan dini memiliki hikmah. Dengan catatan harus memiliki ilmu yang cukup. Berdasarkan beberapa pertimbangan para ulama soal pernikahan dini, MUI memutuskan bahwa pernikahan dini pada dasarnya sah sepanjang telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah. Namun hukumnya akan menjadi haram jika pernikahan tersebut justru menimbulkan madharat.
BACA JUGA: Hikmah di Balik Pernikahan Dini Aisyah
Kemudian, kedewasaan usia adalah salah satu indikator bagi tercapainya tujuan pernikahan. Tujuan pernikahan adalah kemashlahatan hidup berumah tangga dan bermasyarakat serta jaminan bagi kehamilan.
MUI pun memutuskan demi kemashlahatan, ketentuan pernikahan dikembalikan kepada ketentuan standardisasi usia merujuk UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
MUI tak lupa memberikan rekomendasi beserta ketentuan hukum yang dikeluarkannya. MUI merekomendasikan pemerintah lebih gencar mensosialisasikan soal UU No 1 Tahun 1974. Tujuannya agar mencegah pernikahan dini yang menyimpang dari tujuan dan hikmah pernikahan.
Para ulama, masyarakat serta pemerintah juga diminta memberikan sosialisasi tentang hikmah perkawinan dan menyiapkan calon mempelai baik laki-laki dan perempuan. []
SUMBER: ALODOKTER | REPUBLIKA