Oleh: Ali Mustofa Akbar
(Dosen & Pemerhati Politik Internasional)
BEBERAPA hari lalu kami mendengar obralan 3 bapak di sebuah warung wedangan, salah seorang dari mereka bertutur ngelantur:
“Surga dan neraka itu kan masih sebatas cerita, kamu belum pernah melihatnya kan? Kita ngga tau nanti setelah mati ada apa, nanti kalau sudah mati baru tau”. Ngelus dada saya mendengarnya, semoga Allah mengampuni dan membimbingnya. Hal ini adalah contoh ketika manusia belum mendapatkan ilmu yakin.
Bagaimana agar kita mendapatkan ilmu yakin itu?
Imam An-Nawawi Al-Bantani, ulama kelahiran dari Banten, Nusantara. Menjelaskan secara apik agar kita bisa mendapat ilmu yakin itu. Tutur Beliau:
فكرة فى آيات الله يتولد منها الوحيد واليقين
“Berfikir tentang ayat-ayat Allah maka akan mendatangkan tauhid dan yakin”. (Syarah Nashoihul ‘Ibad, halm 35)
Allah Swt telah menganugerahkan kepada kita dua jenis ayat sebagai tanda kebesaran-Nya. Yang pertama adalah ayat-ayat qauliyah, yaitu firman-firman-Nya yang termaktub dalam kitab-Nya.
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَٰفًا كَثِيرًا
“Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. An-Nisa: 52)
Kalam Ilahi ini juga sebagai petunjuk langsung bagi manusia menuntun manusia pada jalan yang benar.
Cendikiawan Muslim, Ismail Yusanto, mengatakan: Al-Quran bukan hanya tidak didapati pertentangan antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, namun juga tidak ditemukan pertentangan dengan sains dan tehnologi. Bahkan temuan-temuan ilmu sains dan tehnologi yang baru ditemukan dibeberapa dekade ini yang ternyata berkesesuaian dengan apa yang telah dikabarkan oleh Al-Quran yang diturunkan semenjak ribuan tahun yang lalu.
BACA JUGA: Kepercayaan dan Keyakinan Abu Bakar ash-Shiddiq kepada Nabi yang Mengagumkan!
Lalu yang kedua adalah ayat-ayat kauniyah, yaitu tanda-tanda kebesaran-Nya yang tercermin dalam seluruh ciptaan-Nya, membentang dari hamparan semesta, langit dan bumi beserta isinya, hingga pada setiap detail terkecil dari kehidupan.
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS. Ali Imran: 190)
Adanya makhluk (ciptaan) menunjukan dengan pasti adanya Sang Khalik (Pencipta), karena tidak ada apapun didunia ini yang ada dengan sendirinya.
Coba bayangkan, kita melihat sebuah ponsel canggih. Kita pasti berfikir ada yang membuat, ada yang mendesain, dan ada yang merakit. Pasti juga tidak mungkin ponsel itu ada begitu aja, kan? Begitu juga dengan manusia dan alam semesta ini. Adanya ponsel canggih saja butuh pencipta, apalagi manusia dan alam semesta yang jauh lebih kompleks. Semua ini bukti ada “Perancang” yang hebat, yaitu Allah.
Membuktikan Adanya Surga dan Neraka
Pun untuk membuktikan adanya surga dan neraka maka kita tidak perlu mati terlebih dahulu. Justru ketika kita mati sementara masih dalam keraguan terhadap surga dan neraka maka matinya sia-sia.
Alur pembuktian secara sederhana adalah bahwa adanya surga dan neraka sudah dikabarkan oleh Allah dalam Al-Quran. Kemudian bagaimana membuktikan Al-Quran itu benar-benar Kalamullah (perkataan Allah)?
Asy-Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam Kitab Nidzam Al-Islam dan para ulama lain mengutip firman Allah:
وَاِنْ کُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖ ۖ وَا دْعُوْا شُهَدَآءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“Dan jika kamu meragukan (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)
Al-Quran udah menantang manusia, untuk membuat sesuatu yang sepadan dengan Al-Quran, bahkan cuma satu ayat aja. Tapi, hingga saat ini, belum ada yang bisa menjawab tantangan ini, dijamin tidak akan ada yang bisa menandinginya sampai hari kiamat.
Siapa yang mencobanya pasti gagal. Sebut misalnya mereka yang berusaha menandingi: Musailamah al-Kadzab,Thulaihah al-Asadi, Abu al-Ala al-Muarri, al-Mutanabbi, dan Ibnu al-Muqaffa. Mereka semua gagal total.
Tokoh-tokoh diatas contoh yang berasal dari masa yang berbeda, sebagian hidup pada era awal Islam, antara abad ke-7 dan ke-10 M, ketika pengaruh Al-Qur’an sebagai teks keagamaan dan sastra sangat kuat di dunia Arab. Meskipun mereka memiliki keahlian dalam bahasa dan sastra, tidak ada yang berhasil menyaingi Al-Qur’an dalam hal keindahan bahasa, kedalaman makna, atau dampaknya terhadap masyarakat.
Tantangan ini adalah bukti sangat kuat dan rasional bahwa Al-Quran tidak mungkin dibuat oleh manusia. Meskipun teknologi dan pengetahuan manusia udah berkembang pesat, tetap tidak ada yang bisa bikin kitab yang selevel sama Al-Quran, meski hanya satu suratnya saja.
BACA JUGA: Bagaimana Islam Memandang Perbedaan Agama dan Keyakinan? Ini Penjelasannya
Maka pentingnya kita memiliki ilmu yakin tersebut. Sebagaimana kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah:
“Allah Swt mendebat hamba-hamba-Nya melalui perantara lisan para rasul dan nabi-Nya dalam hal-hal yang hendak ditetapkan dan diwajibkan kepada manusia dengan cara yang paling mendekati akal, paling mudah diakses, paling ringan biayanya, paling besar manfaatnya, serta paling mulia hasil faedahnya. Argumen-argumen akal dari-Nya yang dijelaskan dalam kitab-Nya menggabungkan antara rasional dan wahyu, tampak jelas, sedikit premis, mudah dipahami, mudah dijangkau, menghilangkan keraguan dan kesamaran, serta membantah telak orang yang membangkang dan mengingkari. Oleh karena itu, pengetahuan yang bersumber darinya bisa tertanam dalam hati dan bermanfaat bagi manusia”. (Ibnul Qayyim, Ash-Shawa’iqu Al-Mursalah, II/458)
Nah kalau kita sudah yakin dengan Al-Quran maka konsekwensinya kita juga meyakini apa yang dikabarkan didalamnya. Termasuk kabar adanya surga dan neraka. Ada penjabaran tentang dalil aqli dan dalil naqli juga. Wallahu A’lam. []