“UMMI kapan Aa berangkat pesantren kilat?” tanya anak saya yang paling besar kemarin malam.
“Insya Allah jum’at siang,” jawab saya.
“Berapa hari Aa disana, Aa mau siap siap, kata Bunda apa aja yang harus dibawa?” cerocosnya.
Hmmm, pertanyaannya banyak, siapa saja temannya, tidur nya di ruangan mana dan pertanyaan mengalir terus.
Seraya membereskan perlengkapan yang akan dibawa, kami terus berdiskusi tentang kegiatan yang akan dilakukannya di pondok nanti.
Ini di luar dugaan, kali pertama dia harus jauh dari rumah. Tak tanggung-tanggung, kegiatannya akan sangat padat. Mulai saat bangun tidur, tahajud, tadarus, makan sahur, lalu beres beres, cuci piring bekas sendiri, gosok gigi, lalu solat subuh, tadarus, olahraga ringan, mandi, jurnal pagi, ikrar dan prosedur kerja, sharing pagi, solat duha, materi pagi, circle time, materi siang, solat duhur dan seterusnya sampai kegiatan tidur. Setiap kegiatan waktunya berbed beda, ada yang 10 menit, 30 menit, satu jam atau dua jam.
Namun, tak nampak kehawatiran akan kecapean. Sebab dia tahu, kegiatan itu yang dilaluinya setiap hari di sekolah.
Dia tak merasa takut dilanda lelah, karena dia tahu, walau materi diberikan 5 kali dalam sehari, kegiatannya itu akan menyenangkan.
Pesantren kilat ini adalah pijakan awal baginya. Pesantren bukan karena ayah ibu membuang anak lalu menyerahkan tanggung jawab kepada kyai atau ustadz begitu saja.
Pesantren kilat ini memberi pijakan awal baginya, bahwa tak selamanya dia akan selalu bersama orangtuanya. []