ALLAH SWT telah menciptakan makhluk, dan salah satu dari makhluk yang Allah ciptakan itu bernama jin. Keberadaan jin sebagai bagian dari makhluk Allah tidak ada yang memungkirinya. Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada seorangpun dari kaum muslimin yang mengingkari akan keberadaan jin.”
Tujuan penciptaan jin sebagaimana diciptakannya manusia adalah agar beribadah kepada Allah (QS. Adz-Dzariyat: 56). Namun dalam kenyataannya tidak semua jin sesuai dengan tujuan penciptaanya yaitu tunduk dan patuh kepada Allah.
Seperti manusia diantara mereka ada yang shalih, ada juga yang nakal. Ada yang juga nakal, ada yang alim ada juga yang preman.
BACA JUGA: Rajin Shalat dan Dzikir Tapi Masih Bisa Kerasukan Jin, Apa Penyebabnya?
Sebagaimana pengakuan mereka yang diabadikan Allah dalam al-Qur’an. “Dan sesungguhnya di antara kami ada yang orang yang shalih dan diantara kami ada yang tidak demikian. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (QS. Al-Jin: 11)
Ibnu Abbas menafsirkan kalimat: “kunna thoroiqo qidada” dalam ayat di atas dengan, “Dari kami ada yang mu’min ada yang kafir.” Sedangkan Ibnu Taimiyah menafsirkannya dengan, “Mereka terdiri dari madzah-madzah, ada yang muslim dayan kafir, ada ahli sunnah dan ada juga ahli bid’ah.”
Dengan demikian jin sama dengan manusia dalam masalah iman; ada yang mu’min ada juga yang kafir. Dalam beberapa kasus, ketika menterapi pasien, kita mendapat reaksi yang berbeda. Ada yang diam saja, ada yang mereaung kesakitan saat mendengarkan ayat.
Ada juga yang mengaku bahwa dirinya dikirim oleh orang sampai menyebut nama tertentu. Dalam kasus yang terakhir, kita berpedoman pada sabda Nabi saat mengomentari cerita Abu Hurairah.
Di mana pada malam pertama Abu Hurairah mendapat tugas menjaga harta zakat Ramadhan, ia didatangi oleh jin yang menampakan diri seperti manusia dan mengambil harta zakat itu.
Ia dilepas karena ia mengaku keluarganya membutuhkan makanan, keesokan harinya Abu Hurairah menceritakannya kepada Rasulullah kejadian yang dialaminya semalam.
Nabi bersabda, “Dia bohong dan dia akan kembali lagi.” Pada malam yang kedua datanglah orang itu melakukan hal yang sama dengan alasan yang sama. Kemudian dilepas lagi dan ketika keesokan harinya diadukan kepada Rasulullah SAW. Abu Hurairah mendapatkan jawaban yang sama. “Dia bohong dan dia kembali lagi”.
Pada malam yang ketiga, orang itu datang lagi dengan melakukan hal yang sama seperti pada malam pertama dan kedua. Abu Hurairah menahannya dan mengatakan, “Sungguh akan aku laporkan kepada Rasulullah.” “Orang itu berkata, “Lepaskanlah aku, akan aku ajarkan kepadamu kalimat, dan Allah akan memberikan manfaat dari kalimat itu.” “Apa kalimat itu?” tanya Abu Hurairah.
BACA JUGA: Jin, Apakah Benar Terbakar karena Bacaan Al-Quran?
“Jika kamu akan tidur bacalah ayat Kursi, maka Allah akan menjagamu hingga pagi.” kemudian aku melepaskannya. Aku ceritakan pagi harinya bahwa orang itu mengajarkan kalimat yang bermanfaat, Rasulullah bersabda, “Kali ini ia benar dan ia sangat pembohong. Tahukah kamu siapa orang itu? Ia adalah syetan,” kata Rasulullah.” (HR. Bukhari).
Dengan cap kadzub atau sangat pembohong yang diberikan oleh Rasulullah pada syetan itu, maka cukuplah bagi kita sebagai dasar untuk tidak mempercayai dan tidak menghiraukan ocehannya.
Jika yang terjadi dari ganguan itu memang benar ulah orang yang dzalim, maka kita memohon kepada Allah agar segera selesai dari gangguan ini dan untuk orang yang dzalim yang melakukannya kita do’akan mudah-mudahan Allah memberikan hidayah pada dirinya.
Sikap ini jauh lebih baik dibandingkan jika kita mempercayainya karena itu akan memunculkan rasa dendam padahal belum tentu benar. Justru akan menimbulkan masalah baru, karena kita tidak sibuk untuk melakukan perlawanan diri dari dalam tetapi justru sibuk dengan sesuatu yang belum jelas kebenarannya.
Sikap tidak menghiraukan ocehan jin ini juga akan membuat hidup kita lebih tenang dan tidak jatuh pada suuzhan berprasangka buruk yang dilarang dalam agama.
Sedangkan pengakuan jin yang mengaku dirinya muslim, maka tentunya kita pertanyakan keislamannya, apa dasar yang membolehkan seseorang mengganggu yang lain. ltu bohong belaka.
Seandainya ia benar muslim, maka dia adalah muslim yang munafik, atau bahkan sudah murtad. Seperti beberapa pengakuan jin yang katanya menjaga orang yang dimasuki tapi ternyata justru mengganggu dan membuat dirinya beberapa kali pingsan tak sadarkan diri.
Ada juga yang membuat orang lain menilainya gampang emosi tanpa disadari oleh dirinya.
Jadi jin yang masuk dan mengganggu manusia adalah jin-jin kafir, muslim yang dzalim, munafiq atau bahkan murtad keluar dari lslam, bukan jin-jin muslim yang shalih, jangan terripu.
Sehingga yang kita lakukan ketika mendengar pengakuannya bahwa dirinya muslim adalah dengan mengingatkan akan kesalahannya dan menganjurkannya untuk bertaubat atau kalau ia membangkang kita bacakan ayat-ayat al-Quran dan doa dari Rasulullah atau kita lanjutkan ruqyahnya dengan ruqyah syar’iyyah.
BACA JUGA: 6 Tanda Manusia Dicintai Jin
Jin adalah makhluk Allah yang ghaib dicipakan dari api, sebagaimana firman Allah, “Dan Dialah Allah yang merrciptakan jin dari nyala api.” (QS. Ar-Rahman: 15).
Nabi bersabda, “Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api, dan manusia diciptakan dari apa yang sudah dijelaskan kepada kalian (dari tanah, pen).” (HR Muslim).
Sedangkan lblis adalah makhluk Allah dari golongan jin yang membangkang perintah Allah, sebagaimana firman-Nya, “Dan ingatlah ketika aku katakan kepada malaikat, bersujudlah kemudian mereka bersujud kecuali lblis, lblis itu dari golongan jin kemudian membangkang perintah Rabb-nya.” (QS. Al-Kahfi: 50). Dan syetan adalah sifat atau sebutan bagi siapa saja dari golongan jin dan manusia yang membangkang dari perintah Allah. Allah berfirman, “Demikian juga Aku jadikan pada setiap Nabi musuh dari golongan jin dan dari golongan manusia …” (QS. Al-An’am: 112). Wallahu a’lam.
Jadi, sesungguhnya mereka sama dengan manusia, yaitu sama-sama makhluk dan tugasnya sama yakni beribadah. Dan di antara mereka ada yang mau beribadah serta ada yang tidak, ada yang mempunyai aliran yang sesat dan ada yang tidak dan sebagainya. Wallahu a’lam bishawwab. []