APA hukum menangisi jenazah?
Menangis ketika seseorang meninggal dunia merupakan hal yang sangat manusiawi. Sejauh tangisan tersebut masih dalam batas kewajaran, Islam tidak melarangnya.
Ulama fiqih tidak memandang tangisan atas jenazah sebagai sebuah masalah. Rasulullah SAW sendiri meneteskan air mata ketika melepas putranya, Ibrahim, melewati detik-detik kehidupannya di dunia sebagaimana keterangan berikut ini:
BACA JUGA: Hukum Wanita Melamar Pria
“(Tidak masalah menangisi jenazah tanpa meratap, merobek kantong, dan memukul pipi). Seseorang boleh menangisi orang lain baik sebelum maupun sesudah wafatnya. Kebolehan menangisi seseorang sebelum wafat didasarkan pada riwayat sahabat Anas RA, ia berkata, ‘Kami menemui Rasulullah ﷺ. Sementara Ibrahim, putra beliau, sedang mengembuskan nafas terakhirnya. Saat itu tampak air hangat mengalir, yaitu meluncur dari kedua mata Rasulullah ﷺ,’” (Lihat Taqiyyuddin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 137-138).
Riwayat ini menunjukkan kebolehan menangisi seseorang menjelang wafatnya sebagaimana Rasulullah SAW menangis di akhir hayat putranya, Ibrahim. Dari riwayat ini, ulama menyimpulkan bahwa seseorang boleh menangisi orang lain sesaat sebelum orang lain tersebut wafat.
Hukum Menangisi Jenazah: Tentang Rasulullah di Pemakaman Putrinya
Adapun riwayat berikut ini mengisahkan tangisan Rasulullah ﷺ saat upacara pemakaman putrinya. Saat salah seorang putrinya dikebumikan, Rasulullah ﷺ tampak duduk di atas makam putrinya dan mengalirkan air mata di pipinya yang mulia.
“Sedangkan kebolehan menangisi seseorang setelah wafat juga didasarkan pada hadits riwayat sahabat Anas RA. Ia berkata, ‘Kami menyaksikan pemakaman putri Rasulullah ﷺ . Aku melihat kedua matanya berlinang air mata. Sementara Rasulullah ﷺ duduk di atas makam putrinya,’” (Lihat Taqiyyuddin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 138).
BACA JUGA: Apa Hukum Shalat dengan Menggunakan Sajadah Bergambar?
Dua riwayat dari sahabat Anas RA menjadi dasar atas argumentasi ulama bahwa tangis kesedihan atas kematian seseorang boleh dilakukan sebelum atau sesudah seseorang itu wafat.
Yang tidak boleh dalam Islam adalah mengekspresikan kesedihan secara ekstrem atau berlebihan, yaitu meratap, memukul pipi, menyobek kantong pakaian, mogok makan, mogok bicara, dan seterusnya. []
SUMBER: NU.OR.ID