Oleh: Maryam Qonita
Mahasiswi UNJ, Aktivis Sosial
DISKUSI ini sebenarnya diskusi satu tahun yang lalu, ketika saya mewakili Indonesia dalam International Conference on Family Planning di Nusa Dua Bali sebagai moderator.
Saya baru tulis sekarang karena teringat 1 Juni kemarin (meski bukan hari lahir Pancasila sesungguhnya), hashtag #SayaIndonesiaSayaPancasila menjadi viral di mana-mana. Jadi ini adalah persepsi saya tentang human right, sex before marriage, Islam dan Pancasila.
Saat conference exhibition, saya diminta teman baik saya dari Uganda bernama Maryam Nakabuubi untuk melihat demonstrasi pemakaian alat kontrasepsi di tenda UNHCR. Bersama saya, Christine seorang jurnalis Amerika dari World Vision USA. Lalu saya berkata bahwa saya masih sangat awam soal hal tersebut. Saya katakan hal itu karena dalam agama saya sex before marriage dilarang.
Christine, Maryam Nakabuubi, juga salah satu pria lagi dari UNHCR Uganda (saya tak tahu namanya) pun memasang wajah shock tidak percaya lalu bertanya, “bukankah itu melanggar human right?”
Christine berkata bahwa dia sangat tertarik mendalami Islam dan ingin mengetahui lebih jauh mengenani Keluarga Berencana dan penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia dengan mayoritas masyarakatnya muslim.
World Vision USA juga mentranslasi Al-Quran dan dia heran mengapa umat Islam cukup streak dan melanggar hak asasi manusia dengan melarang seks before marriage. Sementara pencegahan penyakit menular seperti HIV/AIDS dapat dilakukan dengan penggunaan alat kontrasepsi.
Saya ingat waktu itu jawaban saya adalah, mempromosikan seks before marriage karena alasan human right dan penggunaan alat kontrasepsi ibarat membocorkan genteng yang tadinya kokoh lalu meletakkan ember-ember di lantai.
Untuk apa kita mempromosikan alat kontrasepsi ketika yang Indonesia cegah adalah sex before marriage? Untuk apa meletakkan banyak ember di lantai kalau yang kita cegah adalah genteng yang bocor?
Memang, seringkali media dan elemen barat memandang pejoratif dan stereotipikal terhadap Islam bahwa islam agama yang streak dan melanggar human right. Padahal pada kenyataannya, Indonesia dengan 80% penduduknya muslim dengan jumlah terbanyak sedunia yaitu 200 juta penduduk muslim, dengan apa Islam masuk ke Indonesia?
Jika kita baca sejarah, Islam masuk dengan jalan damai, dengan pedang intelektual, dengan perdagangan. Maka dari itu Islam mampu diterima justru karena tidak melanggar hak asasi manusia.
Saya juga teringat jawaban Kak Nanda salah satu perwakilan Indonesia yang menjadi youth plenary speaker, ketika beliau diwawancarai oleh puluhan jurnalis asing tentang dilarangnya sex before marriage di Indonesia. Kak Nanda menjawab dengan sangat sederhana. Dasar negara Indonesia adalah Pancasila.
Sila pertama dari pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dimana dalam ajaran agama apapun, sex before marriage itu dilarang. Jika nilai-nilai agama telah menjadi jalan hidup seseorang, maka insyaa Allah itu akan mengarah kepada kebaikan kepada sesama. Dalam hal ini Pancasila sila pertama mewakilkan ‘genteng kokoh’ dalam paragraf saya sebelumnya.
Pancasila memang bukan agama. Pancasila juga bukan sebuah jalan, melainkan titik temu dari banyak jalan. Jika falsafah dasar Pancasila telah kita pelajari dan amalkan, tidak peduli suku, ras, agama, dsb kita akan saling menghormati dan bersatu dalam indahnya perbedaan di Indonesia.
Berbeda itu adalah sebuah keniscayaan, namun saling menghargai dan saling menghormati itu adalah sebuah pencapaian yang indah. Sebuah pencapaian yang indah tentunya perlu diusahakan dan diperjuangkan bersama-sama.
Jika orang asing saja tertarik mempelajari nilai dasar dari negara Indonesia Pancasila, dan tidak semena-mena menanamkan nilai mereka. Kenapa kita orang Indonesianya sendiri tidak mengamalkan secara nyata tiap butirnya dan tidak bangga dengan simbol pemersatu bangsa?
#SayaMuslim #SayaIndonesiaSayaPancasila Wallahu’alam. []