TAK bisa dipungkiri di zaman kemajuan teknologi saat ini, orang-orang masih percaya dengan jimat. Mereka beranggapan jimat akan membawa ‘hoki,’ menolak bala, ‘pengasihan’ dan alasan lainnya. Jika ada pertanyaan mengapa orang-orang di zaman modern masih percaya jimat, jawabannya adalah karena keterbatasan akal mereka.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud ra, Rasulullah SAW pernah mengisyaratkan tentang jimat dan hukumnya.
“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna adalah syirik.” (HR. Al-Imam Ahmad).
Jimat adalah permata yang dirangkai atau tulang belulang kemudian dikalungkan di leher-leher anak dengan tujuan menolak bala.
Asy-Syaikh Al-Albani pernah menjelaskan: “Memang asal jimat itu adalah permata yang dirangkai yang digantungkan pada leher anak agar terpelihara dari gangguan mata-mata jahat. Kemudian mereka perluas makna jimat tersebut sehingga mereka menamakan jimat pada segala bentuk perlindungan. Contoh: sebagian mereka menggantungkan sepatu kuda di pintu-pintu rumah atau di tempat yang nampak jelas, menggantungkan sandal di bagian depan mobil atau bagian belakangnya, atau marjan yang berwarna biru di bagian depan kaca mobil bagian dalam dekat sopir dengan tujuan untuk menolak bala.” (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 1/650).
Sudah disebutkan di atas bahwa jimat termasuk dari kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hal ini sangat jelas keharamannya. Lalu bagaimana hukum memakainya?
Pertama: Pelakunya akan jatuh pada syirik akbar (besar) bila disertai keyakinan bahwa jimat itu sendiri yang memberikan pengaruh selain Allah SWT yang bisa menolak mudharat dan mendatangkan manfaat, serta membentengi setiap orang yang memakainya. Maka pelakunya telah keluar dari Islam.
Kedua: akan menyebabkan pelakunya jatuh dalam perbuatan syirik kecil bila dia meyakini bahwa jimat itu hanya sebagai sebab semata, adapun yang mendatangkan manfaat dan menolak segala bentuk malapetaka yang menimpanya adalah Allah SWT. Menjadikan sesuatu sebab yang tidak pernah dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai sebab adalah syirik kecil. (Lihat Al-Qaulul Mufid 1/204, Al-Qaulul Sadid hal. 38, Fatawa Syaikh Ibnu Baz 2/384).
Seperti diketahui bahwa dosa yang tidak diampuni Allah SWT adalah syirik. []
Sumber: http://www.asysyariah.com, Penulis: Al Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi