ALLAHÂ Â mengingatkan saya tentang arti syukur dengan cara-Nya mempertemukan kami. Saya dan Bapak tua pengayuh becak ini.
Sepulang hunting baju untuk ngemsi, biasanya naik taksi, kali ini saya ingin naik becak.
Si bapak, entah siapa namanya, menawarkan jasa, saya tanya berapa ke alamat rumah saya, tapi beliau jawab;
“Kersani sampeyan mawon mbak maringi kulo pinten,” (Terserah kamu  mau bayar berapa).
Rasanya beliau berucap demikian karena sebelumnya mendengar adegan tawar-menawar saya yang begitu alot dengan pengemudi bentor lain di pangkalan.
Mungkin rizki beliau, Allah menggerakkan tangan saya untuk memberi ongkos lebih banyak daripada harga penawaran tertinggi di pangkalan becak tadi.
Bapak ini ga punya bentor, adanya cuma becak biasa yang harus dikayuh susah payah di usia senja-80 tahunnya.
Si bapak bilang, sekarang pendapatannya tak seperti dulu. Penumpang lebih memilih bentor yang jauh lebih cepat dan lebih nyaman. Makanya si bapak bersedia dibayar berapapun daripada tak ada pemasukan sama sekali.
Sehat terus ya, Pak… []