SALAH satu sikap yang menonjol pada diri seorang kyai adalah perilaku rendah hati atau tawadhu-nya. Meskipun seorang kyai dikenal memiliki ilmu agama luas dan penguasaan kitab yang kuat, tetapi hal itu tidak lantas membuatnya lebih tahu dari siapapun.
Suatu ketika, kyai di sebuah desa bernama Amrun memberikan pengajian fiqih dengan menggunakan Kitab Taqrib. Pengajian ini dilakukan Kyai Amrun setiap malam Kamis untuk umum bagi warga di desanya. Di setiap akhir pengajian, Kyai Amrun selalu berucap Wallahu A’lam (dan Allah Maha Mengetahui).
Pada suatu hari dalam kesempatan yang sama, seorang warga bernama Didin berupaya kritis dengan mempertanyakan sikap Kyai Amrun yang selalu mengucapkan Wallahu A’lam di setiap akhir pengajian.
“Kenapa kyai selalu mengatakan Wallahu A’lam setiap akhir pengajian?” tanya Didin.
“Ya karena Allahlah yang Maha Mengetahui.”
“Tapi Allah kan tergantung persepsi umatnya kyai, di sini kita diajarkan untuk yakin atas segala sesuatu yang menurut kita benar,” ujar Didin yang mulai lupa dia berbicara dengan siapa.
“Wallahu A’lam, Din,” timpal kiai. []
Sumber: NU Online