LEBARAN segera tiba. Membicarakan lebaran tidak lepas dari membicarakan kebiasaan-kebiasaan lebaran di Indonesia. Salah satu yang paling sering kita lakukan adalah membeli baju baru untuk digunakan saat lebaran. Tidak bisa dipungkiri sepuluh hari sebelum lebaran, para penjual pakaian sudah dibanjiri pembeli baju lebaran. Mengapa selalu demikian? Apakah sebenarnya hukum memakai baju baru saat lebaran?
Memakai pakaian baru pada Lebaran telah menjadi budaya sebagian kaum Muslimin di mana pun. Terdapat dalil-dalil sahih berupa hadis Nabi dan atsar (perkataan) para ulama ahlus sunah wal jama’ah yang menunjukkan bahwa hal itu memang boleh dan ada tuntunannya. Berikut ini akan sebutkan beberapa dalil-dalil syar’i dan atsar tersebut.
Abdullah bin Umar Radhiallahu anhuma berkata, “Umar Radhiyallahu anhu mengambil sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar, lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, belilah jubah ini dan berhiaslah dengannya untuk hari raya dan menyambut tamu.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak mendapatkan bagian (di Hari Kiamat).’” Imam Al-Bukhari Rahimahullah meletakkan hadis itu dengan judul “Bab Tentang Dua Hari Raya dan Berhias di Dalamnya”.
Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata, “Hal ini menunjukkan bahwa berhias pada momen-momen seperti itu sudah sangat dikenal (pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi sallam dan para sahabat–pent.).” (simak AL-Mughni, II/370).
Imam Asy-Syaukani Rahimahullah berkata, “Kesimpulan, disyariatkannya berhias pada hari raya dari hadis ini didasari oleh persetujuan Nabi tentang berhias di hari raya, adapun pengingkarannya hanya terbatas pada macam atau jenis pakaiannya, karena dia terbuat dari sutera.” (simak Nailul Authar, III/284).
Demikianlah, hal tersebut terus berlangsung sejak masa sahabat hingga sekarang.
Ibnu Rajab Al-Hambali Rahimahullah berkata, “Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Nafi bahwa Ibnu Umar pada dua hari raya mengenakan bajunya yang paling bagus.”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rahimahullah berkata, “Termasuk amalan sunah pada hari raya adalah berhias, baik bagi orang yang i’tikaf maupun yang tidak.” (simak Tanya Jawab dalam Sholat Dua Hari Raya, hal. 10).
Namun, dari pernyataan di atas, menggambarkan pada Idul Fitri tidak harus selalu menggunakan pakaian baru. Akan tetapi menggunakan pakaian yang terbaik.
Berhias dan memakai pakaian baru pada Idul Fitri, meskipun disunahkan, hanya saja kita tidak boleh terjebak pada sifat boros dan berlebihan dalam berpakaian atau berdandan. Tidak boleh pula kita mengabaikan kriteria pakaian syar’i yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah sehingga mengakibatkan “aurat” kita tidak terjaga. Atau berpakaian terlalu ketat. Atau juga terlalu mencolok dan menarik perhatian banyak orang (baca: tabarruj). Sehingga dosa-dosa yang telah diampuni Allah selama beribadah di bulan Ramadhan kembali masuk dalam diri kita.
Oleh karenanya, sebaiknya dalam berpakaian tidak melanggar batasan-batasan syar’i, baik bagi pria maupun wanita. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, yang artinya, “Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33). []
Sumber: citraislam