JAKARTA – ASEAN Young Leaders Forum (AYLF) Indonesia turut merespon krisis yang terjadi di Timur Tengah. AYLF Indonesia menyelenggarakan Diskusi Kepemudaan Nasional dengan tema “Krisis Qatar : Masa Depan Timur Tengah dan Transformasi Peta Geopolitik Global” pada Selasa (13/6/2017) bertempat di Auditorium MA Al-Islamiyah PUI, Jakarta Selatan. Diskusi ini menghadirkan dua pembicara nasional yaitu Yon Machmudi, Ph.D (Pengamat Politik Timur Tengah UI) serta Haryo Setyoko, M.PA (Pengamat Politik Internasional). Diskusi ini dimoderatori oleh Rangga Kusumo selaku Ketua Bidang Politik AYLF Indonesia.
“Melalui platform AYLF ini, diharapkan pemuda Indonesia dapat berpartisipasi aktif dalam kampanye perdamaian global. Salah satunya adalah himbauan kepada negara teluk agar dapat menyelesaikan polemik Qatar ini dengan damai dan diplomatik,” kata Adhe Nuansa Wibisono, Presiden AYLF Indonesia, dalam sambutannya sekaligus membuka Diskusi Kepemudaan Nasional.
Yon Machmudi menilai bahwa Qatar merupakan negara kecil yang memiliki sumber daya alam kemudian berani untuk mengambil sikap berbeda dengan negara Teluk lainnya. “Qatar memiliki model politik terbuka yang berbeda dengan negara Teluk lainnya. Hal tersebut yang membuat Qatar memiliki kedekatan dengan beberapa kelompok oposisi seperti Ikhwanul Muslimin dan Hamas. Sikap itu yang tidak disukai oleh negara-negara Arab, khususnya Arab Saudi dan Mesir,” ungkap Alumnus Australian National University tersebut.
“Di Timur Tengah, Arab Saudi itu bisa diibaratkan harimau, sedangkan Qatar ini kupu-kupu cantik yang menarik perhatian dan sulit untuk ditangkap”, ujar Yon Machmudi saat memberikan analogi posisi Arab Saudi dengan Qatar.
Haryo Setyoko kemudian menyebutkan bahwa pemutusan hubungan diplomatik negara Teluk dengan Qatar tidak hanya bisa dinilai dari permukaan saja. Terdapat tiga level konflik yang menjadi pra kondisi munculnya krisis ini. “Pertama, stigma terorisme dimunculkan kembali dengan serangkaian teror di berbagai negara seperti Manchester, Marawi, Kampung Melayu, dan London. Qatar sebagai negara yang menampung dan punya kedekatan dengan kelompok tertuduh teroris akhirnya menjadi kambing hitam,” ungkapnya.
“Kedua, kompetisi harga minyak yang semakin menurun. Arab Saudi, Oman, Bahrain sebagai produsen minyak terbesar mulai terancam akibat harga minyak US Dollar per barel semakin menurun. Di sisi lain, Qatar memiliki sumber daya gas yang tidak dimiliki negara Teluk lainnya dan berpotensi untuk mendekat ke Iran dan Rusia yang juga memiliki gas,” lanjut alumnus National University of Singapore tersebut.
“Ketiga, nilai tukar US Dollar akan terancam, jika Qatar mampu mengembangkan produksi gas dengan Iran dan Rusia, karena transaksi yang digunakan tidak akan memilih Dollar lagi,” jelasnya. “Kepentingan Amerika Serikat dalam krisis Qatar ini pasti besar, karena berkaitan dengan kepentingan ekonomi, yaitu US Dollar yang terancam,” pungkas Haryo Setyoko menutup pemaparannya.
Acara Diskusi Kepemudaan Nasional ini ditutup dengan silaturahim dan buka puasa bersama. Hadir perwakilan pemuda dari berbagai elemen yaitu Pemuda PUI, Himpunan Mahasiswa PUI, KAMMI, Pemuda Al-Irsyad, dan FSLDK Indonesia. []