MUDIKÂ atau pulang kampung bagi kaum urban menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Sebab, dengan mudik yang umumnya berlangsung sekali dalam setahun, terutama saat-saat merayakan hari raya Idul Fitri, itu mereka dapat melampiaskan kerinduan pada kampung halaman serta bersilaturahim dengan keluarga dan kerabat di sana.
Tradisi mudik terjadi secara rutin selama sekira empat dasawarsa terakhir. Hal ini mengingat pada awal tahun 70-an kota-kota besar, khususnya Ibu Kota, menjadi daya tarik warga pedesaan karena mudahnya mendapatkan mata pencaharian dan uang dibandingkan di pelosok desa. Infrastruktur dan pembangunan di kota besar yang mudah diakses juga menambah daya tarik warga desa memilih menjadi kelompok urban.
Kian jomplang-nya perkembangan dan pembangunan antara kehidupan di pedesaan dan perkotaan membuat warga desa makin tergiur pada kehidupan kota metropolitan. Jadilah mereka secara turun-temurun menjadi bagian dari geliat kota yang kian kompleks masalah sosial dan perekonomiannya.
Hingga akhirnya kota besar seperti DKI Jakarta menemukan titik jenuhnya sebagai wilayah padat yang dihuni sekitar 10,1 juta warga yang berasal dari berbagai suku bangsa. Kaum urban ini tetap tidak melewatkan tradisi mudik demi melepaskan kepenakatan tinggal di kota dan juga tetap menjalin hubungan baik dengan keluarga di pelosok pedesaan.
Pemudik dari tahun ke tahun trennya terus meningkat. Tahun 2012 silam angkanya sekitar 4 juta jiwa. Kebanyakan pemudik itu menggunakan jalur darat, karena sebagian dari mereka berasal dari daerah di Pulau Jawa. Ada yang menggunakan alat transportasi umum, tapi tak sedikit pula yang merasa nyaman dengan kendaraan pribadi. Bahkan, porsi kendaraan roda dua yang digunakan untuk mudik tak kalah banyaknya dibandingkan dengan roda empat.
Sayang, impian beberapa pemudik kala itu yang ingin berjumpa-sapa dengan sanak saudara dan handai taulan tak kesampaian. Nyawa mereka terenggut di tengah jalan. Di antara mereka ada yang meninggal karena mengantuk saat berkendara, berkecepatan tinggi, sedikit ceroboh dalam berlalu lintas, terantuk lubang atau terperangkap jalan rusak di jalan raya, dan faktor lainnya. Sebagian lagi nyawanya masih bisa diselamatkan tapi kondisinya kritis, sedangkan sebagian lainnya luka-luka ringan.
Menurut data Korlantas Polri yang dirilis Posko Harian Tingkat Nasional Angkutan Lebaran Terpadu 2012, selama musim mudik tahun ini terjadi 4.704 kecelakaan. Sebanyak 820 orang dinyatakan meninggal, 1.366 luka berat, dan 4.474 luka ringan. Data ini tentu membuat kita semua prihatin dan turut berduka. Dan, kecelakaan demikian tak hanya terjadi pada tahun ini, tapi setidaknya dalam lima tahun terakhir dimana sebagian pemudik lebih memilih berkendara roda dua dalam menempuh perjalanan yang cukup panjang. Mesti resiko terjadinya kecelakaan tinggi. Angka 70% korban kecelakaan mudik tahun ini adalah pengendara sepeda motor, membuktikan dugaan itu.
Haruskah peristiwa seperti ini berulang dan berulang setiap tahun? Hanya manusia yang tak waras saja yang mau menjawab ya. Jika demikian, tentu pemerintah memiliki tanggung jawab terbesar dalam urusan masalah ini. Bukan hanya pemerintah di tingkat pusat, tapi juga pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota/
Tugas pemerintah pusat adalah membuat atau mengeluarkan kebijakan yang mampu menyelamatkan para pemudik dari kecelakaan lalu lintas. Banyak celah yang dapat dilakukan untuk meminimalisir angka kecelakaan, misalnya memobilisasi alat transportasi darat menjelang musim mudik. Pilihan pemudik menggunakan sepeda motor salah satunya disebabkan tak tersedianya angkutan umum sesuai dengan kapasitas jumlah pemudik.
Tingginya tarif mudik yang diberlakukan perusahaan-perusahaan angkutan umum juga menjadi alasan sebagian pemudik enggan menggunakannya. Bedakan dengan kendaraan roda dua yang dianggap hemat dan efisien. Untuk masalah ini sebaiknya pemerintah menyediakan subsidi bagi angkutan massal sehingga tarif yang diterapkan ke para pemudik masih bisa terjangkau.
Tugas yang tak kalah penting, khususnya bagi pemerintah daerah, adalah menyediakan infrastruktur yang layak dan mengutamakan keselamatan pengguna jalan raya. Sudah menjadi rahasia umum jika di sejumlah titik jalan di sepanjang jalan pantai utara (pantura) Pulau Jawa, jalan rusak dan bergelombang tak pernah beres, sehingga risiko kecelakaan masih cukup tinggi. Mestinya pemda senantiasa memperhatikan kondisi jalan utama yang dilalui para pemudik.
Ketersediaan pos-pos pelayanan kesehatan di beberapa titik memang membantu keselamatan pemudik. Namun, masalah-masalah besar yang disebutkan di atas seharusnya lebih diprioritaskan, sehingga keselamatan para pemudik menjadi lebih baik. Kita berharap pemerintah turut prihatin dengan peristiwa tahunan yang merenggut ratusan nyawa di jalan raya ini. Lalu, bekerja keras untuk menyelamatkan nyawa para pemudik tahun depan dan tahun-tahun berikutnya. Semoga. Wallahu a’lam. []