Oleh: Rohmat Saputra
jeparahanif@gmail.com
DUNIA adalah tempat mencari bekal untuk akhirat. Dimana hanya tempat beramal tanpa hisab. Nanti di akhirat tempat hisab tanpa amal. Sayangnya banyak yang terlalaikan dengan dunia.
Lupa bahwa hidup dunia hanya seperti singgah saja. Tidak akan lama. Tujuan pokok yang selayaknya menjadi prioritas lambat laut tersisihkan. Akhirnya muncullah berbagai alasan sebagai dalih akan pembenaran yang dilakukan.
“Uniknya”, di setiap usia ada saja alasan. Berikut bentuk alasannya.
Di Usia Anak-Anak
Dimasa anak-anak sebenarnya sudah bisa diajarkan sesuatu yang bermanfaat untuk masa depan. Khususnya dibidang agama. Justru masa kecil adalah masa dimana mudah sekali membekas apa saja yang diajarkan. Apa yang di transfer dari orang tuanya melalui teladan dan nasehat, otak anak-anak mudah merekam. Meski tampaknya mereka tidak beraksi atas nasehat dan teladan yang mereka dapatkan, tapi itu semua akan membentuk pribadi ketika dewasa kelak. Anehnya, terkadang orang tua yang tidak paham agama akan berdalih, “Biarlah, mereka kan masih kecil”.
Dari dalih seperti itu, akibatnya kebaikan tertutup dan tidak tersalurkan kepada anak-anak. Padahal mereka adalah bibit unggul yang mudah sekali dicetak. Usia mereka adalah usia emas. Kepolosan mereka menjadi kelebihan dalam mengajarkan kebaikan. Jika dibiarkan, mereka akan tumbuh tanpa kebaikan Islam. Hasilnya orientasi hidup di dunia hanya mencari materi tanpa ruh Islam.
Di Usia Muda
Usia muda biasanya masa pencarian jati diri. Apa saja yang unik menjadi perhatian bagi mereka. Tidak jarang diantara mereka malah kebablasan dalam bergaul. Tanpa batas menerima semua pergaulan dari siapa saja. Mereka beralasan “mumpung masih muda”. Alasan itu seolah menjamin usia mereka bakal panjang. Padahal tidak sedikit di antara mereka yang mati waktu muda. Karena usia muda tidak menjadi alasan kematian undur datang. Maka alasan itu hanya sebagai dalih penghalalan untuk melakukan apa saja tanpa ada yang melarang.
Lebih mirisnya lagi orang tua dari anak muda. Alasannya hampir sama dengan anaknya. “Biarlah, mereka kan masih muda”. Pertanyaannya, apakah usia muda berarti masa membolehkan segala hal demi kepuasan jiwa muda, yang kemungkinan besar tak terkendali?
Alasan seperti itu seperti mewajarkan sesuatu bukan pada tempatnya. Seharusnya masa muda bukan dibiarkan dengan bebas. Tapi dituntun untuk dikendalikan agar tidak lepas. Pembentukan mental kuat dan kokoh pada generasi muda tentu dengan didikan yang tidak bersifat mengekang. Agar bisa mengimprovisasi selama itu dalam pantauan orang tua dan pendidik.
Di Usia Dewasa
Usia dewasa telah masuk. Kesibukan mulai datang. Hingga ada yang terkalahkan dengan kesibukannya. Bahkan tidak sempat melakukan ibadah apapun karena berdalih “Saya sibuk, tidak sempat sholat ke masjid dan menghadiri majelis ilmu”.
Kalau memang alasannya selalu sibuk untuk melakukan ibadah, berarti orang-orang yang rutin sholat 5 waktu dan menghadiri kajian ilmu, dianggap kumpulan orang pengangguran?
Sebenarnya pekerjaan sibuk tidak serta merta mengalahkan ibadah. Sebab hakikat kerja hanyalah sebagai penopang agar bisa melanjutkan hidup. Pekerjaan banyak yang mengakibatkan sibuk sebenarnya tergantung dari bagaimana memenej waktu. Sehingga tidak diatur waktu terus-terusan.
Manusialah yang mengatur waktu itu sendiri agar bisa membaginya dengan ibadah.
Memang secara realita, seseorang harus patuh terhadap peraturan dimana seseorang bekerja. Tapi tentu tidak mungkin kerjanya full tanpa jedah. Alasan “saya sibuk” adalah dalih agar bebas dari berbagai kewajiban. Itu menunjukkan seseorang sudah kalah dengan pekerjaannya sampai kewajiban tersingkirkan.
Di Usia Tua
Usia dewasa tidak akan bertahan lama. Usia tua selanjutnya akan datang. Semua kekuatan telah dihabiskan pada usia muda dan dewasa. Saat memasuki usia tua, kekuatan berkurang. Ibarat mesin tua. Kerjanya sudah tidak sebagus ketika mesin baru. Tapi sayangnya ada sebagian yang susah dalam beribadah. Bahkan beralasan “Saya sudah sakit-sakitan, jadi susah untuk beribadah”. Akhirnya dimasa tua hanya seolah menunggu mati tanpa ada amalan apapun. Selebihnya mungkin bergaul dengan cucu-cucunya saja.
Padahal melakukan ibadah bisa dilakukan dalam segala usia. Banyak ibadah ringan lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan. Sebab Islam tidak memerintahkan beramal diluar batas kemampuan seseorang.
Banyak beribadah meski di ujung usia adalah cerminan dari usia saat muda dan dewasa. Dimasa muda dan dewasa biasa melakukan ibadah seperti bersedekah, shalat berjama’ah dan shalat malam, maka saat tuapun akan terbiasa melakukannya. Walaupun kondisi fisik tak sekuat dulu.
Tapi saat muda dan dewasa mudah meninggalkan shalat, mengaji hanya saat ramadhan, shubuh biasa kebablasan, maka yang terjadi tidak akan jauh berbeda. Di usia tua pun kemungkinan besar akan seperti itu.
Karena aktivitas dalam keseharian bisa membentuk pola hidup. Sehingga biasanya setiap hari mengaji, kemudian satu hari saja tidak mengaji, maka seolah ada yang kurang. Begitu juga sebaliknya. Pola hidup ini akan terus berlanjut bila tidak dirubah dengan menggantikan aktifitas yang lainnya.
Semua alasan diatas yang terkandung dari masa kecil, masa muda, masa dewasa dan di masa tua, merupakan sebuah dalih dari ribuan dalih lainnya untuk menghindari kewajiban. Syetan memiliki dalih lebih banyak agar menjauhi kebaikan. Akibat dari dalih itu banyak sekali korban yang telah berjatuhan.
Para korban tidak sadar bahwa dalih tersebut membawa pada kehancuran. Akhirnya sedikit yang mengantongi bekal untuk kehidupan yang lebih panjang. Sebab ternyata telah termakan dengan ribuan alasan yang memang telah disiapkan oleh syetan.
Jadi, masihkah kita punya alasan untuk tidak menjauhi syetan? []