Persoalan Qunut Shubuh tak jarang jadi pertentangan di kalangan umat Islam. Sebagian golongan yang melakukan Qunut Shubuh menganggap orang yang melakukan qunut adalah salah. Begitu juga sebaliknya. Lalu adakah sebenarnya tuntunan Qunut Shubuh ini?
Empat madzhab berbeda pendapat tentang hal ini. Madzhab Hanafi dan Hanbali berpendapat tidak ada qunut pada Shalat Shubuh. Sedangkan Madzhab Maliki berpendapat, sebelum ruku’ dilakukan Qunut Shubuh namun dibaca sirr atau pelan. Adapun Madzhab Syafi’i, berpendapat setelah ruku’ dilakukan Qunut Shubuh.
Adakah dalilnya dari Nabi Muhammad SAW?
Rasulullah Saw Membaca Doa Qunut Shubuh Hingga Meninggal Dunia.
حديث انس رضى الله عنه ” أن النبي صلي الله تعالي عليه وسلم قنت شهرا يدعوا عليهم ثم ترك فأما في الصبح فلم يزل
يقنت حتى فارق الدنيا “
Hadits Anas RA, “Sesungguhnya Rasulullah SAW membaca Qunut selama satu bulan, beliau melaknat mereka, kemudian meninggalkannya. Adapun doa Qunut pada shalat Shubuh, Rasulullah SAW terus membaca doa Qunut pada shalat Shubuh hingga beliau meninggal dunia”.
Pendapat Ulama Tentang Hadits ini:
حديث صحيح رواه جماعة من الحعاظ وصححوه وممن نص علي صحته الحافظ أبو عبد الله محمد بن علي البلخى والحاكم
أبو عبد الله في مواضا من كتبه والبيهقي ورواه الدار قطني
Hadits shahih, diriwayatkan sekelompok para al-Hafizh dan mereka nyatakan shahih. Di antara ulama yang menyatakannya shahih secara teks adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi Imam al-Hakim Abu Abdillah di beberapa tempat dalam kitabnya dan Imam al-Baihaqi.
Diriwayatkan juga oleh Imam ad-Daraquthni:
Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah SAW terus menerus membaca Qunut pada Shalat Shubuh
hingga beliau meninggal dunia,” (Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz.III, hal.505.)
Dari Muhammad, ia berkata: “Saya bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah SAW membaca
qunut pada Shalat Shubuh?”. Ia menjawab: “Ya, setelah ruku’, sejenak,” (HR. Muslim).
Abu Bakar, Umar dan Utsman Membaca Doa Qunut Shubuh
وعن العوام بن حمزة قال ” سألت أبا عثمان عن القنوت في الصبح قال بعد الركوع قلت عمن قال عن أبى بكر وعمر
” وعثمان رضي الله تعالي عنهم
Dari al-‘Awwam bin Hamzah, ia berkata, “Saya bertanya kepada Abu ‘Utsman tentang doa Qunut pada shalat Shubuh. Ia menjawab, “Setelah ruku’.” Saya katakan, “Dari siapa?”. Ia menjawab, “Dari Abu Bakar, Umar dan Utsman”. (HR. Al-Baihaqi).
Imam al-Baihaqi berkata: هذا إسناد حسن “Sanad ini hasan”.
Imam Ali Membaca Doa Qunut Shubuh
وعن عبد الله بن معقل بعتح الميم وإسكان العين المهملة وكسر القاف التابعي قال ” قنت علي رضى الله عنه في العجر ” – –
رواه البيهقى وقال هذا عن علي صحيح مشهور
Dari Abdullah bin Ma’qil, seorang tabi’in, ia berkata, “Ali RA membaca Qunut pada shalat Shuhub,” (HR. Al-Baihaqi).
Imam al-Baihaqi berkata, “Ini dari Imam Ali, shahih masyhur”.
Hadits-Hadits Menolak Doa Qunut Shubuh:
Hadits Pertama:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أحَْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثمَُّ تَرَكَه
Dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Rasulullah SAW membaca doa Qunut selama satu bulan, berdoa terhadap daerah-daerah Arab, kemudian meninggalkannya,” (HR. Muslim).
Hadits riwayat Anas bin Malik ini menyatakan bahwa Rasulullah SAW membaca Qunut shubuh selama satu bulan, kemudian setelah itu Rasulullah SAW meninggalkannya. Berarti dua riwayat ini kontradiktif? Padahal periwatnya sama-sama Anas bin Malik. Satu menyatakan nabi membaca qunut hanya satu bulan. Sementara riwayat yang lain menyatakan nabi membaca Qunut Shubuh hingga meninggal dunia. Berarti ada kontradiktif?
Tidak kontradiktif, karena yang dimaksud dengan meninggalkannya, bukan meninggalkan Qunut, akan
tetapi meninggalkan laknat dalam Qunut. Laknatnya ditinggalkan, Qunutnya tetap dilaksanakan. Demikian riwayat al-Baihaqi:
عن عبد الرحمن بن مهدى في حديث انس قنت شهرا ثم تركه قال عبد الرحمن رحمه الله انما ترك اللعن
Dari Abdurrahman bin Mahdi, tentang hadits Anas bin Malik: Rasulullah Saw membaca Qunut selama satu bulan, kemudian beliau meninggalkannya. Imam Abdurrahman bin Mahdi berkata: “Yang ditinggalkan hanya laknat,” (Imam al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, juz.II (Haidarabad: Majlis Da’irat al-Ma’arif an-Nizhamiyyah, 1344H), hal. 201).
Yang dimaksud dengan laknat dalam Qunut adalah:
Dari Anas bin Malik, sesungguhnya Rasulullah SAW membaca Qunut selama satu bulan beliau melaknat
(Bani) Ri’lan, Dzakwan dan ‘Ushayyah yang telah berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
وأما الحواب عن حديث أنس وأبى هريرة رضي الله عنهما في قوله ثم تركه فالمراد ترك الدعاء على أولئك الكعار ولعنتهم
فقط لا ترك جميا القنوت أو ترك القنوت في غير الصبح وهذا التأويل متعين لان حديث أنس في قوله ” لم يزل يقنت في
الصبح
حتى فارق الدنيا ” صحيح صريح فيجب الجما بينهما وهذا الذى ذكرناه متعين للجما وقد روى البيهقي باسناده عن عبد
الرحمن بن مهدي الامام انه قال انما ترك اللعن ويوضح هذا التأويل رواية أبي هريرة السابقة وهي قوله ” ثم ترك الدعاء
لهم “
Adapun jawaban terhadap hadits Anas dan Abu Hurairah, tentang kalimat, “Kemudian ia meninggalkannya”. Maksudnya adalah: meninggalkan doa terhadap mereka, yaitu orang-orang kafir. Meninggalkan laknat terhadap mereka. Hanya meninggalkan laknat dalam doa saja, bukan meninggalkan doa Qunut secara keseluruhan. Atau artinya: meninggalkan doa Qunut dalam semua shalat selain shalat Shubuh. Penakwilan ini menetapkan sesuatu, karena hadits riwayat Anas menyatakan, “Rasulullah Saw terus membaca doa Qunut pada shalat Shubuh hingga meninggal dunia”. Hadits ini shahih dan jelas, maka wajib mengkombinasikan antara kedua riwayat tersebut. Imam al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Imam Abdurrahman bin Mahdi, ia berkata, “Yang ditinggalkan hanya laknatnya saja”. Penakwilan ini dijelaskan riwayat Abu Hurairah di atas, yaitu kalimat, [ثم ترك الدعاء لهم ]. Kemudian Rasulullah Saw meninggalkan doa (laknat) terhadap mereka.” (Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz.III, hal.505).
Hadits Kedua Menolak Qunut:
عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأشَْجَعِ ي قَالَ قُلْتُ لِأَبِي يَا أبََةِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللََِّّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأبَِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ
وَعَلِ ي بْنِ أبَِي طَالِبٍ هَا هُنَا بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتوُنَ قَالَ أيَْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ
Dari Abu Malik al-Asyja’i, ia berakata, “Saya bertanya kepada Bapak saya, ‘Wahai bapakku, sesungguhnya engkau shalat di belakang Rasulullah Saw, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib di sini, di Kufah lebih kurang lima tahun. Apakah mereka membaca doa Qunut?”. Bapaknya menjawab, “Wahai anakku, itu perbuatan yang dibuat-buat,” (HR. at-Tirmidzi).
Pendapat Ulama:
والجواب عن حديث سعد بن طارق أن رواية الذين اثبتوا القنوت معهم زيادة علم وهم أكثر فوجب تقديمهم
Jawaban terhadap hadits Sa’ad bin Thariq (nama asli Abu Malik al-Asyja’i), bahwa riwayat yang menetapkan adanya Qunut, bersama mereka itu ada tambahan pengetahuan, yang menyatakan ada Qunut Shubuh lebih banyak, maka riwayat mereka lebih dikedepankan. (Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz.III, hal.505).
Hadits ketiga menolak Qunut
عَنْ عَبْدِ اللََِّّ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِىَ اللََُّّ عَنْهُ قَالَ : مَا قَنَتَ رَسُولُ اللََِّّ صلى الله عليه وسلم فِى شَىْءٍ مِنْ صَلَوَاتِهِ.
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah Saw tidak pernah membaca doa Qunut dalam shalat-shalatnya”.
Pendapat Ulama
Demikian diriwayatkan oleh Muhammad bin Jabir as-Suhaimi, statusnya: Matruk. (Imam al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, juz.II (Haidarabad: Majlis Da’irat al-Ma’arif an-Nizhamiyyah, 1344H), hal.213).
وعن حديث ابن مسعود أنه ضعيف جدا لانه من رواية محمد بن جابر السحمى وهو شديد الضعف متروك ولانه نعي وحديث
أنس إثبات فقدم لزيادة العلم
Hadits riwayat Ibnu Mas’ud dha’if jiddan (lemah sekali). Karena diriwayatkan oleh Muhammad bin Jabir as-Suhaimi, statusnya: Syadid adh-Dha’f, matruk. Karena hadits ini menafikan, sedangkan hadits Anas menetapkan. Maka yang menetapkan lebih dikedepankan daripada yang menafikan, karena sebagai tambahan pengetahuan. (Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz.III, hal.505).
Hadits Keempat Menolak Qunut:
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَبِى مِجْلَزٍ قَالَ : صَلَّيْتُ مَاَ ابْنِ عُمَرَ صَ لاَةَ الصُّبْحِ فَلَمْ يَقْنُتْ ، فَقُلْتُ لاِبْنِ عُمَرَ : لاَ أرََاكَ تقَْنُتُ. قَالَ : لاَ أَحْعَظْهُ
عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا.
Dari Abu Qatadah, dari Abu Mijlaz, ia berkata, “Saya shalat bersama Ibnu Umar pada shalat Shubuh, ia tidak membaca doa Qunut. Saya katakan kepada Ibnu Umar, “Saya tidak melihat engkau membaca doa Qunut”. Ibnu Umar menjawab, “Saya tidak menghafalnya dari seorang pun dari para sahabat kami”.
Pendapat Ulama:
نِسْيَانُ بَعْضِ الصَّحَابَةِ أَوْ غَعْلَتُهُ عَنْ بَعْضِ السُّنَنِ لاَ يَقْدَحُ فِى رِوَايَةِ مَنْ حَعِظَهُ وَأثَْبَتَهُ.
Sebagian shahabat terlupa atau lalai tentang sebagian Sunnah, itu tidak dapat merusak riwayat shahabat lain yang ingat dan menetapkannya. (Imam al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, juz.II (Haidarabad: Majlis Da’irat al-Ma’arif an-Nizhamiyyah, 1344H), hal.213).
وحديث ابن عمر أنه لم يحعظه أو نسيه وقد حعظه أنس والبراء بن عازب وغيرهما فقدم من حعظ
Hadits Ibnu Umar yang menyatakan bahwa ia tidak menghafalnya atau terlupa. Ada shahabat lain yang menghafalnya, yaitu Anas, al-Barra’ bin ‘Azib dan shahabat lain. Maka yang hafal lebih diutamakan.
Hadits Kelima Menolak Qunut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : أَنَّ الْقُنُوتَ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ بِدْعَة
Dari Ibnu Abbas, “Sesunguhnya doa Qunut pada shalat Shubuh itu bid’ah”.
Pendapat Ulama:
وعن حديث ابن عباس أنه ضعيف جدا وقد رواه البيهقى من رواية أبى ليلي الكوفى وقال هذا لا يصح وابو ليلى متروك وقد
روينا عن ابن عباس انه ” قنت في الصبح “
Hadits dari Ibnu Abbas adalah dha’if jiddan (lemah sekali). Disebutkan al-Baihaqi dari riwayat Abu Laila al-Kufi. Imam al-Baihaqi berkata, “Ini tidak shahih. Status Abu Laila: matruk”. Telah kami riwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Ibnu Abbas membaca doa Qunut pada shalat Shubuh. (Imam al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, juz.II (Haidarabad: Majlis Da’irat al-Ma’arif an-Nizhamiyyah, 1344H), hal.213).
Hadits Keenam Menolak Qunut:
عَنْ أ م سَلَمَةَ : أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنِ الْقُنُوتِ فِى صَلاَةِ الصُّبْح – –
Dari Ummu Salamah, “Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang membaca doa Qunut pada shalat Shubuh”.
Pendapat Ulama:
وعن حديث أم سلمة انه ضعيف لانه من رواية محمد بن يعلي عن عنبسة بن عبد الرحمن عن عبد الله بن نافا عن ابيه عن
ام سلمة قال الدار قطني هيلاء الثلاثة ضععاء ولا يصح لنافا سماع من ام سلمة والله اعلم
Hadits Ummu Salamah adalah hadits dha’if, karena diriwayatkan oleh Muhammad bin Ya’la dari ‘Anbasah bin Abdirrahman dari Abdullah bin Nafi’ dari Bapaknya dari Ummu Salamah. Ad-Daraquthni berkata, “Ketiga orang ini, semuanya dha’if. Tidak benar bahwa Nafi’ mendengar dari Ummu Salamah”. Wallahu a’lam. (Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz.III, hal.505).
Kesimpulannya, masalah ini adalah masalah khilafiyah diantara para ulama, setiap ulama punya pendapat masing-masing, tidak selayaknya seorang muslim merasa bersempit dada terhadap ikhtilaf dalam masalah ini. Karena kesepakatan ulama itu hujjah yang kuat, sedangkan ikhtilaf ulama itu rahmat yang luas. Wallahu a’lam. []
Sumber: 37 Masalah Populer/Abdul Shamad LC, MA