HARAPAN adalah sinar terang yang membelah gelapnya cobaan. Harapan adalah pembimbing yang cerdas dalam pekatnya kesulitan, ilmu yang menjadi petunjuk dalam sulitnya permasalahan, penguasa perkasa yang mendorong tekad saat terjadi penurunan dan pendongkrak semangat saat terjadi stagnasi.
Sebaliknya, putus asa adalah penyakit mematikan bagi jiwa manusia. Putus asa adalah penyakit yang paling gigih dilawan oleh syariat islam, karena hidup adalah gerak dan dinamika. Antusias adalah kudanya. Ia adalah kendaraan cita-cita untuk meraih keluhuran dalam berbagai bidang kehidupan. Sementara putus asa adalah musuh bebuyutan yang akan melemahkan tekad, menghentikan langkah dan meniadakan harapan. Oleh sebab itulah Allah SWT menjadikannya sebagai salah satu sifat orang-orang kafir, karena tidak ada putus asa jika dalam hati terdapat iman. Tidak ada iman beserta putus asa.
Putus asa sebagaimana kata Imam Al-Nursi, membuat manusia menjadi sasaran empuk bagi setan untuk menjatuhkannya ke dalam jurang kehancuran. Saat manusia takut akan siksaan hingga akhirnya merasa frustasi dan putus harapan. Oleh sebab itu imam Al-Nursi berkata, “Jika engkau merasa silau dengan siksaan niscaya engkau tidak akan pernah beramal. Engkau mengharapkan terbebas dari siksaan, namun yang engkau lakukan adalah sebaliknya. Tanda-tanda yang menafikan justru engkau lihat sebagai bukti. Lalu engkau disambar setan.
Imam Al-Nursi juga pernah membahas hal ini dalam judul Al-Ya’s Da’un Qatil (Putus asa adalah racun yang mematikan)” (Shaiqal- Al-Islam [Al-Khutbah Al-Syamiyah])
Sesungguhnya sebagian hasil renungan saya dalam pengalaman hidup, yang kemudian mengkristal dalam benak, adalah kenyataan bahwa putus asa merupakan racun yang sangat mematikan. Rasa ini telah menjalar ke seluruh jantung dunia Islam. Putus asa inilah yang membuat kita bergelimpangan, layaknya mayat!
Putus asa inilah yang telah membunuh segi-segi positif dalam diri kita, memalingkan pandangan kita dari kepentingan publik dan membatasi diri kita dalam kepentingan pribadi. Putus asa inilah yang memtikan spirit maknawi kita. Padahal dengan spirit itulah kaum muslimin mampu membentangkan kekuasaannya dari timur hingga bagian barat bumi, meski dengan kekuatan yang sangat kecil.
Akan tetapi jika spirit ini mati dikubur dengan rasa pesimistis, maka kaum non-muslim barat yang zalim— sejak empat abad yang lalu— mampu menguasai dan memerintah 300 juta umat Islam dan mengikat mereka dengan rantai-rantai.
Bahkan karena pesimis ini, seorang menjadikan kegagalan orang lain dan ketidakpedulian mereka sebagai alasan untuk melepaskan diri dari tanggung jawab dan menjadikannya malas. Ia akan berkata, “Apa urusanku dengan manusia lain? Setiap orang gagal sama seperti diriku!” Ia pun kemudian melepaskan kesetiaan iman dan tidak mau bekerja secara serius untuk tegaknya Islam.
Putus asa adalah racun yang melemahkan umat dan bangsa, seperti layaknya penyakit kanker. Ia adalah penghalang menuju kesempurnaan, bertentangan dengan spirit yang tercantum dalam hadist Qudsi, “ Aku menurut prasangka hamba-Ku kepada-Ku.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sikap ini adalah perilaku pengecut dan orang-orang yang lemah. Ini sama sekali bukan semangat Islam. []
Sumber: Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah/Ahmad Abduh ‘Iwadh/Salamadani