Mungkin sebagian dari kita sering melihat seorang muslimah boncengan dengan orang lain yang bukan mahram-nya, dan pada zaman ini hal tersebut dirasa sangat wajar, akan tetapi tahukah anda hukumnya berboncengan yang bukan mahramnya? berikut penjelasannya
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.” (Riwayat Ahmad)
Hadits no. 4849 dalam kitab Sahih Bukhari; dan hadits no. 2182 dalam kitab Sahih Muslim meriwayatkan tentang Asma binti Abu Bakar (saudari Aisyah dan ipar Nabi) yang pernah diajak naik unta bersama Nabi (boncengan bersama dalam satu kendaraan):
“Dari Asma bin Abu Bakar … Suatu hari saya datang ke kebun Zubair (suami saya) dan memanggul benih di a kepala saya. Di tengah jalan saya bertemu Rasulullah bersama sekolompok orang dari Sahabat Anshar. Lalu Nabi memanggilku dan menyuruh untanya (dengan mengatakan “ikh … ikh”) agar merunduk untuk membawaku di belakang Nabi.”
Dalam menganalisa hadits ini, Imam Nawawi dalam Syarh Muslim menyatakan
Hadits ini menunjukkan bolehnya berboncengan (antara lelaki dan perempuan bukan mahram) pada satu kendaraan apabila wanita itu seorang yang taat agamanya. Dalam soal hadits ini ada banyak pendapat ulama yang berbeda antara lain:
(a) adanya sifat belas kasih Nabi pada umat Islam baik laki-laki dan perempuan dan berusaha membantu sebisa mungkin ;
(b) Pendapat lain menyatakan bolehnya membonceng perempuan yang bukan mahram apabila dia ditemukan di tengah jalan dalam keadaan kecapean. Apalagi kalau bersama sejumlah laki-laki lain yang saleh. Dalam konteks ini maka tidak diragukan kebolehannya.;
(c) Menurut Qadhi Iyad bolehnya ini khusus untuk Nabi saja, tidak yang lain. (Karena) Nabi telah menyuruh kita agar laki-laki dan perempuan saling menjauhkan diri.
Dan biasanya Nabi menjauhi para perempuan dengan tujuan supaya dikuti umatnya. Kasus ini adalah kasus khusus karena Asma adalah putri AbuBakar, saudari Aisyah alias ipar dan istri dari Zubair. Maka, seakan Asma itu seperti salah satu keluarganya. Adapun lelaki membonceng wanita mahram maka hukumnya boleh secara mutlak dalam segala kondisi.
Kesimpulan dari hadits dan tafsir tersebut adalah haramnya berboncengan antara laki-laki dan perempuan non mahram jika menimbulkan syahwat. Artinya, berboncengan diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat diperbolehkannya antara lain:
1. Tidak terjadi persinggungan badan
Jika Sahabat Ummi berada dalam kondisi harus naik ojek atau dibonceng seseorang yang bukan mahram, usahakan tidak terjadi persentuhan kulit, apalagi sampai memeluk pinggang pembonceng.
Taruhlah tas di tengah-tengah antara pembonceng dengan yang dibonceng. Dan berpeganganlah pada ujung motor, biasanya ada tempat pegangan sehingga kita tetap aman meskipun kecepatan motor agak tinggi.
2. Tidak terjadi khalwat (berdua-duaan di tempat sepi)
Upayakan tidak berboncengan di daerah yang sepi atau di malam hari. Lebih baik dibonceng oleh mahram kita, entah suami, ayah, atau saudara laki-laki kandung jika terjadinya di malam hari.
3. Tidak memiliki maksud buruk atau kecenderungan ke arah syahwat
Kalau kebetulan yang mengajak berboncengan adalah teman kantor, dan kita memiliki kecenderungan suka kepadanya, lebih baik jangan berboncengan dengannya, karena akan menimbulkan hal yang buruk, entah itu berupa penyakit hati, maupun hal lain yang tidak diinginkan. Wallahua’lam bissowab.
Sahabat Islampos yang dirahmati oleh Allah SWT, mudah-mudahan kita dapat terhindar dari hal-hal yang dapat menjerumuskan kedalam Neraka, Naudzubillah dan tetap menjalankan Amalan dan berharap Allah ridho kepada kita. Aamiin Allahumma Aamiin.[]